Header

Sabtu, 11 Februari 2012

PERAN SPIRITUALISME DALAM MENCIPTAKAN GENERASI MUDA YANG BERPRESTASI

Oleh:
Imam Arifa’illah S.H.


MADRASAH ALIYAH MATHOLI’UL ANWAR
SIMO SUNGELEBAK KARANGGENENG LAMONGAN
2010
PERAN SPIRITUALISME DALAM MENCIPTAKAN GENERASI MUDA YANG BERPRESTASI
Oleh: Imam Arifa’illah S.H.
Para pemuda ibarat ruh dalam setiap tubuh komunitas atau kelompok, baik itu dalam lingkup kecil maupun luas seperti negara. Mereka merupakan motor penggerak akan kemajuan sebuah negera. Makanya tidak heran, jika ada yang mengatakan bahwa sebuah negara akan menjadi kuat eksistensinya, ketika para pemudanya mampu tampil aktif dan dinamis di tengah masyarakat.
Ketika kita membicarakan sosok seorang pemuda, sebenarnya sama halnya kita sedang berbicara mengenai dunia remaja. Menurut beberapa pakar psikologi, masa remaja merupakan masa yang sangat menentukan. Oleh sebab itu, di sinilah mental remaja itu akan benar-benar diuji. Berbagai fenomena yang syarat akan jawaban dan persoalan yang menuntut sebuah solusi akan terus senantiasa mengiringinya.
Persoalan tentang kenakalan remaja tidak henti-hentinya dibincangkan oleh berbagai elemen masyarakat. Hal itu merupakan wujud kepedulian masyarakat terhadap generasi muda, dikarenakan posisi generasi muda itu sendiri yang dipandang sangat strategis demi kemajuan bangsa dan negara. Sebagai generasi penerus, kaum muda selalu dituntut untuk meningkatkan kualitasnya di berbagai dimensi kehidupan, utamanya dalam dua hal yang dipandang sangat penting, moral dan intelektual. Namun di saat yang sama, pemuda memiliki sikap rasa ingin tahu yang begitu tinggi. Sehingga mereka tidak segan-segan untuk melakukan hal-hal negatif tanpa mempertimbangkan akibat yang akan ditimbulkan. Dalam keadaan yang masih labil ini, pemuda sangat memerlukan seorang pendamping yang dapat mengarahnya kepada hal-hal yang positif, dan mencegahnya dari perbuatan yang negatif.
Sudah menjadi wacana umum, bahwa dekadensi moral yang terjadi pada kawula muda telah mencapai titik mengkhawatirkan. Terjadinya pelanggaran norma-norma sosial yang dilakukan oleh para muda-mudi merupakan masalah terpenting bangsa ini dalam rangka perbaikan sumber daya manusianya. Ketika sebuah etika sosial masyarakat tidak diindahkan lagi oleh kaum muda, maka laju lokomotif perbaikan bangsa dan negara akan mengalami hambatan.
Berikut ini terdapat beberapa data yang cukup dijadikan indikator bahwa telah sedemikian parahnya dekadensi para pemuda. Dari dua juta pecandu narkoba dan obat-obat berbahaya (narkoba), 90 persen adalah generasi muda, termasuk 25.000 mahasiswa (Kompas, 05 Februari 2010). Selain itu, semakin legalnya tempat-tempat hiburan malam yang menjerumuskan anak bangsa ke jurang hitam. Bahkan bukan merupakan hal yang tabu lagi di era sekarang ini, hubungan antar muda-mudi yang selalu diakhiri dengan hubungan layaknya suami-isteri atas landasan cinta dan suka sama suka. Sebuah fenomena yang sangat menyedihkan tentunya ketika prilaku semacam itu juga ikut disemarakkan oleh para muda-mudi yang terdidik di sebuah istansi berbasis agama. Namun itulah fenomena sosial yang harus kita hadapi di era yang semakin bebas dan arus yang semakin global ini.
kasus tawuran antar pelajar, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta, Medan, dan Surabaya. Hal itu seakan sudah menjadi kebiasaan di kalangan remaja kita. Bahkan ironisnya persoalan yang memicu terjadinya kontak fisik itu adalah hal-hal yang sangat remeh. Misalnya, karena minta rokok dan tidak diberi, atau karena ketersinggungan yang hanya bersifat dugaan semata. Hal-hal semacam itu berpotensi sekali untuk menyulut api bentrokan antar pelajar. Kontak fisik seolah menjadi solusi satu-satunya untuk menyelesaikan persoalan yang sedang dihadapi. Mereka tidak lagi memikirkan akibat yang akan diderita oleh berbagai pihak. Bahkan mereka tidak menghiraukan lagi kalau tindakan mereka itu akan menimbulkan kerugian yang sangat besar, baik bagi diri sendiri,keluarga, ataupun sosial. Padahal didalam Al hadist sudah dikatakan“Setiap mukmin yang satu bagi mukmin lainnya bagaikan suatu bangunan, antara satu dengan yang lainnya saling mengokohkan,”
mampukah pemuda saat ini mengemban amanah bangsa ini, dengan berbagai persoalan di depan kita dalam kondisi pemuda terjadi dekadensi? Sulit rasanya. Bisa dibayangkan pemuda yang biasanya melangar nilai dan norma dapat mengemban amanah bangsa ini dengan baik. kiranya spiritualisme perlu diperhatikan dan ditaburkan kepada para pemuda untuk mencega kenakalan remaja .Mungkin bagi kita akan menganggap kalimat spiritualisme sebagai sesuatu yang berlebihan. Anggapan ini, mungkin akan hilang kalau kita menyadari bahwa betapa kuatnya pengaruh spiritualitas diri kita dalam memperngaruhi seluruh gaya hidup . Kita menyadari atau tidak ? Bahwa kekuatan spiritual diri kita telah menuntun jalan hidup kita untuk menjadi lebih baik atau lebih buruk.
Spiritualitas dalam diri adalah nilai-nilai spiritual dalam jiwa yang ada pada setiap orang dan biasanya akan berada di bawah panduan tuntunan agama. Dalam konsep Islam, nilai-nilai spiritual harus berada dalam tuntunan al-Qur`an dan Sunnah Rasul-Nya. Orang yang memiliki kekuatan spiritual bagaikan telah tertanam dan tertancap sangat kuat di dalam hati sanubarinya paku-paku spiritual berkarat yang selanjutnya akan menyebarkan virusnya ke seluruh jaringan tubuh, tulang rangka, urat, organ-organ tubuh, aliran darah, hingga membentuk sebuah pola keyakinan luar biasa yang akan berwujud menjadi suatu aplikasi gerak dan niat dalam kehidupannya.
Berbeda dengan paku berkarat biasanya, yang menyebarkan virus penyakit dan dikenal sebagai energi negative, namun paku spiritual berkarat akan menyebarkan virus kekuatan positive yang akan mengambil tempat di dalam qalbu sanubari dan membentuk medan energi positive yang memberikan pengaruh ke seluruh jaringan tubuh jasmanian dan ruhaniah.
Khusus untuk yang beragama Islam, maka kekuatan spiritualitas suci kita yang akan dianggap sebagai kunci kesuksesan, kesehatan, dan beragam manfaat lainnya adalah kekuatan spiritual yang terkendali dalam tuntunan al-Qur`an dan Sunnah Rasul-Nya. Kami menyebutnya sebagai kuncinya kehidupan, karena kekuatan spiritualitas suci akan terkoneksi dengan sang pencipta Alam, Allah Subhanahu Wa ta`ala. Dalam bahasa lainnya, jalan spiritual adalah jalan tol khusus untuk berhubungan dengan sang Pencipta alam semesta ini, Allah yang maha besar. Dan berhubungan dengan sang pencipta adalah kuncinya segala rahasia kehidupan seluruh makhluk alam semesta termasuk di dalamnya adalah berbagai rahasia kesehatan, kesuksesan, keselamatan, dan bahkan dalam hal hidup bermasyarakat dan bernegara.
Dalam Islam, nilai spiritualitas seseorang dinilai dari caranya dalam memahami hidup melalui perenungan dan zikir tak henti-henti kepada Allah swt. Jika dikaitkan dengan pemanfaatan SQ, memang seharusnya zikir menjadi aktivitas yang tepat dalam berproses mendapatkan SQ. Ada beberapa manfaat dari nilai spiritualisme :
 Manfaat Menggunakan Spiritualisme :
1.Membersihkan Jiwa
2. Mengundang Rahmat Allah
3. Meningkatkan keimanan kepada Allah
4. Menguatkan mental, stabilitas jiwa, dan kepercayaan diri
5. Mengundang rejeki bersih yang tak terduga dan berkelimpahan
6. Mengurangi bahkan membebaskan hutang
7. Membuka “aura” - Cahaya Wajah
8. Mempermudah hadirnya jodoh
9. Mengundang hadirnya anak keturunan
10. Dan lain sebagainya

Pengertian zikir bermacam-macam. Banyak ulama memberikan definisi zikir. Meskipun demikian, makna zikir itu sendiri tetap punya fungsi dan tujuan yang sama, yakni, membangun kedekatan dengan Allah agar manusia terhindar dari perbuatan tercela. Tapi dari asal usul katanya yang ditafsirkan dari al-Qur’an, zikir bisa berarti mengucapkan dengan lidah/menyebut sesuatu. Zikir juga punya pengertian mengingat dan menghafal. Secara umum, zikir juga berarti memelihara sesuatu.
Zikir pun bisa dikategorikan pengertiannya secara sempit dan luas. Secara sempit zikir berarti dengan lidah, yakni menyebut nama Allah dengan lidah atau ucapan, seperti mengucapkan tasbih, tahmid, tahlil, takbir, hauqalah, dll. Sedangkan zikir secara luas, yakni kesadaran tentang kehadiran Allah, di mana dan kapan saja, serta kesadaran akan kebersamaan-Nya dengan makhluk; kebersamaan dalam arti pengetahuan-Nya terhadap apapun di alam raya ini. Serta bantuan dan pembelaan-nya terhadap hamba-hamba-Nya yang taat. [M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an tentang Zikir & Doa; Lentera Hati 2006].
Dari pengertian zikir tersebut, jelas bahwa kapasitas SQ seorang Muslim tergantung pada pemahaman dan pengamalan zikir itu sendiri. Apalagi dalam konteks zikir lebih luas, sangatlah berkesinambungan dengan keutamaan SQ seseorang dalam berbagai tindakan, sikap, dan perbuatan di berbagai aspek kehidupan.
Dengan berzikir secara benar, kita sebenarnya menjalani kehidupan cara Rasulullah Saw. Di mana pun dan kapan pun, beliau selalu berzikir kepada Allah untuk mempertahankan kesimbangan IQ dan EQ-nya. Bukankah Allah sudah berfirman dalam QS al-Baqarah [2]: 152 “Karena itu ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat [pula] kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari [nikmat]-Ku”.Dengan begitu kekuatan spiritual sangat berperan dalam membentuk moral yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu kita sebagai umat islam seyogyanya menaburkan spiritualisme kepada saudara kita khususnya para pemuda. Untuk menghadapi kehidupan yang penuh dengan tantangan.

PENDEKATAN KOMPLEKS WILAYAH DALAM PENELITIAN WILAYAH

3.1 PENDAHULUAN
Sebelum menguraikan lebih mendalam dan komprehensif mengenai pendekatan kompleks wilayah ada beberapa hal yang memerlukan pembahasan terlebih dahulu, yaitu mengenai makna istilah kompleks dan istilah wilayah. Hal ini sangat penting dipahami agar peneliti dapat membedakan istilah pendekatan kompleks wilayah (regional complex aproach) dengan istilah yang juga dikenal dalam penelitian wilayah yang sangat mirip dengan istilah pendekatan kompleks wilayah yaitu pendekatan wilayah (regional aproach). Dua istilah yang mirip yaitu berkenaan dengan pendekatan wilayah, namun karena salah satu di antaranya mempunyai predikat tambahan yang diberikan, maka dengan sendirinya akan mmpunyai makna yang berbeda. Tambahan predikat yang dimaksud adalah kata yang dimaksud adalah kata kompleks (complex ) dan tambahan istilah ini bukannya tanpa makna dan hal ini sebenarnya yang merupakan salah satu ciri khas pendektana wilayah yang dimiliki oleh disiplin ilmu Geografi dan yang membedakannya dengan pendekatan wilayah yang juga dikembangkan oleh disiplin keilmuannya yang lain. Sebagaimana pendekatan ekologi dalam bidang kajian Geografi juga bebeda dengan pendekatan ekologi yang dimiliki oleh bidang kajian lain, demikian pula halnya dengan pendekatan wilayah dalam disiplin keilmuan Geografi mempunyai karakteristik yang berbeda dengan pendekatan wilayah yang dikembangkan oleh bidang kajian yang lain. Yang menjadi pertanyaan besar adalah apa yang sebenarnya dimaksudkan dengan pendekatan kompleks wilayah yang dikembangkan oleh disiplin Geografi? Sebagaimana pertanyaan yang dikemukakan mengenai pendekatan ekologi yaiu pendekatann ekologi macam mana/seperti apa yang dikembangkan dalam disiplin ilmu Geografi? Mengenai jawaban pertanyaan yang menyangkut pendekatan ekologi sudah penulis jawab dan uraikan pada bagian sebelumnya yaitu pada bagian empat.
Untuk mencermati istilah complex penulis mengacu beberapa sumber, khususnya kamusu bahasa Inggris karena istilah ini memang berasal dari kata dalam bahasa Inggris. Dalam An International Reader's Dicionary, karangan Michael West (1990) istilah complex diartikan sebagai padanan kata not simple (tidak sederhana), having many parts (mempunyai banyak bagian). Apabila kamus ini digunakan sebagai dasar pemaknaan, tampaknya masih belum menunjukkan kejelasan yang berarti, karena istilah “not simple atau tidak sederhana” dan ”having many parts atau banyak bagian” yang terkandung dalam kata itu sendiri masih memerlukan penjabaran lebih lanjut. Menyimak acuan lain yaitu Merriam-Webster Pocket Dictionary of Synonyms kata complex kata complex dapat dipadankan dengan kata complicated, intricate, involved, knotty yang dari kesemuanya mempunyai esensi yang mirip satu sama lain. Untuk jelasnya cermati ungkapan-ungkapan berikut:
...complex implies extreme complication in vhich part are so interwoven...;complicated may heighten nation of difficulty in understanding, solving or dealing with...;intricate suggest difficulty in understanding or appreciating quickly because of perplexing, interconnecting, interweaving, or interacting of parts...;involved implies extreme complication in which part are so interwoven...;knotty suggest such complication and entanglement as makes solution...
Dari berbagai ungkapan yang mengungkapkan makna kata complex, dapat diambil sebuah sintesis sebagai dasar untuk memahami mengenai istilah kompleks dalam pendekatan kompleks wilayah yang digunakan dalam studi Geografi. Mengacu pada fakta empiris, seseorang akan memahami bahwa pada suatu wilayah yang ada dipermukaan bumi, di dalamnya terdapat berbagai sub wilayah yang berbeda satu dengan lainnya. Sementara itu, berbagai sub wilayah yang berbeda satu dengan yang lainnya. Sementara itu, berbagai sub wilayah yang ada memiliki elemen-elemen wilayah yang berbeda-beda pula yang terjalin sedemikian rupa dalam sistem keterkaitan yang kemudian dikenal sebagai wilayah sistem. Masing – masng wilayah sistem berinteraksi dengan wilayah sistem yang lain membentuk suatu sistem yang keterkaitan yang dikenal sebagai sistem wilayah. Hal ini sebenarnya yang dimaksud sebagai pengertian komplek dalam pendekatan kompleks wilayah (complex region approach). Berdasarkan pemaknaan wilayah terkait dengan kata kompleks seperti telah diungkapkan, ada beberapa butir penting yang perlu disarikan yaitu: (1) di dalam suatu wilayah terdapat bagian-bagian wilayah yang disebut sebagai sub wilayah (wilayah yang lebih kecil); (2) bagian-bagian tersebut (masing-masing sub wilayah) terjalin sedemikian rupa atau saling berpengaruh satu sama lain atau berinteraksi; (3) masing-masing sub wilayah memiliki elemen-elemen wilayah yang berinteraksi; (4) interaksi elemen wilayah tidak terbatas pada suatu sub wilayah saja namun berinteraksi dengan elemen-elemen wilalayah dalam sub wilayah yang lain.
Ditinjau dari luas dan sempitnya wilayah, peneliti dapat mengungkapkan dengan istilah skala wilayah bukan skala peta. Ada tiga macam skala wilayah yang umum dikenal yaitu skala mikro, meso, dan makro. Istilah ini merupakan istilah teknis-operasional untuk membedakan bahwa skala mikro jauh berada dibawah skala meso, dan skala meso jauh berada dibawah skala makro. Dalam studi wilayah, tidak ada batasan yang jelas mengenai luasan ketiga istilah skala wilayah tersebut. Masing-masing skala wilayah mempunyai elemen-elemen wilayah yang berinteraksi dalam lingkup intra dan lingkup inter, mulai dari skala mikro sampai makro. Seorang/sekelompok peneliti dalam melaksanakan sebuah kegiatan penelitian selalu dibatasi oleh waku, tenaga, dan biaya, sehingga scope analisis harus dibatasi pula mengingat eksistensi wilayah sendiri sangat luas maknanya. Dalam hal ini penelitian wilayah harus menentukan batas-batas wilayah penelitian, sehingga analisis keterkaitan antar elemen-elemennya dapat dilakukan (managable).
Upaya analisi wilayah dalam artian sebenarnya sangat tidak mungkin dilaksanakan, karena sedemikian banyaknya unsur wilayah yang saling terkait dari level mikro, mose, dan makro. Sebagai keterkaitan salah satu elemen wilayah saja, yaitu mulai dari keberadaan setetes air di pegunungan sampai samudra yang tidak dapat dibatasi oleh batas-batas politik maupun fisik, karen bumi itu sebenarnya merupakan suatu sistem keberadaan alam semesta yang terdiri dari banyak tata bintang melihat bumi merupakan bagian yang sangat kecil dari sistem alam semesta dan merupakan bagian dari sistem tata surya dan seterusnya. Dalam keterkaitannya dengan matahari saja, kondisi bumi sangat dipengaruhinya. Keterbatasan kemampuan manusia mengharuskan untuk membuat batasan-batasan wacana yang dibangun.

3.2 WILAYAH SEBAGAI SUATU SISTEM
mengacu pada beberapa penjelasan terkait dengan pemaknaan kata kompleks diatas, jelas terlihat bahwa dalam istilah kompleks wilayah terkandung makna sebagai suatu sistem kewilayahan. Untuk memahami wilayah sebagi suatu sistem, ada baiknya dikemukakan terlebih dahulu mengenai arti kata sistem. Goodall (1987) memberikan definisi mengenai sistem sangat jelas, ringkas sebagai berikut:
...system may be defined as a set of interrelated components or objects which are connected together to form a working unit or unified whole...and the consequence of the links is that any change in one part f the system is therefore not just a totally parts but rather totally of relations among and including those parts.
Definisi diatas memberi kejelasan makna bahwa keberadaan beberapa komponen yang ada menciptakan jalinan yang saling terkait dan alhasil sejalan dengan pengertian kata complex yang menjadi predikat kata wilayah dalam pendekatan kompleks wilayah. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa pendekatan kompleks wilayah sebenarnya menganggap bahwa wilayah yang bersangkutan tidak lain juga merupakan suatu sistem yang di dalamnya terdapat komponen-komponen wilayah yang diyakini saling berkitan satu sama lain, saling berimbaldaya, saling berhnteraksi. Konsekuensi dari interaksi tersebut adalah bahwa apabila ada salah satu atau beberapa komponen yang berubah, maka sangat mungkin akan mengakibatkan perubahan komponen-komponen yang lain. Perubahan mana dapat bersifat perubahan yang diinginkan oleh manusia maupun perubahan yang tidak diinginkan manusia. Perubahan yang diinginkan oleh manusia adalah perubahan yang diangap menciptakan kondisi yang kondusif terhadap kinerja kehidupan manusia. Dan sebaliknya, perubahan yang tidak diinginkan adalah perubahan yang dianggap akan mengancam keberlanjutan kehidupan manusia dengan segala aspeknya. Perubahan-perubahan mana dapat terjadi secara alami berjalan jauh lebih lambat dari perubahan yang disebabkan oleh ulah manusia. Setiap perubahan tidak selalu bermuara pada perubahan komponen yang lain sesuai dengan keinginan manusia.
Menyikapi interelasi antarkomponen wilayah, seorang peneliti perlu memahami bahwa karakteristik keterkaitan antara satu komponen dengan yang lainnya tidak perlu selalu sama dalam artian frekuensi, kekuatan, dan peran masing-masing komponen. Ditinjau dari hal tersebut, dapat dikenali bahwa keterkaitan antarkomponen dapat bersifat: (1) aksial, (2) interaksial, (3) dependensial dan, (4) interdependensial. Keterkaitan aksial maupun dependensial menunjukkan keterkatan satu arah, sedangkan keterkaitan interaksial dan interdependensial menunjukkan keterkaitan dua arah.
Keterkaitan aksial adalah satu keterkaitan antara komponen dimana salah satu mempengaruhi yang lain, sedangkan yang lai tidak memengaruhinya. Didalam kehidupan nyata sehari-hari, hal ini dapat dicontohkan keterkaitan antara seorang penyanyi idola P dengan si A salah satu penggemarnya. Oleh karena itu betapa tergila-gilanya si A terhadap idolanya, maka setiap dia bekerja atau belajar selalu diiringi oleh nyanyian yang dilantunkan penyanyi idolanya dan memberikan semangat baru, sehingga dia sangat terpengaruh oleh sang idola. Dalam hal ini sang idola sangat mempengaruhinya, dan saat sang idola tidak lagi dapat menyanyi karena sakit, si A pun ikut sedih. Namun, manakala si A sedang sakit, ternyata sang penyanyi tidak terpengaruh apa-apa karena memang tidak kenal. Dalam suatu sistem, sifat keterkaitan aksial tersebut banyak terjadi dan perlu diidentifikasi karena sangat menentukan diagnsis permasalahan wilayah yang dihadapi.
Tugas : Carilah beberapa contoh keterkaitan aksial dalam sistem wilayah!
Keterkaitan interaksial adalah keterkaitan antara komponen-komponen dalam sistem dimana komponen-komponen tersebut saling memengaruhi sati sama lain. Dalam contoh sehari-hari dapat dikemukakan adalah keterkaitan antara teman kuliah. Antara satu dengan yang lainnya jelas saling memengaruhi, tidak sekedar hanya satu pihak yang memengaruhi yang lain. Pada saat si A mengalami kesulitan ekonomi, maka si B juga ikut memikirkan bagaimana mengatasinya, demikian pula halnya dengan keadaan si B yang sedang sakit, maka si A juga ikut merasakan sedih.
Tugas : Carilah beberapa contoh keterkaitan interaksial dalam sistem wilayah!
Keterkaitan dependensial adalah keterkaitan antarkomponen yang menunjukkan derajat intensitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan sifat keterkaitan aksial atau interkasial. Salah satu pihak/komponen A betul-betul tergantung pada pihak/komponen B. Sementara itu, pihak B tidak tergantung pada komponen A, mungkin hanya terpengaruh saja. Sebagai salah satu contoh dapat dikemukakan yaitu keterkaitan antara industri X sabagai satu-satunya penerima bahan mentah yang berasal dari daerah K, L, dan daerah M sebagai penghasil barang mentah untuk industri X. Keterkaitan antara industri X dengan salah satu daerah penghasil barang mentah merupakan keterkaitan dependensial, karena K, L, atau M sangat tergantung pada industri X. Namun secara bersama-sama K,L, dan M dengan industri X menciptakan bentuk keterkaitan interdependensial. Pemasalan bahan mentah dari daerah K, misalnya hanya dapat dibeli oleh industri X sehingga daerah K benar-benar tergantung pada industri X, sementara itu industri X dapat membeli dari daerah L dan M.
Tugas : Carilah beberapa contoh lain mengenai bentuk keterkaitan dependensial dalam sistem wilayah!
Keterkaitan interdependensial adalah bentuk keterkaitan antar-komponen dimana masing-masing komponen benar-benar tergantung satu sama lain. Contoh di atas memberi kejelasan tentang hal ini, yaitu keterkaitan antara industri X dengan daerah K, L, dan M secara bersama-sama. Keberlangsungan hidup industri X tergantung pada bahan mentah dari daerah penghasil K,L, dan M, dan sementara itu daerah penghasil juga tergantung dari satu-satunya industri X ada yang sebagai penampung bahan mentah yang dihasilkannya. Kebersamaan dalam hal ini mempunyai kekuatan yang besar dalam menentukan kebijakan-kebijakan tertentu, antara lain penentuan harga dasar bahan mentah, jumlah produksi yang dihasilkan, dan lain sejeniasnya, sehingga bargaining power salah satu komponen dapat ditingkatkan atau paling tidak dapat dipertahankan dan tidak dipemainan oleh salah satu komponen. Hal inilah yang menjadai dasar untuk menyikapi keterkaitan antar-komponen dalam sistem wilayah agar manusia dapat mengelola suatu wilayah sedemikian rupa untuk mencapai kesejahteraan yang lebih tinggi.
Tugas : Carilah beberapa contoh lain mengenai keterkaitan independensial!
Dengan demikian dalam sistem terdapat beberpa ciri khas yang dapat diidentifikasi, yaitu (1) adanya perangkat komponen-komponen dengan karakteristik variabel yang beraneka; (2) adanya perangkat keterkaitan antarkomponen; (3) oleh karena itu, dalam suatu wilayah terdapat keterkaitan dengan komponen lingkungan, maka sistem yang terbentuk berupa keterkaitan antarkomponen-komponen dan lingkungannya. Dalam ilmu Geografi sebagian besar studi mengenai sistem yang dipelajarinya berupa sistem terbuka. Analisis sistem dalam Geografi dapat dilaksanakan melalui empat tingkatan abstraksi yang sekaligus mencerminkantahapan-tahapan sistematis (Goodall,1987). Keempat tingkatan analisis tersebut dapat dijelaskan secara komprehensif sebagai berikut:
tingkatan abstraksi I: analisis sistem morfologis (morphological system). Dalam tingkatan abstraksi yang pertama ini penekanan difokuskan pada peforma fisik masing-masing komponen. Dalam beberapa hal dilaksanakan dengan pengukuran kinerja masing-masing komponen dan dicari keterkaitannya satu dengan yang lainnya. Sebagai contoh adalah analisis mengenai asosiasi keruanganan (spatial association) antarkomponen (Gambar 3.1).


Sumber: Goodall (1987)
Gambar 5.1 Sistem Morfologis dan Asosiasi Keruangan
Dalam gambar terlihat keterkaitan antara komponen A,B,C, dan D, serta kemudian dicari asosiasi keruanganannya, misalnya antara sebaran variable komponen A dan sebaran variable komponen B,C, dan D. Apakah terdapat korelasi yang signifikan antara sebaran variabel komponen A dengan yang lainnya? Kalau ada seberapa signifikan serta mengapa dapat terjadi demikian dan bagaimana proses terjadinya?
Tingkat abstraksi II: analisis sistem kaskade/bertingkat (cascading system). Dalam tingkat analisis pertama, belum memerhatikan aliran energi dan atau materi dalam membahas keterkaitan antarkomponen, namun dalam tingkatan kedua ini analisis telah melibatkan aliran materi dan atau energi antarkomponen yang saling berinteraksi. Makin tinggi tingkat analisisnya, makin kompleks keterkaitan antarkomponen dengan variable-variabel pengaruh (Gambar 3.2)

Sumber: Goodall, (1987)
Gambar 5.2 Sistem Kaskade untuk Keterkaitan A dan B (Contoh)
Gambar diatas hanya mencontohkan keterkaitan antara A dan B saja, dimana ada input tertentu terhadap keterkaitannya yang memengaruhi kinerja A, kemudian memunculkan output tertentu yang menjadi input terhadap komponen B karena A dan B berinteraksi. Selanjutnya, interaksi A dan B menimbulkan output tertentu yang akan menjadi input bagai komponen yang lain dan begitu terjadi selanjutnya. Untuk memahami hal ini dicontohkan pada keterkaitan (linkage) vertical dalam industri manufaktur.
Tingkatan abstraksi III: analisis sistem proses-respon (process-response system). Tingkatan abstraksi yang ketiga ini merupakan kelanjutan analisis keberadaan sistem wilayah yang ada. Kinerja sistem yang semakin kompleks terlihat semakin jelas dan hal ini terlihat dari semakin banyaknya komponen yang terkait dan bentuk keterkaitan yang semakin rumit. Tingkatan abstraksi yang ketiga ini tidak lain adalah penggabungan dari tingkatan abstraksi yang pertama dan ke kedua. Kombinasi abstraksi yang pertama dan kedua ini akan memunculkan kinerja yang unik dengan kapasitas akan pengaturan diri yang mengarah ke kondisi ekuilibrium dalam suatu sistem. Dalam hal ini dicontohkan pada penentuah harga yang ditentukan oleh berperannya permintaan dan penawaran (demand and supply). Apabila dalam hal tertentu permintaan akan suatu barang semakin meningkat tetapi ketersediaan barang sangat terbatas, maka akan ada kecenderungan terciptanya harga yang semakin meningkat, demikian pula sebaliknya bila permintaan akan barang sedikit tetapi ketersediaan barang melimpah, maka akan terjadi penurunan harga dan begitu selanjutnya. Di d`lam sistem terdapat self-regulated behavior dalam koridor ekuilibrium dan peristiwa serupa terjadi dalam sistem kewilayahan dengan segala corak ragamnya (Gambar 5.3).





Sumber: Goodall, 1987
Gambar 5.3 Keterkaitan Proses-Respons dalam Sistem
Dalam contoh tingkatan abstraksi ketiga tersebut belum memasukkan intervensi/peranan manusia dengan berbagai tindakannya yang dianggap sebagai suatu “kebijakan”. Tindakan mana terkadang menimbulkan dampak yang tidak dikehendaki manusia sendiri atau umum mengenalnya sebagai dampak negatif, yaitu suatu akibat tertentu yang muncul dari kegiatan manusia sendiri, akibat mana menciptakan suasana yang merugikan terhadap penghidupan dan kehidupan manusia baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Oleh karena keberadaan sistem wilayah sangat terbuka terhadap berbagai input/masukkan maka diharapkan bahwa masukkan tersebut hendaknya dilandasi oleh kearifan dalam koridor kecerdasan intelektual dan kecerdasan spiritual dan hal ini akan tercermin dalam tingkatan analisis sistem yang terakhir.
Tingkat abstraksi IV: analisis control sistem (control system). Dalam tingkatan abstraksi yang keempat ini, secara khusus melibatkan berbagai kegiatan manusia yang secara sengaja bertujuan untuk mengarahkan kinerja sistem pada suatu kondisi yang diharapkan oleh manusia dalam menyelenggarakan kehidupannya. Intervensi manusia dengan berbagai tidakan yang mereka anggap sebagai “kebijakan” bertujuan memengaruhi kinerja keterkaitan antarkomponen dalam sistem agar tercapai suatu ekuilibrium baru dan menuju ke suatu kondisi yang ideal. Kebijakan mana merupakan masukkan buatan/input buatan (artificial input) dalam sistem (Gambar 5.4)


Keterangan sismbol dalam gambar 5.1;5.2;5.3 dan 5.4:
A, B, C, D adalah komponen dalam sistem;
I adalah input (masukan) ke dalam sistem;
O adalah output (keluaran) dari sistem;
H adalah human intervention (campur tangan manusia/kebijakan) yang diharapkan dapat mengubah kinerja sisitem menuju ke suatu kondisi yang ideal.
Sumber: Goodall, 1987
Gambar 5.4 Control System dalam suatu Wilayah
Sebagai salah satu contoh dapat dikemukakan dalam uraian ini adalah mengenai perencanaan pemanfaatan lahan (landuse planning). Suatu upaya perencanaan pemanfaatan lahan adalah suatu upaya untuk mengarahkan/menciptakan tata pemanfaatan lahan sesuai dengan visi pembagunan wilayah. Hal ini didasarkan adanya kenyataan dari adanya perkembangan perubahan pemanfaatan lahan yang tidak terkendali atau menuju ke sesuatu keadaan yang dapat menimbulkan goncangan keseimbangan ekologis di masa yang akan datang.
Suatu proses perkembangan pemanfaatan lahan non agraris di pinggiran kota, misalnya, yang banyak mencaplok lahan-lahan pertanian produktif, subur, dan beririgasi teknis sangat mendesak untuk ditata agar perkembangan kota pada masa yang akan datang tidak mengganggu kemampuan wilayah dalam memproduksi bahan pangan dan dapat tercapai tatanan pemanfaatan lahan yang tidak semrawut. Demikian pula halnya dengan terjadinya konversi pemanfaatan lahan konservasi menjadi lahan pemukiman yang tidak terkendali di bagian wilayah hulu suatu DAS yang diperuntukkan menjadi catchment area sangat memerlukan suatu intervensi manusia dalam hal menata kawasan yang besangkutan dengan kebijakan-kebijakan spasial dan lingkungan tertentu sehingga fungsi konfersinya tetap terjaga.

5.3 Pemahaman Pengertian Wilayah
Untuk memahami makna regional complex approach, pada bagian awal sudah dikemukakan mengenai makna kata complex maka pada bagian ini akan membahas mengenai makna istilah region (wilayah). Oleh karena begitu populernya kata ini atau sudah terlalu seringnya digunakan dalam percakapan sehari-hari oleh hampir segala lapisan masyarakat, sehingga apabila seseorang menggunakan kata wilayah maka akan langsung dapat ditangkap maksudnya. Sebagaimana dengan penggunaan kata kota, bahwa setiap orang mampu menangkap artinya apabila penggunaan kata kota digunakan dalam pembicaraan. Namun, dalam wacana ilmiah kata wilayah memerlukan suatu pembahasan tersendiri karena menyangkut berbagai aspek penelitian, seperti penentuan batas-batasnya, penentuan sampel area, sampel responden, pengukuran variabel, pengumpulan data, dan sebagainya. Hal inilah yang menyebabkan mengapa pada tahap awal suatu penelitian wilayah harus memberi batasan yang tepat mengenai apa yang dimaksudkan dengan istilah wilayah (region). Berikut ini akan dikemukakan berbagai batasan wilayah yang diambil dari berbagai sumber dan kemudian dibahas secara sistematik.
5.3.1 Definisi Wilayah (Regional)
Oleh karena istilah wilayah selalu terkait dengan berbagai kegiatan penelitian berbagai disiplin ilmu maka tidak mengherankan apabila muncul beraneka ragam pengertian wilayah yang dikemukakan. Seperti dikemukakan oleh Yunus (1991) beberapa diantaranya dapat dikemukakan sebagai berikut:
(1) Woofter:
A region is a area within the combination of environmental and demographic factor have created homogeneity of economic and social structure.
(2) Platt:
A region is an area delineated on a basis of general homogeneity of land character and of occupant.
(3) American Society Of Planning Officials:
A region is an area where in there has grown up one characteristic human pattern of adjustment to environment.
(4) Vidal De La Blache:
A region is a domain where many dissimilar beings artificially brought together and have subsequently adapted themselves to a common existence.
(5) Dickinson:
A region is an area throughout which a particular set of physical conditions will lead to a particular type of economic life.
(6) Joerg:
A region is an area whose physical conditions are homogeneous.
(7) Fenneman:
A region is an area characterized throughout which by similar surface features and which is contrasted with neighboring areas.
(8) Herbertson:
A region is a complex of land, water, air, plant, animal, and man regarded in their special relations as together constituting a definite characteristic portion of the earth’s surface.
(9) Young:
A region is a geographic area unified culturally, unified at first economically and later by consensus of thought, education, recreation etc., which distinguishes it from other areas.
(10) Taylor:
A region may be defined as a unit area of earth’s surface distinguishable from a mere area by the exhibition of some unifying characteristic of property.
(11) Goodall (1987):
A region may be defined as any area of the earth’s surface with distinct and internally consistent pattern of physical features or of human development which give it a meaningful unity and distinguish it from surrounding areas.
(12) Johnston et al. (2000):
A region may be defined as a more or less bounded area possessing some sort of unity or organizing principle(s) that distinguish it from other regions.

Berbagai definisi tersebut memberikan pencerahan makna istilah region/wilayah yang didalamnya mengandung beberapa esensi:
(1) Suatu wilayah mempunyai batas-batas tertentu yang dapat digunakan untuk mengenali karakteristiknya sehingga dapat dibedakan dengan wilayah tetangga/wilayah lain;
(2) Suatu wilayah mempunyai karakteristik tertentu yang mengindikasikan kesatuan internalnya;
(3) Karakteristik mana menunjukkan keseragaman yang dapat diamati dalam lingkup satuan daerah dimana atribut tersebut berada;
(4) Karakteristik wilayah dapat merupakan fenomena alami seperti wilayah tanah, wilayah geomorfologi, wilayah hidrologi, dan lain sejenisnya. Karakteristik wilayah yang mendasarkan pada fonomena non alami atau artifisial, misalnya wilayah budaya, wilayah industri, wilayah ekonomi, dan sejenisnya;
(5) Suatu wilayah tidak ditentukan oleh luas atau tidaknya wilayah, mulai dari beberapa meter persegi saja sampai wilayah benua. Bahkan, seorang pakar mengenai ilmu wilayah yakni Sutami (1977) menganggap ruang yang dihuni oleh sebuah keluarga adalah suatu wilayah, karena keberadaannya di permukaan bumi menampilkan kekhasan yang berbeda dengan keluarga lain sebagai satuan yang sama;
(6) Suatu wilayah mempunyai batas-batas yang dapat berubah oleh karena sebab-sebab tertentu, seperti pengubahan batas administrasi wilayah, batas wilayah yang berubah karena perkembangan kota;
(7) Suatu wilayah dapat mempunyai batas-batas fisik yang jelas seperti sungai, jalan, tepi danau, tepi laut, batas tipe penggunaan lahan, namun dapat pula mempunyai batas maya yang tidak dapat dilihat dilapangan, seperti batas administrasi, batas wilayah etnik, batas wilayah budaya, wilayah bahasa, dan lain sejenisnya. Untuk maksud penelitian pada suatu wilayah yang mempunyai batas-batas yang bersifat maya, perlu dibuat batas konseptual atas pertimbangan tertentu, dan untuk menelitinya, peneliti harus mampu menentukan lokasi sampel yang yang benar-benar mewakili sifat khas/karakteristik wilayahnya. Hal ini akan dibahas dalam hal regionalisasi/perwilayahan.

5.3.2 Identifikasi Wilayah
Beberapa definisi yang dicontohkan di atas sebenarnya menekankan pada hal yang sama, yaitu pada atribut yang dimilikinya, sehingga dapat dibedakan dengan wilayah lain. Beberapa contoh pemakaian kata wilayah dalam berbagai disiplin dikemukakan oleh Goodall (1987) antara lain complementary region, congested region, core region, declining region, depressed region, downward-transition region, geographical region, geo-strategic region, international region, land use region, natural region, planning region, resources-frontier region, specific region, underdeveloped region, uniform region, upward-transition region, vernacular region. Sebenarnya, masih banyak sekali istilah wilayah untuk dikemukakan dan contoh diatas sekedar untuk memberi pemahaman mengenai betapa luasnya istilah region Digunakan untuk berbagai tujuan dan dalam berbagai bidang kajian. Oleh karena sedemikian banyaknya istilah wilayah yang muncul dalam berbagai bidang keilmuan yang berbeda-beda terkadang membingungkan, walaupun kesemuanya sebenarnya hanya menekankan pada karakteristik properti yang dimilikinya. Untuk maksus pemahaman lebih komprehensif mengenai makna, jenis, dan identifikasi wilayah berikut ini akan dikemukakan penjelasannya.

5.3.2.1 Identifikasi Wilayah Berdasarkan Ide Keseragaman
Konsep keseragaman (homogeneity) adalah konsep yang mendasarkan pada kesamaan sifat/karakter suatu kenampakan. Keseragaman sifat mana akan merupakan karakteristik atau atribut khusus suatu kenampakkan dalam suatu daerah tetentu yang berbeda dengan daerah lain. Oleh karena penampilan keseragaman sifat selalu ada batas-batasnya, maka batas-batas yang menunjukkan berakhirnya suatu keseragaman menrupakan batas-batas wilayah yang bersangkutan. Dalam disiplin Geografi, tidak jarang ditemukan bahwa batas-batas sifat tertentu yang menjadi ciri khas suatu wilayah sangat sulit dilacak adanya dilapangan. Hal-hal yang menyangkut sifat-sifat atau karakter khusus fenomena kemanusiaan (human phenomena) sangat sulit dikenali batas-batasnya dilapangan dan pada umumnya batas-batas wilayah yang ada bukan merupakan garis riil, tetapi merupakan garis imajiner atau garis maya atau garis konseptual yang dengan pertimbangan ilmiah ditentukan di lapangan.
Dalam kenyataannya, batas karakteristik kemampuan non-fisikal bukan merupakan garis dalam arti sebenarnya walau dalam garis imajiner sekalipun, namun merupakan sebuah jalur zona yang membentuk dan mempunyai karakteristik tersendiri pula. Konsekuensi ilmiah yang muncul adalah terbentuknya wilayah baru dalam koridor ide keseragaman yang mempunyai sifat hybrid antara sifat wilayah atau dengan wilayah yang bertetangga secara langsung. Dalam hal ini dapat dicontohkan mengenai wilayah Bahasa Sunda dan wilayah Bahasa Jawa tipe Yogyakarta. Untuk mengenali batas masing-masing wilayah bahasa seorang peneliti tidak dapat menetapkan dengan pasti, namun dapat mengamati dan merasakan bahwa pada suatu daerah yang terletak antara daerah yang menggunakan Bahasa Jawa tipe Yogyakarta dengan daerah yang menggunakan Bahasa Sunda atau suatu daerah yang yang mempunyai karakteristik bahasa tersendiri yang mempunyai sifat-sifat campuran Bahasa Jawa dan Bahasa Sunda dan daerah dengan karakteristik peralihan seperti itu membentuk wilayah tersendiri. Demikian pula halnya dengan sifat kedesaan dan sifat kekotaan yang masing-masing menampilkan karakter yang khas dan sangat berbeda ditinjau dari berbagai presfektif, namun di antara sifat kedesaan sebenarnya dan sifat kekotaan sebenarnya terdapat jalur khusus yang mempunyai karakteristik hibrida antara sifat kekotaan dan kedesaan secara bersama-sama dan jalur ini mempunyai nama yang bermacam-macam. Untuk mengenali lebih mendalam, silahkan membaca buku penulis yang berjudul Dinamika Wilayah Peri-Urban: Determinan Masa Depan Kota, yang diterbitkan oleh Penerbit Pustaka Pelajar.
Kondisi sifat-sifat yang berkaitan dengan human phenomena sangat berbeda dengan natural phenomena. Baik fenomena kemanusiaan dan fenomena alami dapat memiliki sifat-sifat fisikal (maujud), sehingga dalam hal ini penulis tidak menyamakan antara physical phenomena dengan natural phenomena. Kenampakkan fisikal baik untuk gejala kemanusiaan (physic-artifical phenomena) maupun gejala alami (physic-natural phenomena) relative lebih mudah dilacak batas-batasnya di lapangan dibandingkan dengan gejala non-fisik seperti budaya, agama, bahasa, dan lain sejenisnya. Hal ini bukan berarti bahwa menentukan batas-batasnya sangat mudah untuk dilakukan, namun relatif lebih mudah, karena indikatornya merupakan hal-hal yang kasat mata sehingga lebih jelas terlihat dan lebih jelas untuk mengukurnya. Sebagai contoh mengenai batas wilayah persawahan dengan wilayah hutan, batas wilayah dengan jenis tanah tertentu dengan wilayah dengan jenis tanah lain, dan masih banyak contoh lainnya.
Untuk maksud penelitian, seorang peneliti tidak selalu dituntut untuk menentukan batas-batasnya, namun yang penting adalah kemampuan untuk menemukan karakteristik masing-masing wilayah dan segala aspek yang berkaitan dengan karakter tersebut. Untuk mengerjakan hal tersebut peneliti dituntut untuk menetukan sampel wilayah yang betul-betul mewakili masing-masing wilayah dan hal ini tidak boleh ditentukan dlokasi di mana terdapat percampuran karakteristik masing-masing wilayah. Penentuan wilayah sampel harus dilakukan pada bagian wilayah yang menampilkan diferensiasi sifat paling besar dan hal ini terdapat pada wilayah yang disebut sebagai wilayah inti.
Istilah yang digunakan untuk menyebuat suatu wilayah yang karakterstiknya didasarkan pada ide keseragaman, yaitu wilayah formal (formal region), wilayah homogeny (homogeneous region), wilayah seragam (uniform region). Beberapa contoh wilayah formal yang didasarkan pada fenomena fisik alami antara lain: wilayah tanah regosol, wilayah tipe iklim gurun, wilayah hutan primer, wilayah formasi batuan gamping, wilayah pantai, wilayah gumuk pasir. Contoh wilayah yang mendasarkan pada karakteristik fenomena non-fisik budayawiantara lain wilayah bahasa Mandar, wilayah etinik Batak, wilayah budaya pesisiran, wilayah agama Islam, wilayah budidaya rumput laut, wilayah budidaya ikan hias.


5.3.2.2 Identifikasi Wilayah Berdasarkan Ide Keanekaragaman
Suatu karakteristik wilayah ternyata tidak hanya dapat dikenali berdasarkan keseragaman property yang ada didalamnya, namun ternyata dapa dikenali melalui karakteristik keaneka ragamannya. Oleh karena ide yang digunakan untuk mengenali karakterstik wilayahnya adalah keanekaragaman kinerja sub-subwilayah, maka dengan sendirinya skala wilayah yang tercakup jauh lebih luas dari wilayah yang identifikasinya hanya didasarkan pada ide keseragaman semata. Beberapa istilah yang digunakan untuk wlilayah jenis ini adalah wilayah heterogen (heterogenous region), wilayah fungsional (functional region), wilayah nodal (nodal region), wilayah organik (organic region). Penggunaan istilah yang beraneka tersebut bukan tanpa makna, namun mengacu pada sifat wilayah tersebut. Identifikasi wilayah jenis ini dapat didasarkan pada satu atau beberapa jenis kegiatan yangterbentuk dalam jejaring keterkaitan antara sub-sub wilayah. Misalkan jejaring ekonomi, jejaring social, jejaring cultural, atau gabungan dari kegiatan tersebut. Di dalam jejaring ekonomi saja misalnya, dapat hanya mendasarkan pada keterkaitan antar sub-subwilayah atas dasar peredaran komoditas tertentu, misalnya bahan pangan atau beras saja, sayuran saja, dan lain sejenisnya. Dalam hal sosial misalnya hanya mendasarkan pada sirkulasi berita yang dilakukan atau dicerminkan oleh sirkulasi surat kabar harian tertentu, dan masih banyak contoh lain yang dapat dikemukakan. Makin banyak hal/topic yang digunakan untuk mengenali jejaring keterkaitan antara sub-sub wilayah makin kompleks keberadaan wilayah fungsional yang terbentuk.
Wilayah heterogen digunakan karena mengacu pada varisai keberadaan sub-wilayah yang bermacam-macam didalamnya. Dari keaneka ragaman inilah wilayah tersebut menampilkan karakteristik yang dapat dibedakan dengan wilayah lainnya. Sementara itu, masing-masing sub wilayah menampilkan dirinya sebagai suatu formal region. Sub-sub wilayah yang berbeda tersebut juga mencerminkan karakteristik sumberdaya yang berbeda-beda pula dengn segala kelebihan dan kekurangan masing-masing. Atas dasar inilah masing-masing sub wilayah akan menjalin kerjasama/hubungan dengan sub-sub wilayah lain untuk mengisi kekurangan dirinya dengan memanfaatkan kelebihan wilayah lain dan proses kerja sama ini dalam bahasa wilayah juga disebut proses interaksi dan interdependensi. Sebagai contoh terjalinnya proses interaksi adalah antara sub-wilayah penghasil beras dan sub-wilayah penghasil sayuran. Sub-wilayah penghasil beras biasanya terletak di dataran rendah dan sub-wilayah penghasil sayuran terletak didataran tinggi. Masyarakat didataran rendah mempunyai cadangan beras untuk makan, namun tidak mempunyai cadangan sayuran, karena makan nasi saja tidak cukup, dan mereka memerlukan sayuran sebagai kelengkapan hidangan dan gizi. Demikian pula halnya dengan sub-wilayah penghasil sayuran yang memerlukan nasi sebagai menu utama, walaupoun cadangan sayurannya melimpah. Hal inilah yang mendasari terjalinnya kterkaitan fungsional/keterkaitan antara satu subwilayah dengan sub-wilayah yang lain karena saling membutuhkan. Keterkaitan fungsional mana terjadi begitu rumit dan kompleks dalam berbagai aspek kehidupan, dan kenyataan ini mengilhami untuk menamakan wilayah tersebut dengan wilayah fungsional (functional region).
Oleh karena adanya keterkaitan fungsional berbagai aspek kehidupan terciptalah pusat-pusat kegiatan pada lokasi yang paling strategis dan pada umumnya ditinjau dari segi aksesibilitasnya. Lokasi yang dianggap paling strategis dan pada umumnya ditinjau dari segi aksesibilitas adalah lokasi yang paling mudah dijangkau dari beberapa lokasi yang lain. Peranan prasarana dan sarana dan transportasi memegang peranan paling menentukan terhadap perkembangan pusat-pusat kegiatan. Makin tinggi aksesibilitas sesuatu lokasi pusat kegiatan, makin besar potensi perkembangan pusat kegiatan tersebut, sehingga pada perkembangannya kemudian akan memunculkan pusat kegiatan utama/primer (paling besar), pusat kegiatan sekunder, tersier, dan seterusnya. Pusat-pusat kegiatan tersebut berperan menjadi simpul pemusatan kegiatan dari berbagai sub-wilayah yang beraneka ragam tersebut dan membentuk suatu sistem kegiatan wilayah yang solid, dan hal inilah yang mendasari mangapa wilayah tersebut juga disebut sebagai wilayah nodal (nodal region). Keberadaan wilayah yang ditandai oleh adanya keterkaitan fungsional yang terkontrol oleh suatu simpul kegiatan memunculkan sistem wilayah yang khas dan berbeda dari wilayah lainnya.
Dalam perkembangannya, suatu sistem kegiatan yang terbentuk dalam suatu satuan wilayah yang besar akan melalu mengalami pasang surut, dalam hal ini disebabkan oleh berbagai faktor. Oleh karena wilayah fungsional yang mendasarkan pada eksistensi keterkaitan antara sub-subwilayah, maka keberadaannya pun sangat ditentukan oleh hal tersebut, padahal jejaring kegiatan yang terbentuk dapat pula mengalami pasang surut. Pada awalnya terbentuknya sistem kegiatan dalam suatu wilayah masih meliputi daerah yang sempit dan apabila terjadi perkembangan yang baik maka makin lama daerah keterkaitan sub-subwilayah semakin menjadi luas, sehingga wilayah fungsional yang terbentuk juga menjadi semakin luas cakupannya. Keadaan sebaliknya dapat pula terjadi dimana jejaring keterkaitan antara sub-subwilayah menjadi semakin menurun dan bahkan terhenti sama sekali, sehingga wilayah fungsional yang terbentuk menjadi semakin sempit dan bahkan hilang sama sekali. Beberapa ahli mengatakan bahwa keberadaan wilayah fungsional dapat diibaratakan sebagai makhluk hidup yang dimulai dari kelahiran, perkembangan dan diakhiri oleh suatu kematian.
Kelahiran suatu wilayah fungsional ditandai oleh munculnyan jejaring keterkaitan kegiatan antar sub-sub wilayah, perkembangan wilayah fungsional terjadi kalau jejaring keterkaitan antar sub-subwilayah tersebut menjadi semakin luas dan penurunan wilayah fungsional dapat terjadi kalau jejaring antar sub-sub wilayah menjadi semakin lemah, sehingga keberadaan wilayah fungsional menjadi semakin sempit. Apabila kemudian ternyata jejaring keterkaitan antar sub-subwilayah pada jenis kegiatan tertentu tersebut menjadi hilang, maka hilanglah wilayah fungsional tersebut. Disinilah titik berakhirnya keberadaan wilah fungsional atau ibara titik kematian suatu organism. Atas dasar inilah, wilayah fungsional juga disebut sebagai wilayah organik (organic region).
Sebagai contoh dapat dikemukakan di sini adalah wilayah organic yang didasarkan pada sirkulasi berita yang diwakili oleh surat kabar harian X yang pusat penerbitannnya adalah di kota Yogyakarta. Koran X ini merupakan koran tingkat lokal yang menerima berita-berita utama dari DIY dan Jawa Tengah, dan menyebarkan korannya khusus untuk kawasan DIY dan Jawa Tengah juga. Lalu lintas berita yang berasal dari sub-subwilayah di DIY dan JawaTengah kemudian diolah di Kota Yogyakarta sebagai pusat kegiatan (node) dan kemudian disebarkan lagi ke wilayah DIY dan Jawa Tengah. Wilaya yang tercakup ddalam lalu lintas berita baik pemasok dan penerima merupakan dasar delimitasi wilayah fungsional yang mendasarkan pada hal tersebut. Apabila pada perkembangan selanjutnya, kinerja Koran X tersebut semakin diminati olah masyarakat, karena beritanya tajam, akurat, banyak rubric yang menarik dan aktual, gambarnya jernih dan bagus, sehingga sebaran berita tidak hanya terbatas di DIY dan JawaTenag saja, namun sampai Jawa Barat dan Jawa Timur, bahkan mengalahkan Koran-koran local lain. Pada saai itu terlihat batas wilayah fungsional atas dasar sirkulasi berita tersebut menjadi semakin luas, yaitu meliputi seluriuh pulau Jawa.
Keadaan sebaliknya dapat terjadi juga, yaitu menurunkan kinerja Koran X karena pergantian pimpinan, sehingga manajemennya semaik buruk, performa korannya menjadi semakin tidak menarik, banyak bermunculan koran-koran baru sebagai pesaing yang lebih menarik dan lebih murah, maka sirkulasi Koran X akan semakin menurun dan bahkan tidak mungkin akan gulung tikar perusahaannya. Disinilah terlihat, bahwa eksistensi wilayah fungsional atas dasar sirkulasi berita yang diwakili oleh Koran X dengan pusat kegiatan di kota Yogyakarta akan semakin sempit dan akhirnya hilang sama sekali.

5.3.2.3 Identifikasi Wilayah Berdasarkan Tema Kajian
Tema kajian menentukan penamaan suatu wilayah, apakah identifikasinya didasarkan pada ide keseragaman ataukah didasarkan pada ide keanekaragaman. Tema kajian sendiri harus jelas adanya , sehingga tidak memberikan informasi yang mempunyai banyak tafsiran (ambiguous). Sebagai contoh dapat dikemukakan mengenai wilayah lingkungan walaupun tema yang dikemukakan jelas adanya, yaitu mengenai lingkungan, namun arti wilayah lingkungan itu sendiri sangat tidak jelas, padahal untuk dapat mengidentifikasi wilayah, salah satu syaratnya adalah adanya karakteristik wilayah. Karakteristik mana digunakan sebagai dasar untuk membedakan dengan wilayah lain, khususnya yang bertetangga.
Wilayah lingkungan sendiri mempunyai banyak penafsiran antara lain wilayah yang lingkungannya baik, wilayah yang lingkungannya rusak, wilayah lingkungan sosial, wilayah lingkungan industri, linhgkungan wilayah perkotaan, dan masih banyak lagi predikatbyang dapat melekat pada kata wilayah lingkungan itu sendiri. Sampai di sini pun pemakaian notasi wilayah rusak misalnya, masih memerlukan predikat lain yang lebih khusus dalm rangka menonjolkan karakteristiknya, apakah lingkungan biotik, abiotik, sosial, ekonomi, kultural, dan lain sejenisnya. Dalam hal tertentu, notasinya sudah memberikan kejelasan makna karena tema yang diungkapkannya telah jelas. Namun demikian, apabila memungkinkan akan jauh lebih baik, apabila peneliti mampu mengungkapkan notasi wilayah yang didasarkan pada tema tertentu secara jelas dan khusus dalam artian tidak menimbulkan penafsiran ganda. Untuk mengatasi masalah ini para peneliti masih dituntut untuk memberikan notasi yang sangat khusus dalam rangka menekankan kekhasannya.
Sebagai contoh dapat dikemukakan, misalnya untuk wilayah lingkungan perkotaan (masih bermakna ganda), masih dapat dijabarkan menjadi wilayah lingkungan permukiman kumuh (sudah memberikan kejelasan makna). Permukiman kumuh sebagai suatu obyek kajian sudah jelas maknanya, yaitu daerah permukiman yang mempunyai kualitas material bangunan dan lingkungan yang sangat jelek, fasilitas kehidupan yang sangat kurang dan kondisinya buruk, kepadatan bangunan yang tinggi.
Goodall (1987) mengemukakan istilah slum sebagai berikut:
…slum is area of sub-standart, over crowded housing occupiedby the poor, the unemployed, the uneplyable who cannot afford to live elsewhere..
Sementara itu, Yudohusodo et al. (1991) mengemukakan beberapa ciri permukiman kumuh, antara lain (1) kondisi fisik lingkungan tidak memenuhi persyaratan teknis kesehatan, yaitu kurangnya atau tidak tersedianya prasarana, fasilitas dan utilitas lingkungan, (2) kondisi bangunan sangat buruk, bahan-bahan banguna bersifat non permanen dan tata letak bangunan tidak teratur, (3) kepadatan bangunan sangat tinggi (KDB lebih besar dari yang diinginkan) dan kepadatan penduduk sangat tinggi (>500 jiwa/ha) dan (4) fungsi-fungsi kota yang bercampur baur dan tidak beraturan.
Dua contoh definisi tersebut memberikan kejelasan makna istilah permukiman kumuh yang digunakan dibandingkan dengan penggunaan istilah wilayah lingkungan perkotaan, wilayah permukiman yang belum memberi kejelasan makna. Dengan menggunakan predikat permukiman kumuh, maka kekhasan tema yang digunakan untuk identifikasi wilayah menjadi jelas dan tidak menimbulkan penafsiran yang beraneka. Di dalam wilayah perkotaan keberadaan permukiman kumuh dapat dikenali dan bahkan dapat diidentifikasi batas-batas fisikalnya.
Di dalam studi Geografi identifikasi atas dasar tema kajian dapat dibedakan ke dalam berbagai perspektif antara lain (1) atas dasar tema skala wilayah, (2) atas dasar tipe lingkungan, (3) atas dasar zona wilayah, (4) atas dasar keilmuan. Atas dasar skala wilayah dapat dikenali dengan mengenali wilayah lokal, wilayah regional, wilayah nasional, wilayah inter-regional, wilayah global. Atas dasar tipe lingkungan, dapat diidentifikasi wilayah lingkungan biotik, wilayah lingkungan abiotik, wilayah lingkungan sosial, wilayah lingkungan kultural, dan wilayah lingkungan politik. Atas dasar zona wilayah dapat dikenali antara lain wilayah Afrika, wilayah DAS Kapuas, wilayah hujan tropis, wilayah pantai, wilayah peri urban, dan lain sejenisnya. Atas dasar keilmuan dapat dikenali antara lain wilayah geografis, wilayah biologis, wilayah hidrologis, wilayah geologis, dan masih banyak contoh yang lain.
Oleh karena itu banyaknya predikat wilayah yang dapat digunakan, seorang peneliti dituntut untuk mampu memberi kejelasan makna mengenai istilah wilayah hasil identifikasinya secara jelas dan tidak bermakna ganda. Uraian diatas diharapkan memberikan panduan bagi peneliti untuk secara kritis mampu mengungkapkan istilah wilayah dengan lebih baik.

5.3.2.4 Identifikasi Wilayah Berdasarkan Jumlah Topik
Dalam studi wilayah, banyak sedikitnya topik yang digunakan untuk mengidentifikasi wilayah sangat tergantung pada maksud dan tujuan identifikasi yang dumaksud. Adakalanya dalam kajian tertentu peneliti hanya membutuhkan satu topic saja dan bahkan dapat membutuhkan beberapa topic untuk maksud identifikasi. Identifikasi wilayah yang hanya mendasarkan satu topic pada umumnya digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk analisis wilayah yang lebih kompleks sifatnya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menggabungkannya dengan dasar identifikasi wilayah yang bersangkutan atas dasar topik-topik lain. Dengan demikian dalam satu wilayah kajian yang sama dapat diperoleh beberapa peta yang menggambarkan berbagai macam sub-subwilayah dengan karakter yang beraneka pula atas dasar topik yang beraneka pula.
Setelah informasi tersebut dapat dikumpulkan, maka peneliti akan memilih topik-topik mana dapat digabungkan menjadi satu analisis untuk mencapai tujuan tertentu. Composite index atas dasar penilaian topik yang beraneka tersebut akan menghasilkan karakter wilayah dari tinjauan beraneka macam topik dan hal ini dapat dua, tiga, atau lebih topik yang dipadukan dan hal ini sangat tergantung pada maksud dan tujuan perwilayahan yang dilakukan. Identifikasi wilayah atas dasar banyak sedikitnya topik bahasan dapat dikelompokkan menjadi (1) single topic region, (2) double topic region, (3) multiple topic region, (4) combined topic region, (5) ad-hoc region, (6) total region.

A. Wilayah Satu Topik (Single Topic Region)
Keberadaan wilayah yang ditinjau dari segi banyak sedikitnya topik kajian tidak boleh diartikan sebagai tinjauan eksklusif terhadap tinjauan keberadaan wilayah yang mendasarkan pada ide keseragaman. Hal ini dapat diartiakan bahwa tinjauan-tinjauan wilayah atas dasar banyak sedikitnya topik kajian pada umumnya juga mendasarkan pada ide keseragaman karakter properti internal dari wilayah yang bersangkutan. Wilayah satu topik adalah wilayah yang keberadaannya hanya didasarkan pada satu topik tinjauan semata, dan keberadaan satu topik tersebut juga mempunyai karakter yang seragam dalam wilayah tersebut , dan hal inilah yang dapat digunakan sebagai dasar identifikasi. Hal ini disebabkan karena tujuan identifikasi wilayah mengharuskan demikian, sehingga yang dibutuhkan hanya satu topic kajian saja. Topic kajian mana dapat dimbilkan dari fenomena fisik alami, fisik budayawi, sosial, kultural, ekonomi, politik, lingkungan.
Sebagi contoh wilayah dengan satu topik yang diambilkan dari fenomena fisik alami adalah wilayah yang ditandai oleh karakteristik jumlah curah hujan sepanjang tahun. Untuk menegtahui tipe iklim suatu wilayah, misalnya peneliti membutuhkan informasi mengenai distribusi curah hujan sepanjang tahun selama beberapa tahun, sebagai salah satu indikator untuk mengetahui tipe iklimnya. Dalam hal ini identifikasi wilayah berdasarkan sebaran curah hujan dapat dipetakan dan masing-masing subwilayah dengan karakteristik curah hujan tertentu merupakan wilayah yang hanya diidentifikasi dari satu topik saja.
Contoh-contoh untuk wilayah satu topik fenomena fisik alami lainnya antara lain adalah wilayah tipe tanah, wilayah tipe vegetasi, wilayah karakteristik hidrologis tertentu, wilayah erosi sedang, wilayah dengan kemiringan lereng antara 5%-10%, wilayah formasi geologis tertentu, wilayah pantai berpasir.
Contoh-contoh wilayah satu topik fenomena fisik budayawi antara lain adalah wilayah permukiman kumuh, wilayah kompleks bangunan industri, wilayah pemukiman sepanjang bantaran sungai, wilayah kompleks bangunan perkantoran, wilayah kompleks bangunan perdagangan, wilayah sawah beririgasi teknis.
Contoh-contoh wilayah satu topik fenomena sosio-kultural dalam arti luas antara lain wilayah berpenduduk pendidikan menengah sampai tinggi, wilayah masyarakat nelayan, wilayah kerajinan, wilayah pengiriman TKI, wilayah suku Baduy Luar, wilayah pembalakan hutan, wilayah berbahasa Madura, wilayah berbahasa Bugis, wilayah kesenian pesisiran, wilayah kesenian reog, wilayah pertanian salak pondoh, wilayah budidaya udang galah, wilayah penduduk berpenghasilan tinggi, wilayah produktif, wilayah agama Islam, wilayah agama Katolik, wilayah PDIP, wilayah GOLKAR, wilayah erosi berat, wilayah terpolusi CO2, wilayah kebakaran hutan lebat.

B. Wilayah Topik Ganda (Double Topic Region)
Khusus mengenai wilayah topik ganda, identifikasi wilayah hanya mendasarkan pada dua topik saja dan kedua macam topik tersebut tidak merupakan sub-ordinasi yang lain serta tidak dapat difusikan menjadi satu topik yang lebih besar. Pemilihan dua macam topik ini dapat didasarkan pada pertimbangan khusus terkait dengan tujuan regionalisasinya/pewilayahannya. Sebagai contoh suatu upaya penilaian bagian tertentu di wilayah peri-urban untuk dijadikan pertimbangan preservasi lahan pertanian. Bagian-bagian wilayah pertanian mana yang mempunyai prioritas utama untuk dilakukan preservasi dan bagian wilayah mana yang mempunyai prioritas kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya. Untuk maksud tersebut diperlukan informasi terkait dengan tujuan preservasi lahan pertanian dengan mempertimbangkan keberadaan saluran irigasi, keberadaan air irigasi sepanjang tahun, kesuburan tanah terkait dengan produktivitas tanahnya. Dengan mengambil topik kesuburan tanah dan keberadaan air irigasi sepanjang tahun akan dapat diketahui mengenai karakteristik sub-subwilayah yang berbeda-beda dan dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk preservasi dan bagian mana yang dapat dialokasikan untuk pengembangan kota pada masa akan datang yang dekat.
Wilayah yang dihasilkan adalah wilayah yang eksistensinya mendasarkan pada dua macam topik, atau dikenal dengan wilayah dua topik/wilayah topik ganda/double topic region. Ditinjau dari topik kesuburan, misalnya dapat dikemukakan penilaian menjadi sangat subur (SS), subur (S), sedang kesuburannya (Ss), dan tidak subur (TS). Untuk keberadaan air pengairan terdapat variasi antara lain sepanjang tahun irigasi teknis (STit), musim penghujan saja irigasi teknis (MHit), tadah hujan (TH). Dengan menggabungkan dua macam karakter tersebut, akan diperoleh dua macam variabel yang mencirikhasi sub-subwilayah yang dievaluasi, yaitu (SSSTit), (SSMHit), (SSTH), (SSTit), (SMHit), (STH), (SsTit), (SsMHit), (SsTH), (TSSTit), (TSMHTit), (TSTH). Dari hasil penilaian tersebut diperoleh rentang prioritas preservasi atas dasar topik gada mulai SSSTit (prioritas utama) sampai TSTH sebagai subwilayah prioriras paling akhir. Hasil tersebut dapat dipetakan, sehingga dengan mudah dapat dikenali mengenai sebaran keruangannya (spatial distribution).

C. Wilayah Multi Topik (Multiple Topic Region)
Keberadaan wilayah multi topik adalah suatu wilayah yang diidentifikasi berdasarkan tiga topik atau lebih yang masing-masing topik tersebut tidak dapat difusikan menjadi satu topik besar. Masing-masing topik mempunyai karakteristik sendiri yang bukan merupakan subordinasi dari topik lain. Sebagai contoh adalah antara topik jenis batuan dengan topik jenis/topik iklim yang keduanya bukan merupakan subordinasi dari yang lain. Hal ini merupakan kunci pengenalan multiple topic region, karena dalam suatu studi wilayah, ada jenis identifikasi wilayah yang juga mendasarkan pada beberapa macam topik yang mungkin berjumlah tiga atau lebih, namun mempunyai istilah berbeda yang disebut dengan fused topic/combined topic region dan hal ini akan dijelaskan pada paragraf berikutnya.
Contoh yang dapat dikemukakan disini adalah upaya untuk tujuan perencanaan daerah baru kawasan transmigrasi. Untuk daerah yang belum dikembangkan dan masih berupa kawasan hutan sekunder misalnya, peneliti harus mengetahui beberapa hal yang bersangkut paut dengan upaya penilaian kecocokan lahan sesuai dengan peruntukkannya. Kawasan yang sudah ditunjuk untuk maksud tersebut harus diteliti untuk mengetahui sub-subwilayah mana yang paling cocok untuk pertanian lahan kering, lahan pertanian basah, untuk pemukiman, untuk prasarana pemukiman, dan lainnya terkait dengan kebutuhan peruntukan bagi keberadaan daerah pemukiman transmigrasi. Untuk maksud tersebut diperlukan penilaian kecocokan peruntukkan dari berbagai topik, sehingga memunculkan identifikasi atas dasar berbagai topik yang nama wilayahnya akan berbeda dengan wilayah yang hanya mendasarkan satu topik saja. Kejelasan mengenai hal ini kan disajikan dalam contoh-contoh yang dikemukakan dalam subbahasan selanjutnya.
Untuk penilaian sub-wilayah pemukiman dengan sendirinya mempunyai persyaratan yang berbeda dengan sub-wilayah pengembangan lahan pertanian basah, lahan pertanian kering, dan seterusnya. Sebagai contoh konkret dapat dikemukakan adalah upaya untuk menilai persyaratan kecocokan lahan untuk pemukiman, mestinya mempertimbangkan antara lain topik topografi, topik hidrologi, topik aksesibilitas, topik geologi, sedang iuntuk kecocokan lahan pertanian basah menuntut topik pedologi, hidrologi, topografi, topik topografi, topik geologi, dan topik klimatologi. Metode berbeda yang dicontohkan tersebut akan menghasilkan zonasi yang berbeda, dan hasilnya kemudian akan dipadukan dengan upaya identifikasi untuk maksud yang lain pula, sehingga pada tahap akhir akan diketahui sub-subwilayah mana yang cocok untuk apa. Geographic Information System sangat dianjurkan untuk dimanfaatkan dalam rangka mencapai tujuan penelitiannya. Ide yang dilaksanakan adalah sama dengan apa yang dicontohkan dalam double topic region,hanya perbedaannya terletak pada jumlah topik yang digunakan sebagai dasar identifikasi sub-sub wilayah.

D. Wilayah Topik Terfusi
(Fused Topic Region/Combined Topic Region)
Jenis wilayah ini sangat khusus, karena yang menjadi dasar identifikasi adalah karakter topik-topik yang digunakan dan jumlah topiknya tiga atau lebih. Masinhg-masnig topik merupakan bagian dari satu topik besar yang apabila digabungkan menjadi satu, akan memunculkan topik baru. Topik baru mana dicirikhasi oleh gabungan sifat-sifat dari masing-masing topik yang terfusi.
Secara abstrak dapat dicontohkan sesuatu topik A, B, C, dan D yang dapat berdiri sendiri-sendiri, namun apabila topik-topik tersebut bergabung menjadi satu akan membentuk topik besar E. sifat topik besar E dicirikhaskan oleh gabungan sifat topik A, B, C, dan D. sebagai contoh yang nyata dapat dikemukakan di sini, yaitu penilaian suatu wilayah atas kondisi tekstur tanah, konsistensi tanah, struktur tanah, genesis tanah, kandungan Ph tanah, yang memunculkan zonasi wilayah atas dasar topik-topik tersebut. Namun, apabila semua topik tersebut difusikan menjadi satu maka akan terciptalah topik besar baru yang kemudian dikenal dengan jenis tanah.
Contoh lain dapat dikemukakan yaitu mengenai penilaian suatu wilayah atas dasar topik curah hujan, suhu, arah angin, kelembaban, akan memunculkan sub-subwilayah atas dasar topik tersebut. Namun, apabila topik-topik tersebut difusikan akan menjadidasar pengenalan tipe iklim (topik baru) suatu wilayah. Di sinilah perbedaan antara double topic region di satu sisi, dengan fused/combined topioc region di sisi yang lain.

E. Wilayah Ad-Hoc (Ad-Hoc Region)
Secara harfiah, istilah ad-hoc diartikan sebagai for this special purpose, sehingga secara komprehensif dapat diartikan sebagai kata keterangan untuk menjelaskan sesuatu yang mempunyai tujuan/tinjauan khusus. Dalam kaitannya dengan wilayah, istilah ad-hoc dapat diartikan sebagai suatu wilayah yang keberadaannya didasarkan pada sesuatu yang sanga khusus/istimewa atau diistimewakan, sehingga dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai wilayah istimewa atau wilayah diistimewakan. Oleh karena hal itulah maka terkait banyak sedikitnya topik yang digunakan untuk mengidentifikasinya juga sangat bervariasi dari satu macam topik saja sampai lebih dari satu macam topik. Perbedaannya dengan jenis wilayah yang terdahulu seperti single topic region, double topic region, combined topic region, multiple topic region, terleyak pada latar belakang pengenalannya. Pada jenis wilayah tersebut pengenalannya bermula dari dari banyaknya topic, sedangkan pada wilayah ad-hoc pengenalannya bermula dari sifat istimewa atau sifat yang diistimewakan terhadap wilayah yang bersangkutan dan banyak sedikitnya topik menyusul kemudian.
Untuk dapat memahami itilah ini beberapa contoh akan dikemukakan baik mengenai wilayah istimewa maupun wilayah diistimewakan . Wilayah istimewa adalah wilayah yang kemunculannya disebabkan oleh karena peristiwa-peristiwa yang sangat khusus pula sehingga memerlukan perhatian khusus pula. Kejadian-kejadian istimewa yang banyak mendapatkan perhatian pada umumnya terkait dengan bencana yaitu peristiwa yang mempunyai potensi mengancam hilangnya jiwa manusia, harta benda atau kemampuan reproduksi manusia atau makhluk hidup lainnya atau gabungan dari hal itu. Peristiwa-peristiwa mana dapat merupakan peristiwa yang bersifat alami murni (natural), gabungan antar alami dan karena ulah manusia (semi natural/semi artificial) maupun berifat artifisial murni, yaitu karena kesalahan manusia semata (human error). Peristiwa alami murni dapat dicontohkan antara lain erupsi gunung berapi (volcanic eruption), tsunami, kebakaran hutan karena tersambar petir, gempa bumi (earthquake), tanah terban (land subsidence). Peristiwa semi alami antara lain jebolnya waduk karena kesalahan perhitungan kekuatan dam untuk menampung air hujan dalam intensitas tertentu. Peristiwa artifisial murni antara lain kebakaran hutan yang dipicu oleh ulah manusia membakar hutan untuk pembukaan lahan baru.
Beberapa contoh diatas dapat dikenali keberadaannya secara spasial di permukaan bumi dan kemudian dapat dituangkan ke dalam sebuah peta. Dari peta tersebut dapat ditentukan batas-batas daerah terdampak dan tidak terdampak dan bagian tersebutlah yang disebut sebagai wilayah istimewa/ad-Hoc region. Tahap selanjutnya, adalah menentukan perlakuan-perlakuan tertentu/perhatian khusu terhadap wilayah yang bersangkutan. Sebagai contoh nyata adalah wilayah yang mengalami kerusakan akibat terjangan tsunami. Beberapa kebijakan terkait dengan rehabilitasi wilayah dengan sendirinya hanya dipusatkan pada wilayah yang mengalami kerusakan.
Wilayah diistimewakan merupakan wilayah yang mungkin saja tidak menampilkan dirinya mempunyai kenampakkan khusus atau istimewa, namun karena ada tujuan tertentu yang akan dicapai, maka bagian dari wilayah tersebut kemudian ditentukan batas-batasnyadan diberlakukan secara istimewa. Dalam wilayah istimewa memang terdapat kenampakan-kenampakan khusus, sedangkan dalam wilayah diistimewakan dapat mempunyai kenampakan khusus maupun tidak. Sebagai contoh nyata pada suatu wilayah pertanian yang luas dan sebagian dari padanya akan dikonversikan menjadi areal pengembangan industri dan akan kompleks industri yang besar, maka bagian tertentu yang sudah ditentukan sebagian areal pengembangan industri tersebut merupakan wilayah yang diistimewakan, karena akan diubah ronanya. Bagian wilayah yang sudah dipatok untuk pengembangan industri, sebelum dikonversikan masih merupakan lahanpertanian yang sama dengan bagian-bagian lainnya, namun mulai saat ditentukan batas-batasnya, maka bagian yang sudah ditentukan tersebut merupakan wilayah diistimewakan. Bagian tersebut khususnya akan mendapat perlakuan khusus terkait dengan pengembangan kompleks industri, sepertipenelitian hidrologis, pedologis, geomorfologis, geologis, ekonomis, sosial, budaya, dan ekologisnya.
Tugas : Carilah contoh wilayah ad-hoc yang bersifat istimewa atau yang diistimewakan.

F. Wilayah Total (Total Region)
Istilah wilayah total sering dipadankan dengan istilah compageyang pertama kali diperkenalkan oleh Derwent Whittlesey (in Goodall, 1987). Secara deskriptif dikamukakan sebagi berikut:
…a total region is a region distinguished by a community of feeling among its inhabitants as well as by all the features of the physical and biotic environment funcionally association with human occupance of the earth…
Pada perkembangannya kemudian istilah tersebut tidak banyak digunakan dan istilah total region lebih populer dan lebih sering digunakan dalam setiap studi mengenai wilayah. Dalam hal ini yang menjadi tekanan adalah kesatuan wilayah unik yang keberadaannya terbentuk karena proses interelasinya dengan elemen-elemen lingkungan biotik, abiotik, sosiokultural dalam arti luas. Keunikan wilayah yang bersangkutan lebih ditekankan pada kegiatan manusia yang ada dibagian tertentu dipermukaan bumi tidak muncul dalam waktu yang pendek, namun melalui proses yang panjang. Proses adaptasi ekologis atau proses penyesuaian manusia terhadap lingkungan sekitar dengan berbagai elemennya telah menciptakan bentuk kehidupan yangoleh sekelompok penduduk dianggap sebagai bentuk kemapanan dan bentuk kemapanan inilah yang mendasari timbulnya ide total region.
Sebagai contoh terdapatnya bentuk kehidupan yang diwarnai oleh kegiatan pertanian lahan kering dengan tanama utama ketela pohon misalnya, tercipta dalam kurun waktu yang lama bahkan melalui beberapa generasi manusia. Dalam menyelenggarakan kehidupannya manusia yang selalu mencoba memanfaatkan lingkungannya sebaik-baiknya/seoptimal mungkin dalam lingkup penalarannya melalui pembelajaran berdasarkan pengalaman (learning by doing). Kegagalan-kegagalan yang mewarnai upaya-upaya adaptasi kemudian ditinggalkan dan mencoba upaya-upaya baru sampai ditemukan bentuk kehidupan tertentu yang dianggap mendatangkan hasil paling optiomal dan merupakan bentuk ekuilibrium sistem ekuilibrium sistem kehidupannya. Bentuk-bentuk kehidupan tersebut dapat saja mengalami perubahan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang memungkinkan manusia untuk menciptakan bentuk adaptasi baru dan bentuk ekuilibrium baru dalam ekosistemnya.
Untuk daerah yang pada awalnya mendasarkan kegiatan pertanian lahan kering dengan tanaman utama ketela yang rata-rata penghasilan rendah dan petani miskin, dapat berubah karena introduksi teknologi tertentu. Daerah dengan masyarakat yang semula miskin dapat berubah menjadi masyarakat yanr tidak miskin. Misalnya di daerah tersebut kemudian dibangun industri tertentu berbasis bahan mentah ketela yang mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat secara signifikan. Kondisi masyarakat miskin, petani lahan kering berubah menjadi masyarakat yang kegiatannya disamping sebagai petani, juaga mempunyai kegiatan industri rumah tangga ehingga penghasilannya meningkat secara signifikan. Hasil industri rumah tangga kemudian dipasokkan ke industri yang lebih besar, biberi kemasan yang berstandar internasional dengan pemasaran yang lebih luas jangkauannnya. Ide wilayah total mengemukakan tinjauan holistik semua semua elemen wilayah dan hal ini berarti bahwa semua topik yang berkaitan dengan bentuk-bentuk kehidupan yang unik akan menjadi penekanan analisisnya.

5.3.2.5 Identifikasi Wilayah Berdasarkan Hierarki
Untuk menjelaskan ide hierarki (hierarchy) untuk studi wilayah, terlebih dahulu perlu diperjelas mengenai makna istilah ini. Hierarki adalah suatu konsep yang mengemukakan tentang mengenai tata jenjang, sehingga kurang pas apabila seseorang mengemukakan istilah hierarki 1 dan hierarki2, misalnya menerangkan bahwa hierarki 1 lebih tinggi atau lebih rendah dari pada hierarki 2. Contoh lain adalah wilayah A memiliki hierarki yang lebih tinggi dari pada wilayah B, karena istilah hierarki adalah tata jenjang itu sendiri, jadi hierarki satu adalah tipe hierarki, demikian puladengan hierarki tinggi adalah tipe hierarki. Hal ini dapat dipadankan dengan istilah tata kepangkatan. Adalah suatu yang tidak pas apabila mengatakan Bapak Dadap memiliki tata kepangkatan yang lebih tinggi dari Bapak Waru., karena tata kepangkatan adalah suatu tatanan jenjang kepangkatan itu sendiri. Namun, akan lebih pas kalau mengatakan bahwa Bapak Dadap memiliki golongan pangkat yang lebih tinggi dari golongan pangkat Bapak Waru.
Apabila seorang peneliti akan mengemukakan predikat wilayah dengan konsep tata jenjang, maka ada dua konsep yang dikemukakan, yaitu konsep mengenai order dan konsep mengenai ranking. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa dalam wilayah A terdapat beberapa tingkatan mengenai topikyang akan dibahas dan dapat diwujudkan dalam order maupun ranking. Seandainya akan dibandingkan dengan wilayah B dalam topik bahasan yang sama dapat pula dikemukakan dalam ide order atau ranking bahwa wilayah A mempunyai order yang lebih tinggi atau lebih rendah daripada wilayah B, demikian pula halnya dengan ide ranking bahwasannya wilayah A dapat mempunyai ranking yang lebih tinggi atau lebih rendah daripada wilayah B. Atau dengan kata lain dapat diungkapkan bahwa wilayah mempunyai jenjang yang lebih tinggi atau lebih rendah dari pada wilayah B dan bukan wilayah A mempunyai hierarki (tata jenjang) yang lebih tinggi ataupun lebih rendah daripada wilayah B, dan hal tersebut dapat dikemukakan dengan istilah order ataupun ranking (Barlow and Newton, 1971; Yunus, 2005).

A. Konsep Order
Untuk mengenali tata jenjang yang ditinjau dari order seorang peneliti harus mempunyai data yang memungkinkan untuk mengenali berbagai jenis wilayah dengan berbagai luasan pengaruhnya, karena identifikasi wilayahnya ditekankan pada ide tersebut. Apakah luasan pengaruh wilayah A meliputi wilayah B, C dan seterusnya sehingga dapat diketahui wilayha mana yang mempunyai kedudukan paling tinggi (jenjang paling tinggi), setingkat dibawahnya, dan seterusnya dibandingkan degan yang lain. Pengertian pengaruh dalam hal ini lebih ditekankan pada ide subordinasi (to bring under control) oleh satu wilayah terhadap wilayah lain. Untukd apat memahami ide tersebut dengan cara yang mudah, penuklis mengemukakan contoh praktis di dalam kehidupan sehari-hari sebagai berikut. Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa sebagai suatu wilayah, sebuah unit wilayah kecamatan merupakan unit wilayah yang beradadi bawah wilayah kabupaten, jadi wilayah kecamatan tersubordinasi oleh wilayah kabupaten dalam sistem tata pemerintahan di Indonesia dan demikian pula seterusnya baik ketas maupun kebawah. Dalam ide order tersebut terlihat adanya suatu sistem yang terdiri dali obyek dan sub-obyeknya, dan hal ini dalam fakta empiris terlihat dalam sistem politik administrasi (seperti contoh diatas), sistem politik praktis, sistem ekonomi, sistem budaya, sistem kriminal, dan masih banyak sekali untuk disebutkan satu persatu.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa titik tolak pengenalan konsep order dalam pembahasan mengenai tata jenjang (hierarchy) ditekankan pada suatu sistem yang mengulas mengenai posisi kelompok dan bukan posisi individual yang ada dalam sistem yang ada dan hal iniliah yang membedakannya dengan ide ranking yang akan dibahas dalam paragraf selanjutnya. Namun demikian, karena diketahui bahwa suatu wilayah dalam kelompok yang mana, maka posisi individualnya juga dapat diketahui terkait dengan posisi individual yang lain apakah kedudukan sejajar, lebih rendah atau lebih tinggi. Dalam perwilayahan yang mendasarkan pada konsep tata jenjang kelompok wilayah/subwilayah atau order dikenal banyak order dan hal ini tergantung pada banyak sedikitnya atribut wilayah yang dapat dikenali oleh peneliti. Makin mendalam pemahaman peneliti mengenai atribut wilayah, akan makin banyak order yang dapat dikemukakannya, dan begtu pula sebaliknya. Order terkecil dalam sistem yang dikemukakan diistilahkan sebagai order 1 dan hal ini berbeda dengan tata jejang wilayah secara individual dengan istilah ranking, yang menyebut ranking 1 selalu mengacu pada posisi individual yang paling besar dalam tata jenjang. Ide pemahaman mengenai konsep order dalam penelitian wilayah dapat dilihat dalam gambar 3.5.

Order 6

Order 5

Order 4

Order 3

Order 2

Order 1

Gambar 5.5 Pengenlompokan Wilayah dalam Order
Dalam gambar 5.5 dicontohkan secara diagramatis mengenai ide order dalam perwilayahan (regionalisasi). Untuk memahaminya secara lebih jelas hal tersebut adalah ide regionalisasi berdasarkan sistem pemerintahan di negara Indonesia yang membagi unit pemerintahan di negara Indonesia yang membagi unit pemerintahan mulai dari yang terkecil (RT) kemudian (RW), Dukuh, Desa/Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten, Provinsi, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan mengacu regionalisasi berdasarkan unit pemerintahan, maka diketahui bahwa order paling kecil adalah wilayah RT diseluruh Indonesia adalah unit wilayah order 1. Gabunag dari beberapa wilayah RT membentuk unit wilayah administrasi RW, jadi unit wilayah RW adalah order 2. Demikian selanjutnya dengan order 3 adalah unit wilayah dukuh, order 4 adalah wilayah desa/kelurahan, order 5 adalah unit wilayah kecamatan, order wilayah 6 adalah wilayah kabupaten, order wilayah 7 adalah provinsi dan yang apling akhir order wilayah 8 adalah seluruh kesatuan wilayah negara. Order yang lebih tinggi merupakan gabungan dari order setingkat setingkat dibawahnya atau gabungan dari order tententu akan membentuk order setingkat lebih tinggi. Banyak sedikitnya jumlah anggota order tidak harus sama. Sebagaimana contoh di atas dapat dipahami bahwa anggota RW X (jumlah unit wilayah RT dalam kesatuan wilayah RW X) tidak harus sama dengan jumlah anggota RW Y (jumlah unit wilayah RT dalam unit wilayah RW Y), karena yang menjadin tekanan adalah tata jenjang antar berbagai order wilayah. Dari segi kajian lain misalnya, adalah pengenalan konsep order sungai, terlihat bahwa order 1 menunjukkan cabang sungai yang paling kecil, gabungan dari cabang-cabang yang paling kecil akan membentuk, bagian sungai yang lebih besar dan disebut dengan order 2, kemudian gabungan dari order 3 akan membentuk bagian sungai dengan order 3 dan seterusnya (Gambar 5.6).



Gambar 5.6 Contoh Aplikasi Konsep Order Pada Sungai
Dalam contoh gambar 5.6 diketahui ada 20 order wilayah yang ditengarai oleh perbedaan masing-masing batang tubuh sungai, dan pengaruh yang berbeda-beda terhadap kondisi lingkungannya.
Tugas: Carilah padanan ide tersebut dalam bidang kajian yang berbeda!

B. Konsep Ranking
Konsep ranking juga membicarakan tentang tata jenjang suatu wilayah dalam kelompok wilayah, namun ada perbedaan yang mendasar dengan ide order. Dalam ide order yang menjadi n adalah posisi kelompok wilayah, sedangkan dalam ide ranking adalah posisi individual wilayah. Sebagaimana dalam ide order, untuk mengetahui posisi individual wilayah, dapat ditinjau dari beberapa prespektif pula, seperti prrespektif demografi (antara lain jumlah penduduk, kepadatan penduduk, banyaknya beban tanggungan keluarga, tingginya kelahiran, tingginya tingkat kematian), prespektif sosial (antara lain banyaknya pengangguran, tingginya kriminalitas, tingkat pendidikan, banyak penduduk miskin), prespektif lingkungan (antara lain tingginya polusi udara, polusi air, kerusakan lahan, pembalakan hutan), prespektif ekonomi (antara lain tingginya pendapatan wilayah, jumlah industri rumah tangga, rerata pendapatan penduduk), prespektif politik (antara lain banyaknya simpatisan partai politik tertentu, banyaknya pelanggaran kampanye pemilihan umum) dan masih banyak lagi contoh untk dapat dikemukakan.
Dalam konsep order suatu wilayah yang digolongkan dalam order 1 adalah kelompok wilayah dalam tata jenjang yang paling kecil, sedangkan dalam konsep ranking suatu wilayah yang digolongkan dalam ranking 1 adalah posisi wilayah tertinggi secara individual dalam tata jenjang/hierarki yang dibahas. Sebagai contoh nyata dapat dikemukakan antara lain dari tinjauan jumlah penduduk maka apabila dikemukakanbahwa wilayah A menduduki ranking 1 berarti jumlah penduduk A adalah yang paling besar jumlahnya dibandingkan denga wilayah-wilayah lain dalam sistem wilayah yang dibahas, dengan demikian apabila ide order dan ide ranking dapat digabungkan dapat dikemukakan antara lain bahwa wilayah A termasuk dalam order 3 namun menduduki ranking 1 dari segi jumlah penduduknya dalam order yang sama.
Tugas: Carilah contoh yang lain mengenai konsep ranking dan aplikasinya!

5.3.3 Regionalisasi
Istilah regionalisasi bersal dari kata dalam bahasa Inggris regionalization yang secara harfiah mengandung suatu proses untuk membentuk suatu region. Pengertian membentuk dalam hal ini bukan mengadakan suatu region, karena proses pembentukan region sejalan dengan dinamika perubahan alam maupun perubahab kehidupan manusia itu sendiri. Jadi istilah regionalisasi atau pewilayahan (bukan perwilayahan) adalah upaya untuk mengemukakan dan menentukan keberadaan wilayah itu sendiri, sehingga dapat dilaksanakan melalui dua metode, yaitu metode agregasi (aggregation method) dan metode diseksi (dissection methode). Oleh karena dalam pembahasan mengenai wilayah yang telah dilkemukaka di bagian depan ada beberapa macam jenis wilayah, maka upaya regionalisasi dapat didasarkan atas ide homogenitas, heterogenitas, banyak sedikitnya topik atau ide tata jenjang wilayah. Variasi regionalisasi yang dilaksanakan sangat ditentukan oleh tujuan regionalisai, kriterion/kriteria dan ketersediaan data yang ada. Suatu hal yang perlu dipahami adalah bahwa metode agregasai maupun metode diseksi bertuhuan untuk mengurangi kemenonjolan/meminimasikan variasi karakter internal dan lebih menekankan karakteristik/memaksimasikan variasi wilayah dibandingkan dengan wilayah yang lain, sehingga perbedaan antara satu wilayah dengan wilayah yang lain dapat dipahami lebih jelas.

5.3.3.1 Metode Agregasi
Metode agregasi juga dapat diistilahkan sebagai metode penggabungan. Metode penggabungan adalah suatu cara untuk mengenali suatu wilayah dengan cara menggabungkan banyak daerah (dalam pengertian umum) yang kecil menjadi suatu kesatuan wilayah yang besar dengan karakteristik tertentu/yang khas. Beberapa pakar mengemukakan bahwa metode agregasi juga dikenal sebagai regional generalization (generalisasi wilayah). Hal ini didasarkan pemahaman bahwa pada metode ini identifikasi wilayah yang dilaksanakan bertujuan untuk mencari keseragaman umum yang dimiliki oleh berbagai sub-wilayah. Sebagai contoh dapat dikemukakan dari tinjauan wilayah fungsional/wilayah organik/wilayah nodal yang menekankan adanya beberapa daerah dengan keunggulan-keunggulan yang berbeda-beda dan kemudian membentuk jaringan keterkaitan dalam suatu jejaring perdagangan komoditas X, Y, dan Z dan juga ditengarai oleh adanya kota tertentu yang menjadi simpul jejaring perdagangan komoditas X, Y, dan Z tersebut (Gambar 5.7).


Gambar 5.7 Metode Agregasi Untuk Regionalisasi Wilayah Organik
Bertitik tolak dari keberadaan jejaring keterkaitan perdagangan komoditas X,Y, dan Z dan keberadaan simpul yang menjadi pemusatan kegiatan perdagangan komoditas X, Y, dan Z maka wilayah besar yang terbentuk dari gabungan berbagai daerah yang berbeda-besa sifatnya, namun tergabung dalam satu kesatuan jejaring perdagangan komoditas X, Y, dan Z telah membetuk suatu wilayah yang mempunyai karakteristik yang berbeda dengan wilayah lainnya. Wilayah yang terbentuk disebut sebagai wilayah fungsional/wilayah organik/wilayah heterogen/wilayah nodal yang terbentuk melalui metode agregasi. Dalm gambar 5.7 ditunjukkan adanay daerah A sebagai penghasil komoditas X , tepati tidak menghasilkan komoditas Z, daerah Ba sebagai poenghasil komoditas Z tetapi tidak menghasilkan komoditas X, daerah C sebagai penghasil komoditas Y tetapi tidak menghasilkan komoditas X dan seterusnya. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, masing-masing daerah membutuhkan komoditas X, Y, dan Z. masing-masing daerah menjalin hubungan dengan daerah lain dalam rangka memenuhi kebutuhannya, namun melalui kota K yang berada di daerah D. kota Ka di daerah D berfungsi pula sebagai kota kolektor dan mendistribusikannya kedaerah-daerah lain di sekitanya, sehingga membentuk kesatuan jejaring komoditas X, Y, dan Z. kesatuan wilayah yang ditengarai oleh kesatuan jejaring komoditas X, Y, dan Z yang terbentuk oleh penggabungan berbagai sub-wilayah yang berbeda-beda adalah wilayah organik.
Hal serupa juga padat dilaksanakan atas ide keberadaan wilayah formal, yaitu antara daerah 1 dengan sifat s1, daerah 2 dengan sifat s2, daerah 3 dengan sifat s3, daerah 4 dengan sifat s4 dan seterusnya sampai daerah 31. Berdasarkan pengamatan mendalam ternyata penggabungan daerah tipe satu 1, 2, 3, 4, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27 membentuk satuan wilayah yang baru dengan karateristik yang berbeda dengan satuan wilayah baru yang terbentuk karena panggabungan daerah tipe dua 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 17, 18 dan berbeda pula dengan penggabungan daerah tipe tiga 15, 16, 19, 20, 28, 29, 30, 31. Penggabungan daerah tipe satu disebut wilayah A, penggabungan daerah tipe dua disebut wilayah B, penggabungan daerah tipe tiga disebut wilayah C. Baik A, B, dab C memunculkan karakteristik yang berbeda satu sama lain sebagai suatu wilayah-wilayah baru (Gambar 5.8).







Keterangan:
1, 2, 3, 4, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27 : wilayah A
5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 17, 18 : wilayah B
15, 16, 19, 20, 28, 29, 30, 31 : wilayah C

Gambar 5.8 Metode Agregasi dalam Regionalisasi Wilaya Formal

5.3.3.2 Metode Diseksi
Metode ini juga dapat disebut sebagai metode pemecahan. Oleh karena peneliti akan mengidentifikasi keberadaan sub-wilayah secara lebhh detail, maka semua unsur pembeda yang dimiliki oleh masing-masing sub-wilayah harus dipertimbangkan, sehingga karakteristik sub-wilayah dapat dikemukakan lebih jelas. Beberapa pakar menyamakan ide ini dengan istilah regional classification (klasifilasi regional), karena peneliti berusaha sedemikian rupa untuk memilah dan memilih elemen-elemen wilayah sebagai pembeda antar sub-wilayah yang ada, sehingga diperoleh beberapa sub-wilayah yang atas pertimbangan tertentu tidak/tidak perlu dipecah ke dalam kelas yang lebih rendah lagi. Pemecahan dalam hal ini adalah upaya untuk membuat fragmentasi suatu wilayah yang besar menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, dengan maksud untuk lebih memperjelas karakteristik sub-wilayah secara lebih mendalam. Pada saat peneliti mengidentifikasi keberadaan suatu wilayah ada kemungkinan hanya mampu melihat karakteristik yang sangat umum, sehingga untuk mengetahui potensi wilayah yang ada secara lebih mendalam, belum dapat dikemukakan. Hal ini antara lain yang mendasari mengapa seorang peneliti akan mengerjakan diseksi wilayah yang besar tersebut menjadi beberapa bagian (sub-wilayah) dengan karakteristik yang berbeda-beda. Upaya untuk mengerjakan diseksi/fragmentasi wilayah pada umumnya didasarkan pada konsepsi wilayah homogen atas properti wilayahnya.
Sebagai contoh yang nyata dapat dikemukakan pada saat seorang peneliti mengemukakan karakteristik wilayah (makro) bahwa di sana terdapat beberapa wilayah yang berbeda, misalnya wilayah pertanian, wilayah perhutanan, dan wilayah permukiman.dalam memaknai wilayah pertanian, misalnya seorang peneliti masih dihadapkan pada beberapahal yang masih memerlukan penjelasan yang lebih mendalam. Apakah wilayah pertanian tersebut semuanya mempunyai jejaring saluran irigasi yang sama? Apakah jejaring irigasi tersebut mampu menyediakan air irigasi dengan kontinuitas debetnya yang sama sepanjang tahun? Apakan wilayah pertanian tersebut mempunyai keseragaman dalam hal kesuburannya tanahnya? Apakah rotasi tanaman dan jenis tanaman yang diusahakan dalam wilayah tersebut seragam? Dan masih banyak sekali pertanyaan yang dapat dikemukakan berkenaan dengan karakteristik properti wilayah yang bersangkutan. Demikian pula halnya dengan wilayah perhutanan masih banyak pertanyaan terkait dengan karakteristik hutan dan lokasinya. Apakah wilayah hutan tersebut terletak didataran rendah? Apakah komposisi jenis tumbuhan yang ada seragam dari bagian satu ke bagian yang lain? Apakah kerapatan vegetasinya sama? Apakan jenis fauna yang ada di dalam wilayah hutan sama? Dan masih banyak lagi pertanyaan yang dapat dikemukakan. Hal ini sangat tergantung pada kemendalaman analisis dan tujuan regionalisasi yang akan dilaksanakan. Wilayah pemukiman pun belum memberikan kejelasan karakteristik. Apakah struktur keruangannya seragam? Apakah penghuninya seragam dalam hal penghasilan, pendidikan, daerah asal? Apakah kualitas bangunan rumah, ketersidiaan sarana dan prasarana, lingkungannya seragam dan masih banyak lagi pertanyaan yang dapt diajukan untuk melihat nuansa yang lebih mendalam.
Bertitik tolak dari berbagai pertanyaan mendalam akan dapat diperoleh sub-wilayah yang bermacam-macam dengan karakteristik yang beraneka pula. Dengan demikian, maka seorang peneliti akan mengenali banyak sub-wilayah yang berada di dalam wilayah yang lebih besar. Sebagai contoh nyata, berikut akan dikemukakan metode diseksi/fragmentasi/pemecahan wilayah yang besar menjadi beberapa sub-wilayah. Dalam hal wilayah pertanian misalnya, dapat dikemukakan diseksi dari level makro, meso, dan mikro. Pengertian jenjang makro, meso, dan mikro mengemukakan perbedaan skup pembahasan, dan hal ini dapat dilaksanakan dari berbagai prespektif. Uraian berikut merupakan salah satu contoh dari sekian banyak upaya diseksi wilayah yang ada.

A. Diseksi Wilayah Level Makro
Diseksi Wilayah Level Makro untuk wilayah pertanian dapat dilaksanakan berdasarkan perbedaan fisiografis dimana wilayah pertanian yang terletak di daerah dataran dan pegunungan. Dari sini, peneliti sudah mempunyai subwilayah pertanian di dataran rendah (Pd) dan sub wilayah pertanian di pegunungan (Pg) (Gambar 5.9)


Gambar 5.9 Diseksi Wilayah Level Makro
Apakah sub wilayah pertanian baik di dataran rendah dan pegunungan seragam? Untuk wilayah pertanian di dataran rendah dan pegunungan ternyata masih menunjukkan variasi yang banyak dan hal ini dapat dicermati dari pertanyaan yang lebih mendalam dalam level meso.

B. Diseksi Wilayah Level Meso
Dalam level meso peneliti dapat mengemukakan pertanyaan yang lebih detail, misalnya pertanyaan terkait dengan jenis tanahnya. Dalam tahap ini peneliti akan memperoleh lebih bayak sub-wilayah pada masing-masing sub-wilayah yang dapat diistilahkan sebagai sub-subwilayah. Dalam contoh diatas, misalnya pada daerah dataran terdapat jenis tanah a (ta), jenis tanah b (tb), dan jenis tanah (tc). Maka dalam tahap ini peneliti akan memperoleh wilayah pertanian dengan karakterisrik Pd (ta), Pd (tb), dan Pd (tc). Pd (ta) adalah wilayah pertanian di dataran rendah dengan karakteristik jenis tanah (a) dan demikian selanjutnya untuk Pd (tb) dan Pd (tc). Demikian pula halnya dengan daerah pertanian yang terletak didaerah pegunungan (Gambar 5.10)
Gambar 5.10 Diseksi Wilayah Level Meso

untuk memperoleh gambaran yang lebih detail lagi, peneliti dapat mengemukakan pertanyaan yang lebih mendalam lagi, sehingga diperoleh gambaran mengenai sub-subwilayah yang mempunyai karakteristik yang sangat khas. Diseksi selanjutnya dilaksanakan dalam level mikro.

C. Diseksi Wilayah Level Mikro
Level mikro adalah suatu tingkat yang oleh peneliti (atas pertimbangan tertentu) dianggap sebagai level yang tidak memerlukan pembahasan lebih mendalam lagi. Sebagai contoh misalnya pada level meso di mana peneliti sudah memperoleh gambaran semi detail tentang wilayah pertanian, namun dalam masing-masing sub-subwilayah masih dapat dipecah lagi ke dalam satuan wilayah dengan karakteristik yang lebih kecil lagi. Misalnya, pertanyaan terkait dengan sistem irigasi yang dapat dikemukakan dalam irigasi teknis (it), irigasi semi teknis (ist), irigasi non-teknis (int). Dari diseksi mikro akan diperoleh sub-sub-sub-wilayah dengan notasi wilayah yang berbeda-beda lagi, yaitu Pd (ta)(it), Pd (ta)(ist), Pd(ta)(int) dan seterusnya sehingga banyak sekali subwolayah (wilayah level mikro) yang dapat dikemukakan oleh peneliti (Gambar 5.11).





Gambar 5.11 Diseksi Wilayah Level Mikro
Sebenarnya untuk maksud tertentu upaya diseksi seperti dicontohkan di sisni masih dapat dilanjutkan ke pertanyaan-pertanyaan yang lebih banyak dan lebih mendalam lagi. Makin banyak parameter yang digunakan akan makin banyak wilayah/sub-wilayah yang diperoleh.
Tugas: Praktikkan upaya diseksi regional dari level makro, meso, dan mikro dalam topik yang berbeda-beda!

5.3.4 Pendekaytan Kompleks Wilayah : Sintesis
Setelah memahami makna wilayah ditinjau dari berbagai perspektif dan upaya identifikasi wilayah (regionalisasi) kemudian muncul pertanyaan yang berkaitan dengan topik utama bab ini, yaitu, “apa yang dimaksudkan dengan pendekatan kompleks wilayah?” Oleh karena pendekatan ini termasuk salah satu penciri studi geografi sebagai spatial approach dan ecological approach yang mempunyai ciri-ciri tertentu dan tidak dimiliki oleh bidang kajian lain, maka para geograf hendaknya betul-betul memahaminya. Dengan memahaminya maka para geograf akan melakukan apa yang sebenarnya menjadi kompetensinya sendiri yang sekaligus merupakan scientific dignitynya. Demikian pula halnya bagi para ilmuwan yang akan mengadopsi pendekatan utama wilayah yang dikembangkan dalam disiplin geografi karena pendekatan tersebut terbuak untuk diadopsi ilmu lain.
…regional Complex Approach is an approach in Geography focussing on the integration of spatial and ecological approach is spesified locality (not only a combination)…
Integrai pendekatan keruangan dan ekologi sendiri juga sangat bervariasi tergantung pada tujuan penelitian dan kemendalaman analisis yang hendak dicapai peneliti. Oleh karena pendekatan keruanganan dan pendekatan ekologi sudah dijabarkan maka diharapkan pemahaman peneliti mengenai pendekatan kompleks wilayah tidak mengalami kesulitan. Ada dua hal yang perlu diperhatikan di sini, yaitu (1) adanya predikat kata complex yang menekankan pada keberadaan kompleksitas elemen wilayah dalam suatu wilayah yang diteliti, dan(2) pemakaian kata integration antara pendekatan keruangan dengan pendekatan ekologis.

5.3.4.1 Pemaknaan Kompleksitas Elemen Wilayah
Regional Complex Approach tidak identik dengan Regional Approach. Pendekatan Kompleks Wilayah merupakan salah satu bentuk pendekatan regional namun tidak semua pendekatan regional merupakan pendekatan kompleks wilayah. Kompleks wilayah mengandung pengertian adanya complexity of region elements yang saling terkait satu sama lain, baik dalam perspektif intra regional maupun inter region system. Keterkaitan antar elemen dapat berwujud actional, interactional, dependent atau interdependent relationship dan dalam hai ini harus dipahami benar oleh peneliti yang mendasarkan analisisnya pada regional complex approach.
Wujud keterkaitan yang bersifat aksional diartikan sebagai suatu bentuk bentuk keterkaitan antara satu elemen tertentu (A) denagn elemen lain (B) di mana A memengaruhi elemen B, namun elemen B tidak memengaruhi elemen A. dalam contoh sehari-hari dapat dikemukakan antara lain tentang hubungan antara aksesbilitas dengan harga lahan di suatu tempat. Makin tinggi aksesibilitas pada umumnya akan makin tinggi harga lahannya, namun demikian aksesibilitas bukan merupakan satu-satunya variabel yang memengaruhi harga lahan. Sebaliknya seandainya oleh karena sebab-sebab tertentu harga lahan mengalami kenaikan ataupun penurunan tidak akan memengaruhi aksesibilitas.
Tugas: carilah beberapa contoh keterkaitan aksional dalam satu wilayah!
Keterkaitan interaksional adalah wujud proses saling memengaruhi antara pihak yang satu terhadap pihak lain. Sebagai contoh adalah keterkaitan emosional antarteman kuliah yang belum menjalin hubungan khusus. Bahwasannya keberadaan teman yang satu akan berpengaruh tehadap teman yang lain , apabila salah satu teman ada yang sakit, maka teman yang lain akan ikut berduka karenanya. Dalam suatu wilayah dapat dicontohkan adanya keterkaitan antara perkembangan industri kerajinan di Kecamatan X dan Kecamatan Y yang bertetangga. Keberadaan masing-masing industri akan saling memengaruhi, misalnya makin berkembangnya industri kerajinan di Kecamatan X akan berpengaruh terhadap perkembangan industri yang sama di Kecamatan Y dan begitu pula sebaliknya.
Tugas: carilah bentuk hubungan interaksional yang lain di lingkungan saudara!

Keterkaitan dependensial sebenarnya merupakan bentuk hubungan searah sebagaimana keterkaitan aksional, namun intensitas hubungannya jauh lebih tinggi yaitu tidak hanya sekedar memengaruhi,namun betul-betul menentukan eksistensi/sifat pihak lain dan sementara itu pihak yang datu tidak tergantung padanya. Sebagai conytoh dapat dikemukakan adalah keterkaitan antara curah hujan dengan banjir. Intensitas hujan yang tinggi dalam waktu yang relatif singkat menentukan banjir di suatu wilayah, atau terjadi banjir sangat tergantung pada terjadinya intensitas hujan yang tinggi dalam waktu yang relatif singkat, namun di sisi lain terjadinya hujan tidak tergantung pada terjadinya banjir.
Tugas: carilah contoh serupa di dalam suatu wilayah!
Keterkaitan independentsial adalah bentuk hubungan antara dua pihak yang saling menentukan/saling tergantung. Sebuah contoh yang jelas adalah keterkaitan antara eksistensi desa dan kota dalam artian umum. Suatu kota mendasarkan kegiatannya pada sektor nonpertanian dan desa mendasarkan kegiatannya pada sektor pertanian. Penduduk kota membutuhkan bahan pangan sebagai kebutuhan utama yang tidak dapat dipenuhi oleh kota jadi kota benar-benar tergantung pada eksistensi desa. Sementara itu masyarakat desa juga membutuhkan barang-barang manufaktur untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya sehari-hari yang tidak dapat diproduksi oleh desa dan hanya diproduksi oleh kota, sehingga desa benar-benar tergantung pada kota. Dalam hal ini secar umum dapat dikatakan bahwa desa tergantung pada kota dan begitu pula sebaliknya kota tergantung pada desa, jadi antara kota dan desa saling tergantung satu sama lain. Tugas: carilah contoh serupa dalam satu wilayah!
Dalam suatu wilayah terdapat elemen-elemen lingkungan abiotik, biotik, sosial, ekonomi, kultural, politik yang banyak sekali dan sekaligus menjalin bentuk hubungan yang beraneka denagn instansi hubungan yang bermacam-macam pula. Hala ini mengandung pengertian bahwa adanya perubahan salah satu elemen wilayah mempunyai potensi untuk mengubah elemen wilayah yang lain dan hal ini dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. keberadaan wilayah sisitem (systemic region) dan sisitem wilayah (reginonal system) merupakan substansi utama dalam pendekatan wilayah.
5.3.4.2 pemaknaan integrasi pendekatan keruangan dan ekologis
Dalam memaknai keterkaiatan pendekatan keruangan dan pendekatan ekologi yang merupakan dasar dari regional complex approach peneliti diharapkan memahami dengan baik. Banyak peneliti merasa kebingungan terhadap pernyataan yang mengatakan bahwa pendekatan kompleks wilayah memang mendasarkan pada dua pendekatan tersebut. Bagaimana bentuk oprasionalnya? Dalam pendekatan kompleks wilayah peneliti tidak sekedar menggabungkan pendekatan kerungan dan pendekatan ekologis tetapi mengintegrasikannya. Hal ini lah yang sering tidak dipahami oleh para peneliti. Peneliti yang mendasarkan analisisnya pada pendekatan keruangan dan pendekatan ekologis banyak dilakukan oleh peneliti yang kemudian diberi label pendekatan spatial-ekologis/spasio-ekologis atau ekologis-spasial/eko-spasial atau dengan beberapa istilah lainnya. Walaupun penelitian yang dilaksanakan jelas mengaplikasikan pendekatan keruangan dan pendekatan ekologis namun belum merupakan pendekatan kompleks wilayah karena analisisnya baru dalam taraf menggabungkan dua pendekatan dan bukan mengintegrasikannya.
Untuk memahami perbedaan antara pendekatan spasio-ekologis dengan pendekatan kompleks wilayah berikut ini akan dikemukakan contoh aplikasinya. Apabila seorang peneliti berniat untu mengetahui alasan mengapa sebuah komunitas penduduk yang bertempat tinggal dekat dengan kawasan hutan lindung di lereng pegunungan X selalu melakukan pembalakan hutan maka jelas kiranya bahwa pendekatan ekologis menjadi dasarnya. Ternyata kemudian peneliti juga tetarik untuk mengetahui terjadinya pembalakan hutan di da kawasan hutan lindung di pantai Y atau di kawasan lindung lainnya dan berupaya mengetahui apa latarbelakang yang mengakibatkan terjadinya perilaku tersebut. Oleh karena di beberapa kawasan hutan lindung yang berbeda-beda menampilkan ciri keruangan dari segi lingkungan abiotik, biotik, sosial, kultural, ekonomi, historis maka interaksi elemen-elemen keruangan yang ditampilkan sebagai independent variable dengan dependent variable juga berbeda. Hasil penelitian akan memberikan gambaran yang berbeda-beda mengenai motivasi terjadinya pembalakan hutan dengan segala dampaknya.
Contoh di atas merupakan sebuah penelitian yang mendasaran analisisnya pada pendekatan ekologis dan pendekatan keruangan/ kombinasi pendekatan ekologis dan pendekatan keruangan/pendekatan spasio-ekologis namun jenis pendekatan yang dilakukan bukan merupakan pendekatan kompleks wilayah, karena peneliti tidak mengintegrasikan kedua pendekatan tersebut namun hanya menggabungkannya. Pendekatan ekologis diaplikasikan pada masing-masing situs yang berbeda-beda, sementara itu pendekatan spasial ditekankan pada analisis komparasi (spatial comparison analysis) dengan tujuan untuk mengetahui persamaan dan perbedaan mekanisme keterkaitan antara elemen-elemen lingkungannya (independent variable) dengan perilaku pembalakan hutan lindung (dependent variable) serta dampak terhadap lingkungan di masing-masing situs. Tugas: buatlah contoh penelitian lain yang mendasaran pada pendekatan gabungan antara pendekatan ekologis dan pendekatan keruangan atau pendekatan spasio-ekologis sebagaimana dicontohkan!
Pendekatan kompleks wilayah mengintegrasikan pendekatan keruangan dan pendekatan ekologis sedemikian rupa sehingga analisis wilayah yang dilaksanakan menunjukan/mencerminkan analisis yang menyatu antara analisis keruangan dan analisis ekologis. Sementara itu pada contoh pendekatan spasio-ekologis hal tersebut tidak tercermin karena masing-masing daerah yang berbeda-beda menunjukan keterkaitan antara independent variable dengan dependent variable(s) sendiri-sendiri, terpisah satu sama lain dan tidak terkait.
Uraian berikut akan mengemukakan sebuah contoh aplikasi pendekatan kompleks wilayah. Penelitian mengenai DAS serayu yang diawali dari adanya gejala deteriorisasi lingkungan di kawasan dataran tinggi Dieng sebagi wilayah DAS Serayu hulu. Peneliti berusaha menemukenali penyebab, proses dan dampak dari kerusakan lingkungan di daerah ini, namun disamping itu penelitian juga harus menyadari bahwa ondisi penurunan kualitas lingkungan yang terjadi di kawasan hulu DAS Serayu tersebut juga berimbas terhadap kawasan DAS Serayu tengan sampai ke kawasan DAS Serayu hilir. Erosi yang hebat di kawasan hulu telah mengakibatkan terjadinya sedimentasi yang hebat pula di bagian hilirnya.
Di bagian tengah dikenal adanya waduk sudirman yang mempunyai fungsi multiguna terhadap perikehidupan wilayah disekitarnya. Sedimentasi yang hebat dikawasan hulu berimbas negatif terhadap keberadaan dan keberlangsungan multifungsi waduk. Akibat berantai (domino effect) dari adanya suatu gejal tertentu di daerah tertentu terhadap munculnya gejala tertentu di daerah lain merupakan pencerminan kompleksitas gejala dalam wilayah sistem dan sistem wilayah dan hal tersebut menjadi fokus analisis dalam regional complex approach. Ancaman terhadap fungsi waduk akan berimbas pula terhadap keberlangsungan sustainabilitas produk pertanian dan juga terhadap kehidupan masyarakat khususnya petani di kawasan tersebut. Kondisi tersebut akan mengakibatkan tingginya social cost dalam jangka waktu yang panjang.
Di bagian hilir DAS Serayu sampai ke kawasan pantai di sekitar muara sungai Serayu juga mengalami dampak yang perlu mendapatkan perhatian sebagai imbas dari adanya sedimentasi yang berlangsung dalam intensitas yang tinggi. Sebaran sedimen dapat diamati dari citra satelit multi waktu dan ternyata menunjukan penyebab yang semakin luas dari waktu ke waktu. Sedimentasi yang berasal dari sungai Serayu akan mempunyai andil yang mengancam keberadaan pelabuhan Cilacap dari rah timur dan sementara itu dari arah barat terancam dari sedimentasi sungai Citanduy. Proses perubahan lingkungan yang terjadi di DAS Serayu ernyata mempunyai keterkaitan satu dengan yang lainnya dalam suatu sistem wilayah yang kompleks. Perubaqhan lingkungan yang terjadi di kawasan pantai tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan proses perubahan yang terjadi di kawasan yang sangat jauh darinya, sehingga upaya untuk merumuskan kebijakan lingkungan dan spasial juga harus mempertimbangkan keberadaan wilayah sistem dan sistem wilayah ini dan bersifat terintegrasi dan holistis. Wilayah sistem (systemic region) adalah suatu wilayah yang mencerminkan kesatuan sistem keterkaitan antarkomponen-komponen/elemen-elemen wilayah. Sementara itu yang disebut sebagai sistem wilayah (regional system) adalah suatu sistem yang terbentuk dari berbagai keterkaitan antar subwilayah yang satu dengan subwilayah yang lain (bukan komponen/elemen wilayah). Analisis terpadu dari berbagai disiplin ilmu sangat diharapkan dan dianjurkan dalam menerapkan regional complex approach karena banyaknya bidang kajian yang harus ditangani dan hal ini tidak mungkin dikuasai oleh satu orang pakar saja. Dengan demikian jelasnya kiranya perbedaan antara regional approach, kombinasi antara regional approach dan ecological approach serta integrasi antara regional approach dan ecological approach yang kemudian dikenal sebagai regional complex approach. Contoh sederhana mengenai analisis wilayah di DAS Serayu tersebut mencerminkan integrasi pendekatan spasial dan ekologis yang dikenal sebagai regional complex approach dan merupakan salah satu scientific dignity studi geografi dan wilayah. Tugas: buatlah contoh lain aplikasi pendekatan kompleks wilayah!