Header

Kamis, 09 Februari 2012

PENDEKATAN EKOLOGIS DALAM PENELITIAN WILAYAH



4.1 Pendahuluan Konsep Ekologi
            Sebelum membahas secara mendalam mengenai pendekatan ekologis sebagai suatu istilah yang utuh, perlu kiranya membahas terlebih dahulu mengenai istilah ekologi yang diambil dari istilah bahasa inggris ecology.hal ini penting dilaksanakan untuk menghindarkan salah tafsir yang muncul dikemudian hari. Pengalaman menunjukan bahwa pemahaman menegenai ecological approach belum sepenuhnya tercapai dan penyebab utamanya adalah kurangpas pemahaman konsep utama ekologi itu sendiri. Istilah ekologi pertama kali dikenalkan dalam istilah ilmu pengetahuan oleh ernst haeckel seorang ahli biologi berkebangsaan jerman dengan istilah pertama kali oecologie pada 1866.istilah tersebut berasal dari bahasa latin oikonomia yang merupakan akar kata dari istilah economy dan ecology yang pada awalnya bermakana sebagai management of the household (pengelolahan rumah tangga) dan kemudian berubah menjadi ilmu mengenai rumah tangga (science of the household) (hayward, 1994). Pada saat haeckel mengemukakan pertama kali menegenai istilah oecologie tersebut dia menganalogikan dengan nature’s economy (Worster, 1977). Pendapatnya lebih merinci lagi bahwa istilah ecology berasal dari kata latin oikos yang berarti rumah tangga dan logos yang berarti ilmu atau secara etimologis berarti ilmu mengenai rumah tangga. Lebih jelasnya dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari makhluk hidup dalam rumahnya atau dapat dimaknai sebagai suatu ilmu yang mempelajari mengenai rumah tangga/habitat makhluk hidup (sumarwoto, 1983). Bidang kajian ini pada perkembangannya kemudian banyak diadopsi oleh beberapa disiplin ilmu pengetahuan dan memiliki label yang disesuaikan dengan bidang kajian yang bersangkutan seperti social ecology (diadopsi oleh ilmu sosial), economic ecology (diadosi oleh ilmu ekonomi), political ecology (diadosi oleh ilmu polotik), ), human ecology (diadopsi oleh ilmu kemanusiaan),    dan masih banyak lagi lainnya. Secara singkat istilah ecology dapat didefenisikan sebagai suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari hubungan timbal balik antara organisme itu sendiri dan juga dengan lingkungannya. Dalam kamus Geografi Kemanusiaan (dictionary of human geography) definisi ecology secara singkat dikemukakan sebagai berikut:
Ecology is the scientific study of the mutual relationships between organisms, both plant and animal, and ther environment (the total of the external conditions that surrounds an organsm, community or object) (Goodall, 1987; johnston, et al., 2000).  
Definisi tersebut dapat diambil saripatinya dan dijabarkan bahwa di dalam ekologi sebagai sebuah ilmu terdapat dua hal pokok yang dibahas, yaitu (1) keterkaitan antar organisme (keterkaitan antara organisme tertentu dengan lingkungan biotiknya)  dan (2) keterkaitan organisme dengan lingkungannya (keterkaitan antara organisme dengan lingkungan a-biotiknya). Dengan demikian dalam lingkup analisis keterkaitan antara organisme dengan lingkungannya, sosok biologis yang menjadi fokus analisis dapat dapat berperan sebagai salah satu faktor pengaruh namun juga dapat berperan sebagai faktor yang dipengarui. Dalam bahasa penelitian akan dikenal  dengan istilah independent variable dan dependent variable. Para peneliti harus berhati-hati dalam memeaknai keterkaitan itu sendiri baik dalam lingkup mikro, meso mapun makro.
            Istilah organisme sendiri pada perkembangannya kemudian tidak terbatas pada tanaman dan tumbuhan saja seperti dikemukakan dalam definisi di atas, namun meliputi manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan sehingga dalam arti luas pembahasan mengenai keterkaitan antar-organisme dapat merupakan  (1) keterkaitan antarmanusia, (2) keterkaitan antarbinatang, (3) keterkaitan antartumbuhan, (4) keterkaitan antar manusia dengan binatang, (5) keterkaitan antara manusia dengan tumbuhan, (6) keterkaitan antara binatang denagan tumbuhan. Oleh karena pemahaman mengenai  lingkungan menjadi sedemikian rumit dan kompleks, maka khususu untuk sosok biologis yang disebut manusia memilki scope yang berbeda dengan sosok biologis lainnya. Sementara itu keterkaitan antara organisme  dengan lingkungannya dapat berarti   (1) keterkaitan antara manusia dengan lingkungan abiotik, biotik dan kulturalnya, (2) keterkaitan antara binatang dengan lingkungan biotik dan  abiotiknya dan  (3)  keterkaitan antara tumbuhan dengan lingkungan abiotik dan  biotiknya. Pengertian organisme dapat berarti dalam  satuan individual atau komunitas sehingga dalam  arti yang lebih luas hubungan timbal balik antara organisme dapat pula berarti (1)  hubungan antar individu dengan komunitas maka jalinan yang tercipta antar organisme dan organisme dengan lingkungannya menjadi sedemikian  luas dan kompleks sebagai suatu ekosistem (ecosystem). Selanjutnya perlu dipahami mengenai konsep ekosisitem itu sendiri.
4.2 Konsep Ekosisitem
            Penjelasan mengenai konsep ekosistem melibatkan istilah sisitem yang secara khusus berarti satu  kesatuan/seperangkat objek dan sub objeknyayang saling berkaitan satu sama lain dan membentuk satu kesatuan. Istilah ekosisitem merupakan penggabungan antara istilahekologi dengan sisitem yang pertama kali diperkenalkan  oleh A.G. Tansley pada 1935 (dalam  Johnston et al. 2000). Istilah yang diperkenalkan tersebut diilhhami oleh istilah yang telah dikemukakan oleh Ernst Haeckel sebelumnya.
            Salah satu definisi yang banyak dikenal  adalah defenisi yang dikemukakan oleh Odum (1969) dan mengemukakkannya sebagai berikut:
Ecosystem can be defined as any unit that includes all of  the organisms in a given area interacting with their physical environment so that a flow of energy leads to exchange of materials between living and non living parts of the system..
Pada perkembangannya kemudian konsep ini banyak diadopsi oleh banyak bidang ilmu pengetahuan. Pada kenyataanya bentuk keterkaitan antara organisme dengan organisme itu sendiri dan dengan lingkungannyanyaris tidak dapat diidentifikasi batas-batasnya dari skala mikro, meso sampai dengan  makro. Ketiga skala ekosisitem tersebut selalu berkaitan satu sama lain karena keberadaannya berada dalam kesatuan ekosisitem planet bumi. Digambarkan oleh Johnston et al. (2000) dengan sangat menarik sebagai berikut:
...identifying an ecosystem is challenging because of overlapping ecosystems and because the issue of the scale, which may range from the micro organisms within a drop of water, through  to the entire planet earth...
            Pembahasan mengenai ekosistem sebenarnya tak ada habis-habisnya dan di di dalam ungkapan di atas menengarai keterkaitan antara keberadaan mikroorganisme dalam setetes air samapai ekosisitem planet bumi secara keseluruhan. Ekosisitem tidak lain mengacu pada sebuah komunitas (dapat manusia, binatang maupun tumbuhan) yang saling berkaitan satu sama lain dan dengan lingkungan fisiknya. Oleh karena sedemikian luasnya scope pembahasan dan tidak mungkin akan membahasnya secara tuntas maka pada perkembangannya kemudian adopsi konsep ekosisitem  oleh bidang kajian tertentu membatasi pembahasan pada kenampakan utama atau substansi utama dari masing-masing disiplin (dominant features). Untuk itu kemudian muncul berbagai istilah ekosisitem dengan predikat yang berbeda-beda dengan maksud membatasi wacana yang dibangun.
            Sebagai contoh muncul konsep urban ecosystem, rural ecosystem, tropical  rain forest ecosystem,desrt ecosystem, narine ecosystem, dan masih banyak untuk dikemukakan satu persatu. Ambil sebagai contoh mengenai istilah urban system yang lebih menenkankan pembahasannya pada suatu wilayah yang disebut sebagai kota tersebut. Padahal kenyataannya, elemen-elemen ekosisitem kekotaan yang ada di dalamnya tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan elemen-elemen ekosisitem yang terdapat di daerah kedesaan. Satu kota memiliki kekhasan  ekosistem, namun keberadaan ekosisitem kekeotaan tersebut dapat dikenalai karena ada ekosisitem kedesaan dan antara ekosisitem kekotaan dan ekosisitem kekotaan menjadi satu kesatuan ekosistem yang lebih besar dalam ekosistem wilayah. Ekosisitem wilayah yang kecil merupakan bagian dari ekosistem wilayah yang lebih besar sampai ke ekosisitem global. Dalam pembahasan khusus mengenai kota, diyakini bahwa sesuatu kota tidak dapat berdiri sendiri yang berarti terkait dengan kota lain baik lokal, regional maupun internasional saling bertaut satu sama lain dalam frekuensi dan intensitas hubungan yang sangat bervariasi.
            Khusus mengenai keterkaitan antara manusia dengan lingkungannya memerlukan penjabaran yang khusus karena manusia tidak hanya berperan sebagai sosok biologis semata (hanya membutuhkan makan, minum, dan mengembangkan keturunan semata), tetapi juga sebagai sosok sosial, sosok ekonomi, sosok kultural, sosok politik, dan sosok religius yang berbeda dengan organisme yang lainnya. Sosok sosial akan memunculkan perilaku sosial, sosok ekonomi akan memunculkan perilaku ekonomi, sosok kultural akan memunculkan perilaku kultural, sosok politik akan memunculkan perilaku politik, sosok religius akan memunculkan perilaku religius dan lain sebagainnya. Beberapa perilaku inilah yang membedakannya dengan sosok biologis lainnya. Dengan demikian pemaknaan lingkungan abiotik yang berlaku  bagi dunia binatang dan tumbuhan (seperti kondisi tanah, iklim, geologi, geomorfologi, hidrologi) perlu penjabaran lebih lanjut dengan menambahkan lingkungan abiotik lainya yang kemudian dijabarkan ke dalam lingkungan sosial, lingkungan ekonomi, lingkungan kultural, lingkungan politik dan lingkungan religius. Banyak pakar memberikan notasi kelingkungan tersebut sebagai lingkungan kultural (cultural environment) dalam arti luas sehingga muncul istilah A, B, C environment (abiotic, biotic, cultural environment) yang mempunyai cakupan sama dengan apa yang dikemukakan di atas. Hal pokok berikutnya adalah keterkaitan antara binatang dan tumbuhan dengan lingkungan abiotiknya yang cukup jelas berbeda dengan apa yang ada dalam diri manusia sebagai makhluk berbudaya yang mempunyai daya rasa, karsa, karya, cipta.
4.3 Pendekatan Ekologi Versus Pendekatan Lingkungan 
            Suatu wacana yang memerlukan pembahasan komprehensif adalah keterkaitan antara pendekatan ekologi (ecological approach) dengan pendekatan kelingkungan (environmental approach). Apakah pendekatan ekologis sama atau berbeda dengan pendekatan kelingkungan? apabilah menurut arti kata lingkungan dan ekologi kiranya sedikit banyak sudah tersirat adanya keterkaiatan antara keduanya. Oleh akarena arti kata ekologi sudah diikemukakan pada paragraf terdahulu, maka hal yang harus diklarifikasikan kemudian adalah pengertian lingkungan environment.
            Secara umum istilah environment dapat diartikan sebagai kondisi eksternal keseluruhan yang berada diluar (1) organisme, (2) komunitas dan (3) objek. Secara eksplisit Goodall (1987) mengungkapkan sebagai berikut:
            ...generally, the environment can be defined as the total conditions that surround an organism, community or object...
            Dengan demikian dalam memaknai lingkungan selalu dikaitkan dengan pokok bahasan yang akan menjadi fokus analisis, klarena istilah lingkungan adalah semua kondisi yang berada di luar objek yang bersangkutan. Oleh karena dalam hal ini ada tiga macam pokok bahasan yang dapat menjadi fokus analisis maka pengertian lingkungan di tinjau dari tiga mcam objek tersebut juga dapat bermakna  paling tidak ada tiga macam lingkungan, yaitu lingkungan suatu organisme, lingkungan komunitas dan lingkungan objek tertentu. Sementara itu pengertian ketiga pokok bahaan tersebut memerlukan penjelasan yang lebih lanjut. Pengertian organisme dalam hal ini dapat diartikan sebagai sosok biologis secara individual, apakah itu manusia, binatang ataupun tumbuahan, sehingga peneliti akan mengetahui sosok si Dadap,si Waru untuk manusia atau sosok Kuda Nil, sosok Unta, sosok Harimau untuk binatang, sosok pohon mangga, sosok pohon kelapa untuk tumbuhan dan lainsebagainya. Sementara itu pengertaian komunitas sebagai suatu kesatuan dapat berarti komunitas manusia, komunitas binatang maupun komunitas tumbuhan. Kelompok organisme selalu ditunjukan adanya kesamaan perilaku dalam arti luas. Beberapa contoh dapat dikemukakan antara lain komunitas masyarakat Badui Dalam di jawab barat, komunitas pengrajin gerabah di kasongan,  yogyakartauntuk masyarakat manusia. Komunitas gajah di kawasan hutan tertentu, komunitas badak di Ujung Kulon, komunitas jalak bali di Bali dan lain sejenisnya. Komunitas tumbuhan dapat dicontohkan di sini antara lain komunitas tanaman edelweis di kawasan wisata Dieng, komunitas anggrek hitam  di papua dan lain sebagainya. Pembahsan mengenai peranan lingkungan terhadap sosok organisme secara individual jelas berbeda dengan peranan  lingkungan  terhadap komunitasnya. Pengertian objek dalam hal ini diartikan sebagai pokok bahasan non organisme dan hal ini dapat diartikan sebagai pokok bahasan non organisme dan hal ini dapat juga diartikan dalam dimensi individu maupun kelompok. Contoh objek individu antara lain gedung tertentu, sebuah danau, sebuah bendungan dan objek yang merupakan pokok bahasan mengelompok antara lain kawasan permukiman kumuh. Kawasan permukiman liar, kawasan permukiman elit dan lain sejenisnya.
            Dengan demikian jelasnya kiranya pengertian lingkungan terkait dengan pokok bahasan di mana masing-masing pokok bahasan akan mempunyai ragam elemen lingkungan yang berbeda-beda dengan variasi peranannya yang berbeda pula. Masing-masing lingkungan saling overlap satu sama lain dalam skala pengaruh, waktu dan wilayah sehingga di bagian depan di kemukakan bahwa pembahasan mengenai ekosisitem sebenarnya merupakan satu pembahasan yang tiada habis-habisnya.
            Selanjutnya apabila pembahasan mengenai lingkungan dikaitkan dengan keterlibatan dan peranan organisme dapat diketahui adanya pembahasan lingkungan yang tidak membahas secara khusus mengenai peranan organisme dan ada pula pembahasan lingkungan yang melibatkan organisme di dalamnya. Hal ini sangat terkait dengan lingkup bidang kajian yang akan dilaksanakan. Oleh karena pengertian ekologi secara eksplisit selalu mengaitkan keterkaitan antara organisme dengan lingkungan, maka pendekatan ekologi selalu menekankan keterlibatan organisme dalam setiap ananlisisinya apakah berperan sebagai independent variable ataukah berperan sebagai dependent variable. Sementara itu, pengertian lingkungan mempunyai makna yang lebih luas yaitu dapat secara terbatas tanpa melibatkan pengaruh dan peranan organisme di dalamnya dan dapat pula melibatkan peranan dan pengaruh organisme  di dalamnya. Dari dua pengertian ini dapat dikatakan bahwa pendekatan kelingkungan dapat berarti pendekatan ekologi apabiladi dalamnya terliput analisis keterkaitan antara pokok bahasan dengan organisme, namun dapt pula berarti bukan pendekatan ekologis, karena tidak melibatkan pengaruh dan perananorganisme. Sementara itu pendekatan ekologis merupakan bagian pendekatan kelingkungan, karena jelas membahas keterkaitan organisme dengan lingkungannya.
            Sebagai contoh mengenai pendekatan kelingkungan yang tidak melibatkan peranan organisme di dalamnya yang dapat dikemukakan antara lain mengenai pnelitian air tanah di daerah tertentu yang hanya memfokuskan penelitianya terkait dengan karakteristik curah hujan, karakteristik batuan, formasi geologis, formasi geomorfologis, karakteristik pedologis. Penelitian tersebut bukan merupakan pendekatan skologis karena peranan organisme tidak dilibatkan di dalamnya, sehingga secara khusus dapat dikemukakan bahwa pendekatan yang paling tepat untuk penelitian seperti itu adalah pendekatan kelingkungan. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya pencampuradukan antara pendekatan ekologis dengan pendekatan kelingkungan.
4.4 Memaknai Pendekatan Ekologis Dalam Penelitian Wilayah
            Oleh karena demikian luasnya wacana yang dapat dibangundari pendekatan ekologis  maka timbul pertanyaan yang mendasar dalam studi wilayah, khususnya dalam bidang kajian Geografi yaitu: bentuk pendekatanekologis seperti  apa yang diadopsi oleh ilmu geografi? apakah pendekatan ekologis yang diadopsi oleh ilmu geografi sama dengan apa yang dikembangkan oleh kajian biologi, pertanian, kedokteran, dan lain sebbagainya?
            Untuk menjawab pertanyaan ini sebaiknya dikemukakan sebuah contoh yang dapat memberikan iluminasi pemaknaan pendekatan ekologis dalam bidang kajian geografi sehingga menjdi jelas perbedaannya dengan pendekatan ekologis di bidang kajian lain. Seperti telah diketahui secara luas di indonesia atau bahkan di dunia bahwa di sungai Mahakam terdapat komunitas Ikan Pesut, di taman nasional Ujung Kulon Terdapad Komunitas Badak Jawa, Di Taman Nasional Blauran, Jawa Timur juga di Pangandaran , Jawa Barat terdapat komunitas Banteng dan masih banyak lagi contoh-contoh. Apabila sekarang ditemukan gejala adanya penurunan populasi satwa-satwa tersebut dan kemudian akan dicari penyebabnya, maka pendekatan yang paling tepat untuk penelitian yang akan dilakukan adalah pendekatan ekologis. Satwa yang bersangkutan sebagai salah satu organisme yang menjadi focus analysis dan kemudian dikaitkan dengan elemen lingkungan habitatnya. Dari analisis ekologis tersebut diharapkan akan dapat ditemukan penyebab penurunan populasinya. Satu pertanyaan besar muncul berkenaan dengan bidang kajian Geografi, yaitu ” apakah pendekatan ekologis terfokus pada upaya menyelididki/meneliti gejala penurunan satwa tersebut merupakan kompetensi biadang kajian geografi?”
            Jawaban pertanyaan tersebut sebenarnya sangat mudah karena terkait dengan jati diri keilmuan bidang kajian Geografi sendiri, yaitu bahwa bidang kajian tersebut bukan merupakan jenis pendekatan ekologi yang dikembangkan dalam bidang kajian geografi. alasanya adalah bahwa bidang kajian geografi tidak mempunyai kompetensi yang memadai untuk melaksanakannya, karena pengetahuan dasar pendukung analisis tidak diberikan di institusi pendidikan geografi dan bukan bidangnya. Oleh karena analisis ekologis yang akan dibangun melibatkan seluruh elemen lingkungan habitatsatwa yang diduga terkait dengan penyebab menurunnyan populasi satwa maka beberapa bidang pengetahuan terkait dengan menurunya populasi harus dimiliki seorang peniliti antara lain pengetahuan tentang proses generatif, pengetahuan tentang penyakit, anatomi ragawi satwa, metabolisme sistem pencernaan, menurunya tumbuhan tertentu sebagai makanan satwa dan mungkin masih banyak hal lainya yang tidak dipelajari dibidang kajian geografi. memang diakui bahwa elemen-elemen lingkungan habitat lainya dapat dikemukakan oleh bidang kajian geografi antara lain kondisi morfologi medan, kondisi hidrografis, sebaran tumbuhan tertentu, kegiatan manusia di sekitarnya dan menurunya luasan hutan. Dari contoh di atas dapat disimpulkan bahwa bidang kajian geografi sendiri tidak mampu melakukan kajian dengan maksud untuk mengungkapkan gejala menurunnya populasi satwa tersebut namun hanya dapat menyumbangkan  penelitian terkait dengan bidangnya sendiri yang dapat digunakan sebagai dasar memberi jawaban tuntas mengenai penyebab menurunya populasi satwa. Atas dasar hal tersebut sangat dianjurkan adanya penelitian yang melibatkan beberapa bidang kajian diharapkan dapat menghasilkan analisis yang jauh lebih akurat karena masing-masing bidang kajian dapat saling menutupi kekeurangannya.
            Bidang kajian Geografi merupakan bidang kajian yang bersifat human oriented sehingga yang menjadi orientasi aplikasi bidang kajiannya adalah kesejahtraan manusia. Oleh karena spesies manusia sendiri adalah bagian dari organisme yang ada di planet bumi maka setiap upaya untuk mengaitkan manusia dengan lingkungannya termasuk dalam lingkup pendekatan ekologis juga. Dalam hal ini, masih muncul sebuah pertanyaan besar pula terkait dengan pendekatan ekologi yang mengaitkan keberadaan manusia dengan lingkungan habitatnya yaitu” pendekatan ekologis seperti apa yang sebenarnya diadopsi oleh ilmu Geografi dan kemudian menjadi kompetensi bidang kajiannya?” sebagaimana contoh yang dikemukakan di atas terhadap gejala menurunnya populasi satwa atau flora tertentu, maka dalam pembahasan khusus mengenai keterkaitan manusia dengan lingkungannya bahwa tidak semuanya merupakan kompetensi bidang  kajian geografi dan hal ini dikarenakan keterbatasan-keterbatasan yang dimilikinya. Apabila penelitian tersebut selalu menekankan pada eksistensi salah satu organisme sebagai sosok biologis dengan segala karakteristik biologis yang dimilikinya dan elemen-elemen karakteristik biologis tersebut digunakan sebagai bagian dari independent variable untuk menemukan jawaban pertanyaan penelitian maka jelas hal tersebut berada di luar kompetensi bidang kajian geografi.
            Keberadaan manusia di permukaan bumi yang menjadi fokus studi geografi adalah manusia bukan sebagai sosok biologis, seperti halnya badak, gajah dan lainnya, namun manusia sebagai spesies yang memilki daya rasa, karsa, karya, cipta yang tidak dimilki oleh spesies biologis lainnya. Untuk memperjelas ungkapan ini perlu dikemukakan sebuah contoh yaitu apabila di suatu wilayah terdapat gejala merebaknya penyakit kaki gajah yang diderita  penduduknya maka aapakah merupakan kompetensi bidang kajian geografi? seperti halnya dengan contoh di atas maka hal ini juga merupakan bidang kajian di luar kompetensi geografi, karena pengetahuan mengenai karakteristik penyebab penyakit apakah itu kuman, virus, cacing atau yang lainnya, proses pembiakan cacing, kuman atau virus, proses masuknya ke tubuh manusia, pengaruh keberadaannya dalam memengarui oragan tubuh manusia sebagai sosok biologis dan lain sebagainya tidak dipelajari ilmu geografi. pendekatan yang paling tepat untuk mengungkapkannya jelas merupakan pendekatan ekologis dan akan menjadi kompetensi bidang kajian di luar ilmu geografi.
            Seperti telah dikemukakan di bagian terdahulu bahwa manusia adalah makhluk sosial, ekonomi, budaya, politik dan religius yang mempunyai perilaku tertentu yaitu perilaku sosial, perilaku ekonomi, perilaku budaya, perilaku politik dan perilaku religius dan hal tersebut yang menjadi tekanan analisis dalam studi geografi dan sekali lagi bukan sosok biologisnya. Dalam keterkaitan dengan lingkungan habitatnya manusia dapat merupakan objek tetapi dapat pula merupakan subjek atau dalam bahasa penelitian dapat disebut sebagai variable bebas  (independent variable) namun dapat pula sebagai variabel tidak bebas (dependent variable) dan dapat bertindak dalam kepastiannya sebagai kelompok (komunitas). Bertitik tolak dari hal inilah pendekatan ekologis dalam geografi ternyata memunculkan keragaman yag cukup besar. Berdasarkan penyelidikan komprehensif yang penulis lakukan atas berbagai macam laporan penelitian, buku teks, artikel terdapat beberapa tema analisis yang dapat dikembangkan di dalamnya. Secara garis besar ada 4 tema analisis yang dikembangkan dalam pendekatan ekologis di bidang kajian geografi yaitu:
(1)   Tema analisis manusia dengan klingkungan (man and environment analysis);
(2)   Tema analisis kegiatan manusia dengan lingkungannya (human activity and environment analysis);
(3)   Tema analisis kenampakan fisikal alami dengan lingkungan (physico-natural features and environment analysis);
(4)   Tema analisis kenampakan fisikal budayawani dengan lingkungan (physico-activity  features and environment analysis); (Yunus, 2007).
Untuk lebih memahami mengenai pendekatan ekologis dalam bidang kajian ilmu Geografi dan penelitian wilayah, pada paragraf selanjutnya akan memusatkan pembahasannya pada empat jenis tema analisis tersebut. Hal ini sangat penting untuk dipahami, agar para geografiwan dapat berkiprah dalam setiap penelitian dan pembangunan sesuai dengan kompetensinya atau menjadi the right man on the place.
4.4.1 Tema analisis interaksi manusia dan lingkungannya (    men environment theme of analysis);
            Sekali lagi perlu diingatkan bahwa pemaknaan manusia dalam analisis interaksi manusia dengan lingkungannya pada pada pendekatan ekologis yang diadopsi oleh ilmu geografi, memaknai manusia bukan sebagai sosok yang berbudaya. Manusia, disamping sebagai sosok biologis juga dapat berfungsi sebagai sosok sosial, sosok ekonomi, sosok budaya, sosok politik dan sosok religius dalam menyelenggarakan kehidupannya dan hal ini selalu tercermin pada perilaku tertentu (behaviour) dalam komunitasnya dan hal inilah yang membedakannya dengan sosok biologis lainnya seperti hewan dan tumbuh-tumbuhan. Daya rasa, karsa, cipta, karya yang sangat dinamis dimiliki oleh manusia dalam rangka menyelenggarakan kehidupannya di permukaan bumi. Lain halnya dengan sosok biologis binatang yang mungkin dalam hal tertentu memiliki kemampuan merasakan, kehendak, menciptakan dan menghasilkan sesuatu namun semuanya sudah given sehingga selamanya akan terjadi seperti apa yang telah ada sebelumnya dan pada masa yang akan datang.
            Dinamika daya rasa, karsa, cipta dan karya manusia dilandasi oleh kesadaran dan kecerdasan intelektual (intellectual awareness and intellectual intelligence) dan kesadaran serta kecerdasan spiritual (spiritual awareness and spiritual intelligence) yang telah dianugerahkan Tuhan yang maha kuasa, menciptakan, pengasih dan penyayang terhadap manusia. Dalam pelaksanaan penyelenggaraan kehidupan, manusia tidak selamnya mampu melakukannya sesuai kapasitas yang dimilikinya tersebut dan hal ini dapat terjadi karena berbagai macam hal. Sangat sering terlihat suatu gejala kehidupan dan lingkungan akhirnya justru malah sangat merugikan manusia dan hal ini disebabkan oleh karena ulah manusia itu sendiri baik secara individual maupun secara bersama-sama. Dalam bahasa pembangunan wilayah  dikemukakan dalam wilayah yang bersangkutan telah terjadi umpan balik negatif terhadap kehidupan (adverse negative feed back) dari perbuatan atau kegiatan yang dilakukan oleh manusia.
            Dalam tema analisis keterkaitan antara manusia dan lingkungannya yang menjadi penekanan adalah perilaku (behaviour) manusia. Perilaku manusia sendiri terkait dengan berbagai hal antara lain persepsi, preferensi dan aksi menentunkan sesuatu dan sejenisnya dan  teciptanya perilaku sendiri dipengarui oleh berbagai faktor. Penelitian yang menenkankan pada manusia khususnya mengenai jenis prilakunya dan kemudian difungsikannya sebagai variable terpengaruh, maka penelitian tersebut mempunyai penekanan  analisis keterkaitan antara manusia dengan lingkungannya  dan termasuk dalam tema analisis yang pertama ini (Gambar 4.1).






Gambar 4.1 Keterkaitan Manusia (Behaviour)
dengan Elemen-Elemen Lingkungan (Tema Analisis 1)
            Hal ini dilandasi oleh pemikiran bahwa munculnya perilaku manusia dipermukaan bumi tidak terjadi dengan sendirinya namun disebabkan oleh pengaruh yang berasal dari dirinya (internal factors) maupun pengaruh yang berasal dari luar (eksternal factors ). Pengaruh yang berasal dari dirinya adalah sifat-sifat yang melekat pada diri manusia yang bersangkutan baik sebagai individu Ataupun anggota kelompok masyarakat. Hal-hal yang berkaitan dengan persepsi, pendidikan, pengalaman, pengetahuan merupakan sebagian contoh dari internal factors, sedangkan beberapa contoh seperti lingkungan tempat tinggal, adat istiadat, keadaan topografi, keadaaan pemanfaatan lahan, kesuburan tanah dan lain sejenisnya merupakan eksternal factors. Dalam hal ini manusia sendiri, sebagai pelaku/subjek yang  melakukan sesuatu atau mempunyai perilaku tertentu akan menjadi variabel yang tergantung (dependent variabel$29, karena suatu perilaku itu sendiri melekat dalam diri manusia. Baik faktor internal dan faktor eksternal memiliki andil dalam menentukan perilaku manusia. Oleh karena perilaku sebenarnya merupakan realisasi dari suatu persepsi yang dimiliki manusia maka sifat-sifat manusia juga menentukan variasi perilakunya. Sebagi contoh bahwa seorang yang memiliki pemahaman agama yang baik akan berbeda dengan mereka yang sama sekali tidak memiliki pemahaman keagamaan dalam hal pemeliharaan lingkungan. Dalam ajaran agama selalu dikemukakan bahwa manusia tidak boleh membuat kerusakan di permukaan bumi dan lingkungan tempat tinbggalnya, karena imbas negatif yang ditimbulkannya akan dirasakan oleh manusia itu sendiri. Hal ini akan berbeda dengan tema-tema analisis ekologis yang akan dibicarakan pada paragraf selanjutnya, dimana manusia dan sifat yang melekat pada dirinya benar-benar berada di sisi lain dari fokus analisis yang dikemukakan dan manusia berperan sebagai salah satu independent variables.
           
sebagai contoh yang nyata dapat dikemukakan di sini, yaitu perilaku penjarahan hutan oleh komunitas masyrakat tertentu. Masyarakat yang bertempat tinggal di suatu daerah yang lokasinya berbatasan langsung dengan kawasan huatan lindung ternyata telah melakukan penjarahan kayu-kayu yang ada dalam kawasan huatan lindung, walaupun mereka tahu bahwa keberadaan  hutan lindung tersebut dilindungi pemerintah yang diatur dalam undang-undang. Undang-undang mana memuat peraturan yang menjelaskan berbagai bentuk sanksi yang akan dikenakan bagi meraeka yang melanggarnya termasuk penebangan pohon-pohon yang ada di dalamnya. Perilaku masyarakat yang selalu melakukan penjarahan/pembalakan hutan dengan menebangi pohon-pohon yang ada di dalamnya merupakan permasalahan penelitian (research problem) yang menarik (Gambar 4.2).
Penelitian yang bertujuan untuk mengeungkapkan alasan-alasan yang mendasari mengapa penduduk selalu melakukan penebangan luar di kawasan lindung adalah sangat penting untuk dilakukan. Hasil penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mencari solusi yang tepat agar pada masa yang akan datang tidak terjadi pembalakan liar sehingga kondisi ekosistem hutan tidak terganggu, mata air selalu terjaga, tidak menimbulkan erosi, tidak menimbulkan banjir da daerah hilir, keaneka ragam hayati di dalamnya tetap terjaga, namun kebutuhan penduduk juga dapat dipenuhi.









Gambar 4.2. Perilaku Pembalakan Hutan dengan Elemen Lingkungan (aplikasi)
            Analisis yang menekankan pada perilaku manusia menebangi hutan dan berusaha mencari sebab-sebabnya (elemen-elemen lingkungan) dalam contoh tersebut adalah salah satu contoh aplikasi pendekatan ekologis yang mendasarkan pada tema analisis keterkaitan antara manusia (behaviour/perilaku) dengan lingkungannya. Beberapa contoh lain yang dapat dikemukakan antara lain perilaku pembuangan sampah, perilaku keluarga berencana, persepsi terhadap nilai anak (value of children), preferensi untuk memilih lokasi untuk permukiman, perilaku tidak mau mengurus IMB untuk membangun rumah. Carilah contoh-contoh lain yang merupakan isu aktual!
4.4.2 Tema Analisis Interaksi Antara Kegiatan Manusia dengan Lingkungannya (Human Activities           Environment Theme Of Analysis )
            Tema analisis yang kedua ini sangat berbeda dengan tema analisis yang pertama. Seperti diketahui bahwa jenis kegiatan manusia dipermukaan bumi sangat banyak dan keberadaan mereka sangat dipengarui oleh faktor-faktor lingkungan. Kinerja faktor-faktor lingkungan masing-masing daerah sangat berbeda satu dengan yang lainnya. Sebagi contoh dapat dikemukakan yaitu apabila pada suatu daerah berkembang kegiatan pertanian atau kegiatan industri kerajinan tertentu maka perkembangannya belum tentu sama dengan kegiatan pertanian atau industri kerajinan dengan tipe yang sama. Hal ini terkait dengan variasi wilayah yang dalam istilah pembangunan disebut sumber daya wilayah yang mempunyai karakteristik berbeda-beda baik kualitas maupun kuantitasnya. Mekanisme oprasional keterkaitan antara sumber daya wilayah juga sangat bervariasi adanya sehingga potensi pengembangannya menjadi berbeda pula. Dalam tipe analisis pertama yang mengungkapkan keterkaitan antara manusia dengan lingkungannya (man-environment analysis) penekanannya adalah perilaku manusia (man behaviour) dan unsur manusia berperanan sebagai variabel tergantung (dependent variable) sedangkan dalam tema analisis yang kedua ini berbeda sifatnya. Walaupun tema analisis yang dikembangkan dalam pendekatan ekologis ini memusatkan perhatiannyapada keberadaan sistem keterkaitan fungsional antara organisme dan lingkungannya, namun peranan manusia sebagai salah satu bentuk organisme yang menjadi focus of analysis berbeda satu dengan yang lainnya (Gambar 4.3).











Gambar 4.3  Keterkaitan Kegiatan Manusia
dengan Elemen-Elemen Lingkungan (Tema Analisis)

            dalam tema kedua yang bertujuan untuk mengungkapkan keterkaitan antara kegiatan manusia  dengan elemen lingkungannya, manusia berperan bukan lagi sebagai dependent variable namun berfungsi sebagai salah satu independent variable. Oleh karena yang menjadi penekanan analisis dalam hal ini adalah kegiatan manusia maka fokus perhatian terletak pada kinerja (performance) kegiatan manusia tersebut yang dalam hal ini dapat dinilai dari segi jumlah produksinya, produktivitasnya, kualitas produksinya, sistem pemasaran, proses produksisnya dan aspek lainnya yang berkaitan dengan kinerja kegiatan yang menjadi objek kajian. Dalam hal ini manusia yang merupakan bagian dari sumber daya merupakan salah satu variabel yang sangat berpengaruh terhadap kinerja kegiatannya, misalnya keterampilannya, pendidikannya, pengalamannya, jumlahnya, kesehatannya, kekuatan fisiknya. Sementara variabel lainnya masih sangat banyak yang perlu diperhatikan seperti elemen-elemen lingkungan fisikal, lingkungan sosial, lingkungan kultural, lingkungan politik, lingkungan ekonomi maupun lingkungan religius. Sekali lagi perlu diingatkan bahwa dalam pendekatan ekologis yang menjadi kunci dalam analisis adalah keterkaitan antara organisme dengan lingkuangannya, jadi salah satu bagian dari unsur organisme apakah itu manusia, binatang maupun tumbuhan harus menjadi bagian pokok yang harus dibahas mengenai keterkaitan dan peranannya dalam suatu sistem baik perannya  sebagai independent variable maupun berfungsi sebagai dependent variable.
             Untuk memberikan contoh pendekatan ekologi dengan tema analisis keterkaitan antra kegiatan manusia  dengan elemen lingkungannya, berikut dikemukakan kasusu di negara maju. Keterkaitan antara kegiatan manusia dengan lingkungannya digambarkan dalam diagram berikut (gambar 4.4). kegiatan pertanian yang dilakukan oleh keluarga petani dalam gambar tersebut mencerminkan gambaran umum mengenai kondisi pertanian di negara maju. Di sana tergambar bahwa kegiatan pertanian (farming activities) menghasilkan produk tanaman maupun produk peternakan. Pada umumnya penguasaan lahan yang dikelolanya sangat luas untuk ukuran indonesia pada umumnya atau jawa pada khususnya., karena dapat meliputi ratusan hektar untuk satu keluarga petani saja. Baik hasil pertanian maupun hasil dari peternakannya tidak akan habis dikosumsin sendiri, sehingga hasilnya sebagian besar akan dijual dan hasil penjualannya akan dimanfaatkan untuk menyelenggarakan kegiatannya. Dalam diagram terlihat bahwa ada keterkaitan antara kegiatan yang dilakukan tersebut dengan lembaga finansial yang dalam hal ini bank untuk mendepositkan hasil penjualannya. Dalam perjalanan waktu selanjutnya, perlu adannya upaya untuk meningkatkan kinerja (performance) kegiatannya sehingga dari waktu ke waktu diharapkan akan terjadi peningkatan penghasilan dan hal ini berarti peningkatan kesejahtraannya. Investasi baru mungkin perlu dilakukan dan ditambahkan antara lain memperluas kandang ternak, melengkapi dengan permesinan baru dan jenis sarana dan prasarana produksi lainnya. Rehabilitasi sarana dan prasarana produksi mungkin juga perlu dilaksanakan berhubung peralatannya sudah aus atau kurang efektif dan efisien. Kesemuanya memerlukan pendanaan yang tidak sedikit dan hal ini diambilkan dari deposit di Bank yang selalu dilaksanakan setiap periode panen.  








Sumber: whynne-hammond, 1985
Gambar 4.4 Keterkaitan Kegiatan Pertanian
dengan Elemen-Elemen Lingkungan (Aplikasi)
            selanjutnya keterkaitan dengan elemen-elemen lingkungan yang mempunyai pengaruh baik langsung ataupu tidak langsung dengan tata kelola usaha pertanian dan peternakannya memerlukan evaluasi setiap periode sehingga kelangsungan usahanya dapat selalu ditingkatkan. Beberapa elemen lingkungan abiotik yang perlu diperhatikan antara lain kondisi tanah khususunya kesuburannya, ketersediaan air tanah, kondisi air permukaan, iklim dan cuaca dan kondisi erosi lahan. Elemen sosio-kultural yang perlu mendapatkan perhatian antara lain kondisi sumber daya manusia (pendidikan, pengalaman, ketekunan, kerajinan, ketrampilan ), kondisi pemasaran, situasi pemasaran, situasi moneter nasional, kebijakan pemerintah terhadap  pengembangan usaha, ketrsediaan modal fdan kendala-kendala lainnya. Elemen biotik terkait dengan jenis tanaman dan binatang ternak yang dikelolanya,bagaimana mngenai produksinya, produktivitasnya, kesehatannya, bibitnya, pertumbuhannya, ketersediaan padang rumput untuk penggembalaan, penyakit-penyakitnya ndan beberapa hal terkait dengan tumbuhan dan ternaknya. Elemen-elemen lingkungan tertentu yang telah, sedang dan akan mengakibatkan berkurangnya produksi dan produktivitas tanaman dan hewan dalam sistem usaha taninya perlu diperhatikan dan selalu dipantau sehingga setiap gejala yang merugikan dapat secara dini ditanggulangi. 
            Oleh karena kondisi usaha tani negara maju ditopang oleh tingginya teknologi kelihatannya banyak kendala usaha  pertanian yang dapat diatasinya. Beberapa kunjungan perna penulis lakukan di beberapa keluarga di pinggiran kota Utrecht, Nederland, pinggiran kota Frankfurt, Jerman, pinggiran kota Denver di Colorado, USA. Salah satu contoh dapat dikemukakan di sisni pada saat penulis mendapatkan kesempatan mengunjungai sebuah keluarga petani di pinggiran kota Utrencht yang mengelola usaha pertaniannya dengan teknologi tinggi. Mereka mengatasi keadaan iklim dan cuaca yang tidak bersahabat  dengan membangun rumah kaca sehingga mampu mengondisikann kelembaban, penyinaran matahari dan kondisi suhu. Dengan demikian keterkaitan antara elemen-elemen lingkungan yang di negara lain, khususunya di negara berkembang kondisi-kondisi tersebut merupakan hal-hal yang sulit dikontrol, namun dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, hal-hal tersebut dapat diatur sesuai dengan kehendak petani. Kesemuanya dapat dikerjakan dengan bermain-main dengan komputer  di ruang kerja tertentu sehingga keadaan kelembaban, intensitas penyinaran, keadaan suhu udara dapat dikondisikan dalam waktu sangat singkat sesuai dengan kebutuhan optimal tanaman atau hewan yang diusahakannya. Contoh di atas merupakan aplikasi pendekatan ekologi yang menekankan analisisnya pada keterkaitan antara kegiatan manusia dengan elemen-elemen lingkungannya. Tugas : cari contoh lain yang merupakan isu aktual di indonesia maupun di negara lain!
4.4.3 Tema Analisis Interaksi Antara Kenampakan Fisik Alami (Fisiko-Natural) dengan Lingkungannya (Physico-Natural Features          Environment Theme Of Analysis) 
            Suatu hal yang memerlukan perhatian dalam upaya mengupas keterkaitan kenampakan fisik di permukaan bumi, adalah bahwasannya kenampakan fisik di lingkungan manusia tidak semuannya bersifat alami, namun dapat pula merupakan kenampakan fisik bukan alami atau sebagai hasil karya manusia (budayawi). Selama ini geografiwan selalu mempertahankan pemahaman klasik bahwa setiap kenampakan fisik adalah bersifat alami, dan hal ini diilhami oleh cabang ilmu  geografi sendiri yang mempertentangkan antara Human Geography dengan Physical Geography. Geografi manusia menekankan pada gejala non alami sedangkan geografi fisik menekankan pada gejala alami dan dari sisnilah terjadi distorsi pemaknaan istialah fisik itu sendiri, sehingga ke depan hal tersebut memerlukan redefinisi yang mendasar. Dari keduannya memunculkan apa yang disebut sebagai human phenomena, human features yang dipertentangkan dengan physical phenomena dan physical features. Oleh karena pengertian fisik secara harfiah mengacu pada sesuatu yang rill, maujud dan dapat disentuh, kewadagan dan dalam kenyataan empiris di permukaan bumi terdapat kenampakan  fisik yang memang bersifat alami dan budayawi atau gabungan antara keduanya maka perbedaan keduanya perlu dilakukan.
            Kenampakan fisik alami dapat dicontohkan antara lain tanah, air, gunung, danau, lapisan bumi, gua kapur, stalaktit, stalakmit,  sungai dan masih banyak lainnya. Kenampakan fisik budayawi/yang keberadaaanya disebabkan oleh kegiatan manusia/dibangun oleh manusia antara lain kota, bangunan-bangunan, gedung-gedung, pelabuhan, jalan, saluran irigasi, masjid, candi, permukiman dan lain sebagainnya. Sementara itu ada pula kenampakan yang meruppakan perpaduan antara kekuatan alami dan kegiataan manusia yaitu gua alamiyang dimanfaatkan untuk tempat tinggal manusia dan di dalamnya dibuat kamar-kamar baru dengan menata diding guannya.penulis perna mengunjungi kenampakan tersebut di Mesa Verde Conservation Area di Amerika Serikat, sebuah area konservasi budaya suku bangsa indian termasuk gua-gua yang pernah ditempati suku bangsa ini pada masa yang lalu.
            Tema analisis keterkaitan antara kenampakan fisik alami dengan lingkungan dalam hal ini menempatkan kkenampakan fisik alami menjadi fokus sentral. Performa (performance)/ kinerja kenampakan fisik alami yang menjadi tekanan dalam hal ini dan hal tersebut dapat mengacu pada kualitas gejala maupun kuantitas gejala. Kinerja kenampakan fisik alami juga selalu mengalami perubahan, walaupun perubahannya relatif mengalami waktu yang lama dibandingkan dengan kenampakan fisik budayawi. Dalam beberapa hal memang terdapat perubahan yang cepat oleh karena adanya campur tangan manusia terhadap elemen linngkungannya. Sekali lagi ditegaskan bahwa unsur oganisme baik itu manusia, flora dan fauna menjadi salah satu variabel pengaruh/bebas (independent variable) sedangkan kenampakan fisik alaminya menjadi variabel terpengaruh/tergantung. Peranan masing-masing variabel pengaruh masing—masing tidak sama kekuatannya, frekuensinya, intensitasnya dan hal tersebut dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. kesemua elemen lngkungan salaing terkait satu sama lain dalam satu sisitem wilayah (Gambar 4.5)











Gambar 4.5 Keterkaitan Kenampakan Fisik Alami
dengan Elemen-Elemen Lingkungan (Tema Analisis III)
            Sebagai contoh dapat dikemukakan di sini yaitu analisis yang akan meneliti mengenai gejala pendengkalan danau alami tertentu yang terjadi sangat hebat sebut sebagai contoh Danau Limboto di Gorontalo. Danau ini merupakan danau alami namun dalam masa dua atau tiga dekade terakhirtelah terjadi proses pendangkalan danau yang sangat hebat, sehingga dalam beberapa dekade ke depan danau ini terancam akan tinggal nama saja.
            Upaya untuk meneliti mengenai penyebab pendangkalan, proses pendangkalan, dampak pendangkalan merupakan bidang kajian wilayah yang menekankan pada pendekatan ekologi di mana unsur-unsur organisme tampak pada keberadaan tumbuhan, binatang dan manusianya. Beberapa elemen lingkungan yang ada di danau Limboto seperti eceng gondok dan beberapa tumbuhan rawa yang memenuhi danau, vegetasi penutup dan erosi tanah di kawasan sekitar danau, keberadaan permukiman manusia di tepi danau yang selalu tergenang air, kegiatan manusia di sekitar danau, kondisi sungai yang mengalir ke danau, keadaan topografi dan masih banyak lagi elemen lingkungan yang harus disebutkan saling berinteraksi satu sama lainnya sedemikian rupa mengakibatkan terjadinya pendangkalan danau. (gambar 4.6).










Gambar 4.6 keterkaitan danau tertentu (sedimentasi tinggi)
dengan elemen lingkungannya (aplikasi)
            Dan hasil penelitian diharapkan dapat diketahui penyebab pendangkalan danau, proses pendangkalan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya. Kinerja danau Limboto, khususnya mengenai kualitas lingkungan danaunyayang terus menurun merupakan dependent variable yang akan dikaitkan dengan beberapa independent variable. Dari sinilah beberapa kebijakan sosial, ekonomi, budaya, spasial, lingkungan dapat dirumuskan dalam rangka mempertahankan danau Limboto (sustainable Limboto Lake) untuk masa yang akan datang. Tugas: carilah contoh lain yang merupakan isu aktual di indonesia!
4.4.4 Tema Analisis Interaksi Antara Kenampakan Fisik Budayawi dengan Lingkungannya (Physico-Artificial Features         Environment Theme Of Analysis )
dalam tema analisis ini, kenampakan fisik budayawi menjadi fokus sentral. Kenampakan fisik budayawi sendiri diartikan sebagai suatu bangunan atau bentukan tertentu (bukan bangunan) yang keberadaanya secara sengaja dihadirkan oleh manusia untuk dimanfaatkan sebagai sarana atau prasarana penyelenggara kehidupannya.beberapa contoh diantaranya dapat dikemukakan di sisni antara lain bangunan superblock, kompleks permukiman, kompleks bandar udara, kompleks pelabuhan, reservoir, jalan arteri,kampus pendidikan, jembatan dan masih banyak lagi untuk disebutkan. Sebagaimana denganketerkaitan antara kenampakan fisik alami dengan lingkungan, yang menjadi entry point untuk melakukan analisis adalah performa dari kenampakan fisik budayawi itu sendiri. Performa  mana dapat diketahui dari kualitas atau kuantitas yang ditampilkannya. Performa mana selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu karena adanya pengaruh dari elemen-elemen lingkungan yang sanngat bervariasi dari tempat yang satu ke tempat yang lain dan hal ini disebabkan adanya variasi elemen lingkungannya (gambar 4.7). ketepatan pemilihan elemen-elemen lingkungan mana yang dianggap mempunyai pengaruh terhadap kinerja kenampakan fisisk budayawi yang ada sangat tergantung dari kemendalaman peneliti mengenai objek kajian dimaksud dan hal ini tergantung pada banyak sedikitnya sumber referensi yang dikuasai.











Ganbar 4.7 Keterkaitan Kenampakan Fisik Budayawi
dengan Elemen-Elemen Lingkungan (Tema Analisis IV)
            Beberapa contoh mengenai hal tersebut dapat dikemukakan di sini, antara lain mengenai kinerja bandar udara X yang terus menurun dari waktu ke waktu, kemampuan pelayanan bongkar muat pelabuhan yang menurun dari pelabuahan Y pada kurun waktu tertentu, bertambahnya jumlah permukiman liar di bantaran sungai Ciliwung, meningkatnya tingkat kekumuhan di kawasan permukiman Menteng Pulo, menurunnya kinerja objek wisata W dan masih banyak lagi.
            Beberapa contoh di atas memang memerlukan pemecahan agar kinerja  objek kajian pada masa yang akan datang dapat menjadi lebih baik. Elemen-elemen lingkungan terkait dengan objrk kajian yang diduga kuat berperan terhadap performannya perlu diidentifikasi dan dianalisis keterkaitannya sehingga elemen-elemen determinan sebagai penyebabnya dapat  diketahui an kemudian dapat dicarikan solusinya sehingga pada masa yang akan datang kinerjannya akan menjadi lebih baik. Objek kajian yang merupakan kenampakan fisik budayawi tersebut merupakan dependent variables yang mempunyai keterkaitan langsung maupun tidak langsung terhadap objek. Elemen-elemen lingkungan dari objek yang diteliti terdiri dari elemen lingkungan fisik dan elemen lingkungan non-fisik termasuk manusia dan makhluk hidup lainnya. Untuk memperoleh gambaran yang jelas, berikut ini dikemukakan aplikasi tema analisis yang menekankan pada keterkaitan antara kenampakan fisik budayawi dengan elemen lingkungan.
            Sebuah objek wisata W di sesuatu wilayah diyakini mengalami kinerja yang semakin menurun dalam kurun waktu satu dekade terakhir. Hal ini ditunjukkan antara lain dengan menurunnya kunjungan wisata wisatawan domestik maupun manca negara yang sangat signifikan. Dalam mengungkapkan kondisi ini, perlu dikemukakan data pendukung berupa angka jumlah kunjungannya karena masalah penelitian (research problem) selalu didasarkan pada kondisi faktual bukan dugaan atau hipotesis dan hal ini harus ada data pendukungnya. Tidak jarang terjadi bahwa dalam mengungkapkan suatu permasalahan penelitian, seorang peneliti mencitrakan sesuatu kondisi tanpa didukung oleh fakta dan bahkan ada upaya mendramatisir kondisi sehingga terdapat penyangatan luar biasa terdapat kondisi yang ada. Hal seperti ini sangat tidak diperkenankan dalam suatu penelitian. Setelah itu kemudian baru dikemukakan beberapa hipotesis mengenai kemungkinan-kemungkinan penyebab terjadinya gejala penurunan kunjungan wisatawan domestik maupun mancanegara. Mengenai bagaimana hipotesis atau pertanyaan penelitian yang berkaitan dengan permasalahan penelitian akan dibahas pada paragraf tersendiri. Skema kerangka keterkaitan antara objek kajian (kompleks wisata W) dapat dicerminkan dalam diagram berikut (gambar 4.8).
            Beberapa elemen terkait dengan objek wisata W dapat dikelompokkan menjadi beberapa elemen lingkungan yaitu elemen lingkungan abiotik, lingkungan biotik, lingkungan sosio- kultural. Lingkungan abiotik terkait antara lain kondisi topografi, hidrografi, geologi, pedologi, klimatologi. Lingkungan biotik terkait dengan flora dan fauna. Lingkungan sosio-kultural dalam arti luas antara lain kondisi sosial, kultural, budaya, ekonomi, politik, teknologi dan religius.
            Sebagai contoh mengenai kondisi topografi sangat terkait dengan panorama alami yang ditawarkan, keaneka ragam hayati pegunungan khususnya tanaman hias. Apabila keberadaan tanaman hias ditata dengan asri di setiap sudut ruang yang ada maka akan menambah daya tarik tempat rekreasi. Demikian pula kondisi hidrografi berkaitan dengan ketersediaan air yang ada untuk kepentingan pemenuhan air bersih bagi wisatawan. Peraturan yang berkenaan dengan kebersihan, sebagai contoh, sangat mendukung kebersihan dan menghindarkan dari polusi. Apabila kinerja objek wisata W ternyata saat ini menjadi lebih kotor, bau tidak sedap terdapat di mana-mana, ketersediaan air tidak memadai, jalan menuju objek wisata menjadi tambah rusak, keadaan keamanan pengunjung tidak terjamin maka dapat dipastikan bahwa kinerjanya menurun dan akan semakin tidak diminati pengunjung.
 











Gambar 4.8   Keterkaitan Objek Wisata W (Kinerja Semakin Buruk)
dengan Elemen Lingkungan (Aplikasi)
            Penjelasan mengenai pendekatan ekologis yang diadopsi di bidang kajian geografi untuk studi wilayah serta beberapa contoh yang dikemukakan kiranya dapat memberi kejelasan yang lebih baik, sehingga kebingunggan yang dirasakan peneliti tidak akan terjadi lagi. Hal ini penulis pandang sangat penting untuk dikemukakan karena untuk menghindari terjadinya marginalisasi studi geografi sendiri dalam perencanaann, pelaksanaan pembangunan wilayah sehingga para geografiwan mampu menempatkan dirinya sebagai the right expert on the right expertise. Gejala marginalisasi itu sendiri sebenarnya sudah ditengarai dalam waktu yang lama dan salah satu di antara penyebabnya adalah tidak dipahaminya dengan baik akan kekhasan kompetensinya.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar