Header

Minggu, 15 April 2012

KAJIAN DESKRIPTIF SUMBER DAYA ALAM DI PULAU KALIMANTAN PENDAHULUAN

oleh:
imam arifa'illah syaiful huda & indah ashlachal ummah

Latar Belakang
Kalimantan adalah nama bagian wilayah Indonesia di Pulau Borneo Besar; yaitu pulau terbesar ketiga di dunia setelah Greenland dan Seluruh Pulau Irian. Kalimantan meliputi 73 % massa daratan Borneo. Terdapat empat propinsi di Kalimantan, yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, luas seluruhnya mencapai 549.032 km². Luasan ini merupakan 28 % seluruh daratan Indonesia. Kalimantan Timur saja merupakan 10% dari wilayah Indonesia. Bagian utara Pulau Borneo meliputi negara bagian Malaysia yaitu Serawak dan Sabah, dan Kesultanan Brunei Darusallam. Batasan wilayah secara politik yang ada sekarang ini mencerminkan kepentingan penjajah masa lampau.
Secara geografis pulau Kalimantan (Indonesia), terletak diantara 4°24` LU - 4°10` LS dan antara 108°30` BT - 119°00` BT dengan luas wilayah sekitar 535.834 km². Berbatasan langsung dengan negara Malaysia (Sabah dan Serawak) di sebelah utara yang panjang perbatasannya mencapai 3000 km mulai dari proinsi Kalimantan Barat sampai dengan Kalimantan Timur. Pulau Kalimantan sebagaian besar merupakan daerah pegunungan / perbukitan (39,69 %), daratan (35,08 %), dan sisanya dataran pantai/ pasang surut (11,73 %) dataran aluvial (12,47 %), dan lain-lain (0,93 %). Pada umumnya topografi bagian tengah dan utara (wilayah republik Indonesia/RI) adalah daerah pegunungan tinggi dengan kelerengan yang terjal dan merupakan kawasan hutan dan hutan lindung yang harus dipertahankan agar dapat berperan sebagai fungsi cadangan air dimasa yang akan datang.
Pegunungan utama sebagai kesatuan ekologis tersebut adalah Pegunungan Muller, Schwaner, Pegunungan Iban dan Kapuas Hulu serta dibagian selatan Pegunungan Meratus. Para Ahli agronomi sepakat bahwa tanah-tanah di Kalimantan adalah tanah yang sangat miskin, sangat rentan dan sangat sukar dikembangkan untuk pertanian. Lahan daratan memerlukan konservasi yang sangat luas karena terdiri dari lahan rawa gambut, lahan bertanah asam, berpasir, dan lahan yang memiliki kelerengan curam. Kalimantan dapat dikembangkan, tetapi hanya dalam batas-batas ekologis yang agak ketat dan dengan kewaspadaan tinggi.
Sejumlah sungai besar merupakan urat nadi transportasi utama yang menjalarkan kegiatan perdagangan hasil sumber daya alam dan olahan antar wilayah dan eksport-import. Sungai-sungai di Kalimantan ini cukup panjang dan yang terpanjang adalah sungai Kapuas (1.143 km) di Kalbar dan dapat menjelajah 65 % wilayah Kalimantan Barat.
Potensi pertambangan banyak terdapat di pegunungan dan perbukitan di bagaian tengah dan hulu sungai. Deposit pertambangan yang cukup potensial adalah emas, mangan, bauksit, pasir kwarsa, fosfat, mika dan batubara. Tambang minyak dan gas alam cair terdapat di dataran rendah, pantai, dan lepas pantai. Kegiatan perkebunan pada umumnya berada pada wilayah di perbukitan dataran rendah. Perkebunan yang potensi dan berkembang adalah : sawit, kelapa, karet, tebu dan perkebunan tanaman pangan. Usaha perkebunan ini sudah mulai berkembang banyak dan banyak investor mulai datang dari negara jiran, karena keterbatasan lahan di negara jiran tersebut. Untuk terus dikembangkan secara ekonomis dengan memanfaatkan lahan yang sesuai. Namun sekarang ini pengembangan perkebunan juga mengancam kawasan perbukitan dataran tinggi, namun diduga areal yang sebenarnya kurang cocok untuk perkebunan hanya sebagai dalih untuk melakukan eksploitasi kayu.

KONDISI FISIOGRAFIS KALIMANTAN

Kondisi Geologi Secara Umum
Indonesia bagian barat seperti Kalimantan, Sumatera, Jawa Barat serta Jawa Tengah tersusun oleh kerak benua, demikian pula dasar lautan di antara pulau- pulau ini yang dangkal. Di bawah kerak bumi adalah zona yang batuannya lebih panas dan bersifat lebih plastis. Lempeng benua dan lempeng samudera mengapung di atas bahan cair di bawahnya. Di Kalimantan terdapat empat unit geologi utama, yaitu batuan yang dihubungkan dengan pinggir lempeng, batuan dasar, batuan muda yang mengeras dan tidak mengeras, dan batuan aluvial serta endapan muda yang dangkal.
Kompleks batuan dasar di Kalimantan di bagian barat dan bagian tengah Kalimantan (termasuk pegunungan Schwaner) mewakili singkapan dasar benua terbesar di Indonesia. Batuan dasar adalah batuan di dasar lapisan stratigrafi yang umumnya lebih tua dari batuan di atasnya. Batuan ini biasanya mengalami metamorfosis jika terkena panas. Hasil metamorfosis batuan ini yang khas adalah batu pualam yang berasal dari batu kapur; batu sekis hijau yang berasal dari batuan vulkanik, batu gneis yang berasal dari batu pasir atau granit. Daerah batuan metamorfosis atau batuan dasar adalah jenis kerak benua yang sering dipengaruhi oleh batuan intrusi muda. Kompleks batuan dasar Kalimantan terdiri dari atas sekis dan gneis yang tercampur dengan granit dari Era Palaezoikum dan Periode Terseir membentuk daerah kristal yang sangat luas.
Batuan yang berasosiasi dengan pinggir lempeng Kalimantan mencakup Opiolit (kerak samudera) dan Melange. Potongan lantai samudera (kerak samudera) terdapat beberapa tempat didaratan Kalimantan. Potongan-potongan ini dicirikan oleh susunan batuan beku yang padat gelap tipe Basa dan Ultra Basa dengan komponen granit. Endapan batu kersik samudera dan karbonat mungkin juga terdapat deretan batuan ini disebut Opiolit. Sebagian pengganti jalur penunjaman, Opiolit-Opiolit ini terbentuk oleh tubrukan lempeng ketika kerak samudera terperangkap oleh gerakan tektonik lempeng dan tertekan ke pinggir lempeng yang berdekatan dan di sini Opiolit-Opiolit ini tetap terlindungi. Proses pencuatan ini sering disertai oleh rubuh dan retaknya batuan. Kompleks Opiolit di Pulau Laut dan Pegunungan Meratus terbentuk dengan cara ini.
Batuan Melange adalah batuan campuran potongan-potongan batu dari berbagai jenis dan ukuran yang berbeda dalam matrik berliat yang terpotong, yang menunjukkan adanya tekanan yang sangat kuat. Potongan-potongan ini ukurannya dapat sangat kecil (cm) dan dapat juga berukuran besar (ratusan meter atau lebih). Malange sering dikaitkan dengan proses pembentukan jalur penunjaman. Melange merupakan perpaduan antara bahan-bahan yang terkikis dari lempeng samudera yang bergerak turun dengan endapan yang berasal dari massa daratan atau lengkung vulkanik di dekatnya. Seluruh massa ini tergesek dan terpotong karena desakan ke bawah dari lempeng yang bergerak turun. Batuan yang terbentuk dengan cara ini berasosiasi dengan desakan keatas lempeng Opiolit yang besar di Pegunungan Meratus.
Daerah Melange yang luas di bagian tengah Kalimantan, yaitu yang terbentang di perbatasan antara Kalimantan dan Malaysia, masih belum diketahui dengan baik. Daerah Melange ini merupakan zona batuan hancur, sering mengandung potongan-potongan Opiolit, tetapi luas dan umur geologinya (akhir mesozoikum sampai periode tersier yang lebih tua) sulit untuk dijelaskan dalamperistilahan lempeng tektonik sederhana (Williams dkk, 1989).
Sebagian besar Kalimantan terdiri dari batuan yang keras dan agak keras, termasuk batuan kuarter di semenanjung Sangkulirang dan jajaran pegunungan meratus, batuan vulkanik dan endapan tersier. Kalimantan tidak memiliki gunung api yang aktif seperti yang terdapat di Sumatera dan Jawa, tetapi memiliki daerah batuan vulkanik tua yang kokoh di bagian barat daya dan bagian timur Kalimantan. Hal-hal tersebut merupakan peninggalan sejarah geologis Indonesia yang mencakup berbagai masa kegiatan vulkanik dari 300 juta tahun yang lalu sampai sekarang. Batuan vulkanik terbentuk sebagai hasil magma dari perut bumi yang mencapai permukaan. Ketika magma menjadi dingin dan membeku, dibawah permukaan bumi terbentuk sebagai hasil magma dari perut bumi yang mencapai permukaan. Ketika magma menjadi dingin dan membeku, di bawah permukaan bumi terbentuk batuan intrusi seperti granodiorit. Ditempat batuan vulkanik tua Kalimantan yang telah terkikis, intrusi yang mengandung cadangan emas, semula di bawah gunung api merupakan bagian penting dari proses utama pembentukan mineral seperti emas.
Suatu kawasan yang luas di bagian tengah, timur dan selatan Kalimantan tersusun dari batuan endapan seperti batu pasir dan batu sabak. Selain formasi yang lebih tua di Kalimantan Barat, kebanyakan formasi sedimen relatif muda dan mencakup batu bara dan batuan yang mengandung minyak bumi. Bagian selatan Kalimantan terutama tersusun dari pasir keras yang renggang dan teras kerikil yang sering dilapisi oleh timbunan gambut muda yang dangkal dan kipas aluvial yang tertimbun karena luapan sungai. Setidaknya di Kalimantan terdapat 205 formasi batuan. Formasi batuan di Kalimantan, terdapat banyak patahan di Kalimantan Timur dan Barat, sedikit di Kalimantan Selatan dan sangat sedikit di Kalimantan Barat. Sebaran patahan yang paling sedikit berada di bagian selatan sampai barat dari Pulau Kalimantan.

Geologi Kalimantan Timur
Kalimantan Timut membentuk sebagian arah pokok Kepulauan Filipina. Rangkaian Pulau Palawan berakhir pada Pegunungan Kinibalu dan rangakaian Pulau Sulu terakhir di daerah Teluk Darvel. Pegunungan Kinibalu yang membujur arah timur laut barat daya terdiri dari lapisan Pra-tertier yang terlipat tinggi dan lapisan Tertier yang terlipat lebih rendah, yang terganggu oleh granodiorit dari massa batuan massif Kinibalu. Pegunungan di sebelah utara Teluk Darvel yang membujur arah timur barat juga tersusun dari batuan Pretertier dan Tertier bawah. Lapisan Tertier yang lebih muda yang kurang terlipat terdapat pada sisi rangkaian ini serta pada basin di antaranya yang meluas ke arah barat palung Sulu. Kalimantan Utara yang komplek ini mempunyai hubungan geologis dengan kepulauan Filipina, yang dipisahkan oleh massa Neogen yang membentang melintasi pulau itu dari Basin Sulawesi di bagian timur sampai teluk Labuhan di pantai barat laut. Hal ini dapat ditunjukkan oleh adanya kesamaan batuan yang ditemukan pada Pulau kalimantan dan Kepulauan di Filipina.
Bagian yang bersifat Sunda di Kalimantan terdiri atas teras kontinen berbentuk segitiga (baji) di Kalimantan barat daya yang dibatasi oleh Basin Tertier bagian selatan dan timur Kalimantan pada sisi lain. Hanya bagian barat Kalimantan berupa segitiga yang dibentuk oleh Pegunungan Muller Ujung Datuk Ujung Sambar yang sebenarnya merupakan massa kontinen. Bagian itu pada sisi timurnya terdiri atas Basin Melawi dengan fasies air payau Tertier Bawah. Menurut Fen (1933),hanya Kalimantan Barat daya yang boleh disebut daratan tua (Alte Rumpfebene).
Teras kontinen ini membentuk bagian massa daratan Sunda tua. Batas utaranya dibentuk oleh kelompok pegunungan yang membentang dari Ujung Datuk melalui gunung Niut dan Plato Madi ke arah Pegunungan Muller. Tepi selatan dibentuk oleh Pegunungan Schwaner dan pegunungan rendah yang membentang ke pantai selatan. Kedua jalur batuan selanjutnya ditandai dengan intrusi Volkanis dan ekstrusi Tertier. Jalur volkan Tertier ini bertemu di Pegunungan Muller dan selanjutnya membentang ke arah timur laut melalui Batuayan (1652 m) ke Kongkemal (2053 m) dan berakhir pada Pegunungan Datong yang rendah di sebelah barat Tarakan. Di dekat ujung utara massa kontinen Kalimantan Barat, jalur Basalt Kuarter terdapat di sekeliling Gunung Niut yang tua dan sepanjang ujung barat daya terdapat beberapa volkan Kuarter yang telah padam, seperti Murai, Seluh, dan Bawang Aso. Dari Kongkemal sebuah pegunungan yang kompleks bercabang ke arah timur menuju Niapa (1275m) dan dari tempat tersebut basement kompleks merosot dengan teratur da bawah lapisan Tertier semenanjung Mangkaliat.
Masa tanah Sunda itu menyusup ke Kalimantan seperti sebuh baji besar yang lebar dasarnya 600 km, sepanjang pantai barat daya antara Ujung Datuk dan Ujung Sambar, membentang ke timur laut sampai pulau itu, serta berangsur- angsur menyempit. Bagian timur laut Pegunungan Schwaner mulai merosot di bawah lapisan marin Tertier, tetapi kemudian dapat diikuti lebih jauh ke arah timur laut sampai Kongkemal, kemudian meruncing keluar ke pegunungan Latong di Kalimantan timur laut. Baji batuan PreTertier ini membentuk kerangka struktural Kalimantan Sunda.
Di sebelah barat lautnya terdapat pegunungan besar setinggi 1000-2000 m yang cekung ke arah barat laut dan terdiri dari Pegunungan Kapuas Hulu dan Iran. Rangkaian pegunungan ini tersusun dari batuan marin PreTertier dan Tertier Bawah yang terlipat secara intensif serta menekan ke arah barat laut.rangkaian tersebut dipisahkan oleh Lembah Rejang, dari sebuah punggungan (Igir Ularbulu) yang tingginya berangsur angsur berkurang dari 1000 m, yang juga cekung ke arah barat laut. Pegunungan ini merupakan antiklinorium yang sebagian besar terdiri dari lapisan Tertier, dipisahkan dari pantai Serawak dan Brunei oleh jalur agak sempit dari tanah pegunungan rendah. Pegunungan Kapuas Hulu Iran dan Punggungan Ularbulu merupakan rangkaian pegunungan Tertier yang termasuk kedalam Sistem Pegunungan Sunda. Di sebelah tenggara dan timur kerangka struktural Kalimantan, basement kompleks Pretertier menghilang di bawah basin bagian selatan dan timur dan di tempat itu terjadi pengendapan ribuan meter sidimen Tertier.
Basement complex itu muncul lagi ke arah pantai timur, merosot membentuk palung di Selat Makasar dan muncul lagi sebagai Pulau Laut dan Sebukku di luar sudut tenggara Kalimantan. Pada bagian tepi ini basin Tertier Kalimantan tenggara dan timur berupa pegunungan membujur barat daya timur laut. Pegunungan tersebut berawal di Meratus di bagian selatan, terdiri dari batuan Pretertier dan berhubungan dengan antiklinorium Samarinda. Dari antiklinorium Samainda, pada bagian yang terpotong oleh Sungai Anteseden Mahakam, sumbu itu muncul lagi ke arah utara ke ambang melintang yang dibentuk oleh Sistem Kongkemal Niapa Mangkaliat.
Rangkaian Pegunungan Meratus Samarinda merupakan hasil orogenesis Tertier pada sisi tenggara kerangka struktural kalimantan. Orogenesis itu membentuk bagian yang berlawanan dari rangkaian pegunungan Tertier Serawak pada sisi barat lautnya.

Geologi Kalimantan Tengah
Runtunan stratigrafi daerah Sampit tersaji pada Gambar 3. Satuan batuan paling tua yang merupa¬kan batuan dasar runtunan batuan sedimen Tersier, adalah batuan malihan yang terdiri atas filit, genes, sekis, dan kuarsit yang dikenal sebagai batuan tak terurai (Nila drr., 1995). Satuan batuan ini, yang menyebar ke arah utara hingga sekitar daerah Gu¬nung Mas, tersingkap berupa jendela yang muncul di tebing sungai dan ditindih langsung oleh Formasi Warukin dan Formasi Dahor. Singkapan yang agak luas dijumpai di Sungai Sampit Kiri, selatan cabang Sungai Kuayan, dan Hulu Sungai Rungan Kiri (Gambar 4). Di daerah penelitian, satuan batuan malihan ini berfoliasi dengan arah barat daya – timur laut. Umur batuan malihan ini diperkirakan Permo-Trias, (Nila drr., 1995).
Satuan batuan tak terurai di daerah ini bersentuh-an secara tektonis/diterobos oleh batuan granitan yang merupakan tubuh batolit berumur Kapur Akhir (76 + 8,7 juta tahun lalu) dan terdiri atas granit, diorit, granodiorit, dan tonalit sampai monzonit (Gambar 3). Sebaran batuan ini sangat luas ke arah utara, sedangkan di bagian selatan tersingkap di daerah Bukit Batu timur Sungai Katingan, wilayah Kasongan; Sungai Mentaya Hulu; Desa Tangkiling, Kecamatan Bukit Batu wilayah Palangka Raya dan di hulu sungai Sebangan dan Sungai Bakung di sebelah barat daya Palangka Raya. Satuan batuan ini yang merupakan batuan dasar untuk wilayah penelitian yang dinamakan Tonalit Sepauk. (Amiruddin, 1989).


Secara tak selaras di atas satuan batuan granit-an diendapkan Formasi Tanjung yang terdiri atas batupasir kuarsa berselingan dengan batulempung dengan sisipan batubara, diduga berumur Eosen, dan diendapkan dalam lingkungan paralik-neritik (Nila drr., 1995). Formasi Tanjung ini di daerah penelitian mencapai tebal 30 m, dan tersingkap hanya berupa jendela di sepanjang tebing Sungai Kuayan Hulu dan Sungai Mentaya (Gambar 4). Secara selaras di atas Formasi Tanjung dijumpai Formasi Berai, yang dikuasai oleh batugamping berwarna putih kelabu, berlapis baik dengan tebal 20 sampai 200 cm; setempat kaya akan koral, foraminifera, dan ganggang; bersisipan napal kelabu muda, padat dan berlapis baik (10-15 cm), serta batulempung berwarna kelabu, setempat terserpihkan dengan ketebalan 25–75 cm. Kumpulan foraminifera besar yang terdapat dalam batugamping (Aziz, 1982) mengindikasikan umur Oligosen Akhir – Miosen Tengah (Te-Tf) dengan lingkungan pengendapan neritik. Di daerah penelitian, satuan batugamping ini tersingkap baik di Sungai Mentaya yang menindih Formasi Tanjung (Gambar 4) dengan ketebalan mencapai 20 m. Secara selaras Formasi Berai ditindih oleh Formasi Warukin.
Secara umum Formasi Warukin disusun oleh batupasir kuarsa, batulempung, batulanau, dan konglomerat di bagian bawahnya; serta sisipan batubara dan lensa batugamping. Singkapannya dijumpai pada perpotongan Sungai Kuayan, Sungai Mentaya, Sungai Katingan, Mungkubaru, dan Gaung Baru (Gambar 4). Formasi ini yang menunjukkan kisaran umur Miosen Awal - Tengah, diduga merupakan endapan transisi darat (fluviatil) - laut dangkal (Heryanto & Sanyoto, 1994; Margono drr., 1997).
Formasi Warukin ditindih secara tak selaras oleh Formasi Dahor yang terdiri atas batupasir kuarsa dan konglomerat yang mengandung kepingan kuarsit dan basal, berselingan dengan batupasir berbutir sedang - sangat kasar, setempat berstruktur silang-siur, sisip-an batulempung setempat karbonan hingga gambut dan batulempung. Di daerah penelitian Formasi Dahor ini dikuasai oleh batupasir kuarsa berbutir halus hingga setempat sangat kasar dan konglomeratan. Sisipan batulempung dijumpai berupa lapisan dengan ketebalan hingga 7 m dan memperlihatkan warna abu-abu gelap hingga terang dan ada pula yang berwarna putih bersih hingga kekuningan. Setempat batulempung ini bersifat lanauan hingga lanau lempungan; ada pula yang mengandung bahan organik dan getah (resin) berukuran sekitar 1 cm. Sisipan batupasir karbonan yang hadir berwarna hitam, ketebalan mencapai 50 cm, umumnya lebih padat dan keras. Ketebalan formasi ini ada yang mencapai 500 m, berumur Pliosen – Plistosen (Margono drr., 1997) dan berlingkungan fluviatil (Heryanto drr., 1998).



Geologi Kalimantan Barat
Geologi regional daerah kajian disajikan berdasarkan Peta Geologi Lembar Sambas dan Siluas, Kalimantan skala 1 : 250.000 (Rusmana dan Pieters, 1993) (Gambar 2). Penyebaran batuan secara regional diperlukan untuk mendapatkan gambaran mengenai batuan sumber (source) dan batuan sekunder yang mengandung emas dan perak. Batuan sumber adalah Formasi Seminis (Pz s) yang diterobos oleh Batuan Terobosan Sintang (Toms) dan Batuan Gunung Api Sekadau (TRusk) sebagai pembawa larutan sulfida yang membentuk sistem hidrotermal. Sementara itu satuan sekunder yang mengandung emas dan perak adalah endapan aluvium rawa (Qa). Pada Formasi Seminis dan aluvium rawa saat ini terdapat kegiatan penambangan emas dan perak (Rusmana dan Pieters, 1993). Secara umum, daerah tinjauan ditempati oleh dataran aluvium berawa sistem Sungai Paloh dan Sambas yang bersatu di dataran pantai bagian barat. Di sebelah timur daerah tinjauan, batuan sedimen dan batuan malihan Mesozoik umumnya membentuk perbukitan rendah, bergelombang, dan perbukitan terisolir yang dibentuk oleh intrusi batuan beku yang berumur Trias sampai Tersier. Penyebaran aluvium dan batupasir membentuk topografi kasar dengan gawir dan kemiringan lereng yang terjal, sehingga sulit dibedakan dengan konstruksi bentang alam batuan Gunung Api Niut di Kalimantan Barat yang terdapat di bagian selatan daerah tinjauan.
Berdasarkan Rusmana dan Pieters (1993), tataan stratigrafi daerah tinjauan dibagi menjadi tujuh satuan dari tua ke muda. Batuan tertua di daerah tinjauan adalah Formasi Seminis (PzTRs) berumur Perem Akhir - Trias Awal, terdiri atas batusabak, filit, dan batupasir malihan. Formasi Seminis diterobos oleh Batuan Gunung api Sekadau (PzTRs) dan Batuan Terobosan Sintang (Toms). Batuan Gunung Api Sekadau (PzTRs) berumur Trias, terdiri atas basal, dolerit, andesit, tuf, breksi, dan aglomerat; sedangkan Batuan Terobosan Sintang (Toms) yang berumur Oligosen Akhir - Miosen Awal berupa diorit, dasit, andesit, dan granodiorit. Formasi Seminis ditindih oleh Kelompok Bengkayang (TRJb) berumur Trias Akhir - Jura Awal, yang tersusun oleh batupasir, batulumpur, batulanau, konglomerat, serpih, batupasir tufan, dan tuf biasanya karbonan. Di atas Kelompok Bengkayang terdapat Kelompok Serabang (JKls) yang berumur Jura Tengah - Kapur Tengah, dan terdiri atas batuan ultramafik, gabro, basal malihan, rijang, dan sepilit yang berassosiasi seperti batuan bancuh dengan batusabak, filit, sekis, batupasir malihan, dan batutanduk. Kelompok Serabang ditindih oleh Formasi Pedawan (Kp) dan Batupasir Kayan (TKk). Formasi Pedawan berumur Kapur Tengah - Atas, terdiri atas serpih, batupasir, batulumpur karbonan, dan sedikit sisipan batugamping. Sementara itu Batupasir Kayan yang berumur Paleosen - Oligosen, merupakan batupasir kuarsa, serpih, batulanau, dan sisipan konglomerat, setempat terdapat kayu terkersikan dan batubara.
Selanjutnya secara setempat terdapat intrusi Granit Pueh (Kup) berumur Kapur Akhir, tersusun oleh granit dan adamelit. Batuan terobosan lainnya adalah Batuan Terobosan Sintang (Toms) berumur Oligosen - Miosen, yang berupa diorit, dasit, andesit, dan granodiorit. Batuan gunung api adalah batuan Gunung Api Niut berumur Pliosen, terdiri atas basal, andesit, dan piroksen.
Secara umum, daerah tinjauan tertutup oleh endapan aluvium (Qa) yang tersusun oleh lumpur, pasir, kerikil dan sisa tumbuhan, kecuali di daerah pantai terdapat Endapan Litoral (Qc). Endapan litoral tersebar sepanjang pantai daerah tinjauan dengan lebar bentangan berkisar antara 1,5 km - 9 km, terdiri atas lumpur, pasir, kerakal, setempat gampingan, dan bahan tumbuhan.


Struktur kelurusan yang berkembang di daerah tinjauan adalah struktur rekahan dan retakan yang pada beberapa tempat berkembang menjadi struktur liniasi dan sesar. Struktur kelurusan tersebut berarah barat laut - tenggara. Secara umum, struktur tersebut muncul akibat adanya penerobosan oleh batuan terobosan dan gunung api. Akibat penerobosan tersebut terjadi deformasi terutama pada batuan Formasi Seminis yang kemudian dikenal sebagai batuan sumber emas dan perak (Rusmana dan Pieters, 1993). Deformasi tersebut diikuti oleh pengisian larutan hidrotermal yang kaya akan sulfida, sehingga batuan Formasi Seminis saat ini menjadi lokasi penambangan emas. Daerah kegiatan penambangan emas terdapat di sekitar aliran Sungai Sambas Kecil pada batuan aluvium. Keterdapatan emas letakan berasal dari batuan sumber (primer) Formasi Seminis, yang kemudian mengalami transportasi melalui aliran sungai (DAS Sambas Besar).

Geologi Kalimantan Selatan
Jenis tanah fluvents penting di dataran banjir di tepi sungai atau danau di Kalimantan. Tanah-tanah ini umumnya terdapat di sungai-sungai yang mengangkut endapan yang rawan terhadap banjir dan perubahan aliran sungai. Kandungan mineral dan kesuburan tanah trofofluvents di Kalimantan tergantung pada formasi geologi di daerah aliran sungai bagian hulu dan topografi daerah sekitarnya. Dua lingkungan utama yang bertanah aluvial adalah muara sungai dan rawa-rawa belakangnya. Tanah-tanah aluvial baru yang berasosiasi dengan air tawar di Kalimantan sebagian besar mendukung hutan-hutan rawa air tawar. Tanah aluvial yang lebih baru ini umumnya lebih subur dari pada lereng-lereng sekitarnya, tetapi tidak sesubur tanah aluvial laut atau abu vulkanik (Burnham 1984). Tanah-tanah aluvial di dataran tepi sungai di Kalimantan adalah tanah-tanah yang paling subur dan merupakan habitat yang mudah dikelola. Kebalikan dari tanah yang subur ini adalah tanah psamments, merupakan tanah muda yang mencolok, umumnya terdapat pada pantai-pantai muda maupun pantai tua. Tingkat kesuburan jenis tanah ini sangat rendah. Jenis tanah psmaments yang luas terdapat di bagian tengah Kalimantan.
Kapasitas umum menyimpan zat-zat hara pada tanah-tanah Kalimantan sebagian besar bergantung pada kandungan humus. Oleh karena itu kandungan zat hara yang sangat rendah bila lapisan humusnya rendah, misalnya pada tanah-tanah pasir kerangas. Di dalam tanah yang dalamnya satu meter, hampir setengahnya dari Basa yang diserap hanya terdapat dalam lapisan atas sedalam 25 cm (Nye dan Greeland 1960). Hal ini menjelaskan tingkat kesuburan yang sangat rendah pada ladang-ladang, karena pembakaran vegetasi penutup dan erosi lapisan tanah atas menyebabkan lapisan yang paling subur hilang. Untuk penggunaan tanah lahan pertanian yang berkelanjutan, banyak tanah-tanah di Kalimantan memerlukan tindakan-tindakan konservasi terutama untuk lapisan tanah atas dan pengendalian erosi, penggunaan pupuk yang seimbang serta pengelolaan yang baik.

KONDISI GEOMORFOLOGIS SECARA UMUM
Stratigrafi
Secara litostratigrafis, daerah penyelidikan menurut jenis dan umur batuannya dapat dikelom-pokkan menjadi tiga satuan, yakni Endapan Aluvium Kuarter, Batuan Sedimen Tersier, serta Batuan Beku dan Malihan Pratersier. Masing-masing satuan batuan tersebut yang tersaji dalam Gambar 4 (Rusmana dan Pieters, 1993), dari muda hingga tua dapat diuraikan seperti berikut: Endapan aluvium yang terdiri atas aluvium pantai, sungai, dan rawa berupa lumpur, pasir, kerikil, dan sisa tumbuhan. Batupasir Kayan tersusun oleh batupasir kuarsa, serpih, batulanau, dan sisipan konglomerat berumur Tersier. Batuan Gunung Api Niut yang terdiri atas basal dan andesit piroksen berumur Tersier. Batuan terobosan yang terdiri atas diorit, dasit, andesit, dan granodiorit berumur Tersier. Granit Puch yang berupa granit dan andamelit berumur Kapur. Formasi Pedawan yang berumur Kapur tersusun oleh serpih, batupasir, batulumpur karbonatan, sedikit sisipan batugamping, dan malihan. Batugamping Bau berumur Jura berupa batugamping berlapis. Kompleks Serabang yang berumur Jura dan telah mengalami pensesaran terdiri atas batuan ultramafik, gabro, basal malih, rijang spillit dan berasosiasi seperti bancuh dengan batusabak, filit, sekis, batupasir malih, dan batu-tanduk. Kelompok Bengkayang, yang juga berumur Jura, terdiri atas batupasir, batulempung, batulanau, konglomerat, serpih, batupasir tufan, tuf, dan granodiorit. Batuan Gunung Api Sekadau berupa basal, dolerit, andesit, tuf, breksi, dan aglomerat, berumur Trias. Formasi Seminis terdiri atas batusabak, filit, dan batupasir malih.

Sebaran Sedimen Permukaan Dasar Laut
Dari hasil analisis besar butir (Folk, 1980), diperoleh persentase kandungan butiran (Tabel 1) sebagai dasar dalam penyusunan peta penyebaran sedimen dasar laut. Secara umum, hasil analisis besar butir menunjukkan dominasi lanau dengan ukuran butir rata-rata lanau 98,0175%, pasir 4,4275%, dan lempung 4,9725% tanpa kerikil, sedangkan di sekitar garis pantai seluruh butiran berukuran pasir.
Dari hasil analisis besar butir tersebut di atas diperoleh empat satuan tekstur sedimen, yaitu: lanau, lanau pasiran, pasir lanauan, dan pasir (Gambar 3). Satuan lanau memiliki sebaran yang paling luas dibandingkan tiga satuan lainnya dan mendominasi daerah kajian dengan total luas sebaran 127,2 km2 atau 89,92% dari seluruh wilayah penelitian. Pola sebaran jenis satuan endapan lanau ke arah laut membentang dari batas paling utara sampai batas paling selatan daerah dan hanya sedikit diselingi oleh satuan lain di sebelah utara muara Sungai Sambas Besar.
Satuan lanau pasiran memiliki penyebaran dengan luas 12,65 km2 atau sekitar 8,94% dari total luas daerah. Penyebarannya di daerah lepas pantai bagian barat Parit Panjang atau di sebelah barat laut muara Sungai Sambas Besar. Pola penyebaran satuan lanau pasiran mengikuti pola kedalaman laut yang memanjang ke arah utara.
Satuan pasir mempunyai sebaran sekitar 1,176 km2 atau sekitar 0,83% dari luas total daerah. Satuan pasir yang terdapat sepanjang pantai bagian utara muara Sungai Sambas Besar, pola penyebarannya mengikuti pola garis pantai, dan diduga dipengaruhi secara langsung oleh arus sejajar pantai (longshore current) dari arah selatan ke utara (Wyrtki, 1961).
Satuan pasir lanauan merupakan satuan endapan yang memiliki sebaran yang paling kecil yaitu hanya 0,44 km2 atau sekitar 0,31% dari total luas daerah. Pasir lanauan memiliki penyebaran hanya setempat di sebelah barat Parit Panjang atau ke arah barat laut muara Sungai Sambas Besar yang berjarak sekitar 2 km dari garis pantai. Satuan pasir lanauan termasuk kategori agregat karena memiliki kandungan pasir lebih dari 50%, sehingga cukup baik sebagai bahan dasar konstruksi dan bahan urugan (Casagrande, 1948). Pola sebarannya memanjang di pantai sebelah utara muara Sungai Sambas Besar sepanjang lebih kurang 5,86 km dan sebaran ke arah laut sekitar 360 m dari garis pantai. Pada saat air laut surut, satuan pasir lanauan ini membentuk dataran pasang surut yang luas. Satuan endapan ini juga menyatu dengan jenis pantai yang berpasir dan merupakan agregat utama yang dijumpai di daerah kajian.
Secara umum, butiran lanau - pasir yang dijumpai memiliki karakteristik fisik berwarna putih sampai abu-abu kehitaman yang merupakan hasil pelapukan batuan intrusi yang ada di daratan Kalimantan, yakni granit, diorit, granodiorit, andesit, dasit, dan gabro.
Kalimantan memiliki pulau yang datar, dikarenakan mempunyai pesisir yang rendah dan memanjang serta dataran sungai, terutama disebelah selatan dan barat. Lebih dari setengah pulau ini berada di ketinggian di bawah 150 m dpl dan air pasang dapat mencapai 100 km ke arah pedalaman. Kalimantantidak memiliki pegunungan berapi namun jajaran pegunungan utamanya semula merupakan gunung berapi. Rangkaian pegunungan utamanya melintasi bagian tengah pulau seperti trisula terbalik dari utara ke selatan dengan tiga mata tombak bercabang di bagian selatan. Gunung Kinibalu di Kalimantan yang tingginya 4.101 m dpl, merupakan puncak tertinggi di Asia tenggara dan merupakan gunung tertinggi diantara pegunungan Himalaya dan puncak Jayawijaya yang tertutup salju di Irian Jaya. Puncak gunung lain di Kalimantan yang mencapai2.000 m hanya beberapa saja. Gunung Kinibalu terdiri atas sumbat batu granit yang terangkat oleh tekanan vulkanik dan masih terus bertambah tinggi.
Pengunungan Iran (Iban) antara Kalimantan Timur dan Malaysia Timur menjulang sampai 2.160 m di Gunung Harun (Harden), dekat perbatasan dengan Sabah. Ujung bagian barat rangkaian pegunungan Iran tengah membentuk jajaran Kapuas Hulu di sepanjang perbatasan Serawak dengan Kalimantan Barat. Menjulang di Gunung Lawit (1.767 m) dan Gunung Cemaru (1.681 m). Dari pegunungan tengah sekitar Gunung Cemaru, Pegunungan Muller (puncak tertingginya Gunung Liangpran (2.240 m) dan Pegunungan Schwaner (Bukit Raya 2.278 m) melintang kebarat daya di sepanjang perbatasan Kalimantan Tengah dan Barat. Kearah tenggara melintang pengunungan Meratusyang rendah (puncak tertingginya G. Besar 1.892 m), memisahkan Kalimantan Selatan dan timur dan memanjang ke arah selatan sepanjang pesisir. Seluruh rangkaian pegunungan ini merupakan pegunungan sekunder dengan ketinggian rata-rata 1.000 1.500 dan dengan puncak kadang-kadang hanya mencapai 2.000. Gunung Makita (2.987 m) yang berada dekat Longnawan dan Gunung Giho (2.550 m) di dekat Longsaan, keduanya berada di perbatasan dengan Serawak merupakan puncak tertinggi Borneo yang berada di Kalimantan, diikuti dengan Gunung Mantam (2.467 m) di sebelah barat Tanjung Redep, KalimantanTimur.
Kalimantan dilalui oleh sungai-sungai besar yang mengalir dari bagian tengah pulau ke pesisir. Kalimantan memiliki tiga sungai terpanjang yang menjadi kebanggaan Indonesia. Sungai Kapuas (1.143 km), Sungai Barito (900 km) dan Sungai Mahakam (775 m). Sungai Kapuas mengalir dari kaki GunungCemaru ke barat, mengaliri sebagian besar Kalimantan Barat. Sungai Barito yang besar mata airnya berasal dari pegunungan Muller dan mengalir ke selatan dan bertemu dengan Sungai Negara yang berasal dari Pegunungan Meratus bermuara dekat Banjarmasin. Sungai Kahayan yang kecil tetapi memiliki sejarah yang penting juga mengaliri pesisir selatan. Sungai Kahayan dan Sungai Mahakam mengalir dari pegunungan di pedalaman ke pesisir timur. Sejumlah sistem sungai yang berukuran besar mempunyai anak-anak sungai yang sangat luas di daerah alirannya di pedalaman dam pantai-pantainya di dataran rendah. Sungai Mahakam, Sungai Barito, Sungai Negara, Sungai Kapuas dan Sungai Baram (serawak) semuanya mempunyai danau tapal kuda dan anak sungai musiman pada dataran banjir. Di bagian selatan, anak sungai Bayan mengalir ke Seruyan.
Walaupun di Kalimantan terbebas dari bahaya gunung berapi, patahan atau sesar dan gempa bumi, namun masih mungkin terjadi beberapa potensi bahaya lingkungan. Berdasarkan kajian Banter (1993) kemungkinan sering terjadi erosi pada lereng barat laut pegunungan Schwener dan Gunung Benturan, serta di beberapa tempat lainnya di bagian tengan dan hulu sungai besar di Kalimantan. Erosi sabagai akibat aberasi pantai terjadi di pantai barat, selatan dan timur.Bahaya lingkungan lainnya adalah kebakaran hutan pada musim kemarau sebagai akibat panas alam yang membakar batu bara yang berada di bawah hutan tropis ini. Bahaya lingkungan ini harus menjadi faktor penting untuk dipertimbangkan dalam pengaturan ruang wilayah.
Pola pegunungan di Kalimantan sangat berbeda dengan Pulau Sumatera dan Jawa. Selain itu kebanyakan pegunungan tersebut (selain di Kalimantan Utara pada perbatasan Indonesia dan Malaysia Timur) merupakan pegunungan tua (dari zaman Mesozoikum); karena telah mengalami denudasi berat. Puncak pegunungan di Kalimantan rendah, dan bentuknya tumpul. Keadaan ini menyebabkan sungai sungai di Kalimantan tidak begitu deras alirannya (gradien tingginya kecil), sehingga sangat baik untuk pelayaran. Hal ini membantu bagi sistem lalu lintas di daratan bagi daerah tersebut. Berbeda dengan pulau pulau lain, Kalimantan tidak mempunyai gunung api aktif, kecuali pegunungan Apokayam pada perbatasan dengan Malaysia Timur. Oleh karena itu peremajaan tanah oleh bahan vulkanik tidak terjadi. Hal ini tampak bila tanah di Kalimantan mulai di buka (digarap) tanahnya tidak subur (kecuali diberi pupuk dan dijaga humusnya).
Pegunungan di Kalimantan berpusat di tengah tengah pulau. Gunung yang tertinggi di alimantan adalah Kongkemul (2053 m), yang lebih tinggi di Kalimantan Utara (Malaysia Timur) seperti Gunung Kinibalu (4175 m), Limbakauh (2300 m), Murud (2260 m) dan Gunung Mulu (3000 m). Batas antara Kalimantan Indonesia dengan Malaysia Timur dan Pegunungan Kapuas Hulu dengan Pegunungan Muller terbentang dataran rendah Kapuas yang semakin meluas ke arah pantai. Di antara Pegunungan Muller dan Schwaner dengan Pegunungan Meratusterbentang dataran rendah sungai sungai yang mengalir ke selatan. Akhirnya di sebelah Timur terdapat dataran rendah Sungai Mahakam. Kondisi fisik dasar alam kalimantan sebagian beasr berupa daerah pengununganatau perbukitan (39,69%), daratan (35,08%), dan sisanya dataran pantai atau pasang surut (11,37%), dataran alluvial (12,47%) dan lain-lain (0,39%).

Pulau Kalimantan terbagi menjadi 4 zone yang masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, berikut ini akan dikemukakan masing-masing karakteristik zone.
Zone I Kalimantan Selatan
• Terdiri dari daratan alluvial, daratan banjir, tanggul alam, dan back swamp.
• Karakteristik: Pada waktu pasang, air sungai tertekan sehingga terjadi genangan. Dataran yang semula berupa basin diendapi oleh maretial endapan dari pegunungan di sebelah utaranya. Kalimanta selatan banyak terdapat lapisan gambut yang sangat tebal sehingga daerahnya sulit dikembangkan paling cocok hanya dipaiak sebagai persawahan pasang surut.
Zona II Kalimantan Barat
Berupa pegunungan geantiklinyang batuannya terdiri dari batuan yang berumur Permocarbon. Menurut Van Bemmelen, batuan ini adalah batuan yang berumur tua di Indonesia. Batuan ini meluan hingga ke kepulauan Andalan dan sebagian dari zone ini pada zaman es mengalami genangan oleh air laut. Di lembah-lembah sungai zone ini sebagian besar terdiri dari hasil pelapukan granit yang berupa feldspar dan kuarsa. Beberapa puluh sentimeter (cm) di baeah permukaan laut, materialnya pasir kuarsa. Zone ini disebut sebagai peguningan masif yang terdapat di daerah tertutup ataupu tertentu saja (lokal).
Zone III Kalimantan Tengah
• Merupakan geantiklin yang di beberapa tempat menunjukkan aktivitas vulkanis yang tidak aktif lagi, misalnya Pegunungan Iran.
• Dahulu sungai Kapuas pada zone ini terdapat endapan yang cukup tua dan disebut formasi danau.
Zone IV Kalimantan Timur
Terdiri dari pegunungan antiklinal Samamuda dan geantiklin Meratus. Di depresi Mahakam merupakan delta yang cukup perkembangannya, sebab material dan daerahnya merupakan dangkalan dari terusan Selat Sunda dimana basementnya stabil dan muatan sedimen yang diendapkan di beberapa tempat menyebabkan delta berkembang baik karena dukungan dari lairan air yang lambat.
Deretan pegunungan yang menyusun kerangka morfologi Kalimantan, yaitu:
• Sistem pegunungan yang memanjang dari pegunungan Kanibalu (4175m) melalui pegunungan Iran dan Muller ke arah pegunungan Schwaner di bagian barat daya. Sistem pegunungan ini menyusun bagian poko pulau ini, yang merupaka pangkal percabangan ke arah timur barat. Adapun cabang yang menuju ke arah barat adalah pegunungan Kapuas Hulu dan Plato Madi. Cabang terakhir ini dapat diikuti lebih lanjut ke arah barat sepanjang sumbu deprise yang dipotong oleh Sungai Kapuas berupa Anteseden, ke arah kelompok pegunungan yang menjorok ke laut seperti Niut (1701m). Kelompok pegunungan ini pecah menjadi sejumlah puncak yang terisolir dengan topografi pegunungan sisa. Jalur ini cembung ke arah barat lalu melalui ujung Datuk ke arah pegunungan yang tenggelam di selat Karimata sampai pulau Natuna.
• Sistem pegunungan Maratus yang membujur ke arah utara-selatan, puncak tertinggi adalah Gunung Besar (1892). Sistem ini memanjang sebagai Kongkemal-Niapa-Mangkaliat, di bagian tenggara kedudukannya terisolir. Untaian pegunungan ini terdapat di tengah, di bagian utara atau timur laut terdapat deretan pegunungan yang lebih rapat disebut pegunungan Iban terpecah dua ke arah selatan disebut pegunungan Meratus, ke arah barat daya bernama Muller-schwaner pegunungan Kapuas Hulu dan Kapuas Hilir. Puncak tertinggi pulau Kalimantan adalah Gunung Kilibalu(4101m) berada di wilayah negara bagian Sabah MalaysiaTimur. Pncak tertinggi di Kalimantan Indonesia adalah Gunung Bukit Rya (2278m) digugus pegunungan Schwaner, tepat ditapal batas Propinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.Di antara pegunungan Kapuas Hulu-Kapuas Hilirda pegunungan Muller-Schwaner terdapat paparan dataran rendah aliran sungai Kapuas, yang semakin dekat dengan pesisir bertambah luas. Di antara gugus pegunungan Muller-Schwaner terdapat paparan dataran rendah yang lebih luas tembus ke pantai selatan Kalimantan, secara administratif turmasuk dalam wilayah propinsi Kalimantan Tngah dan Kalimanatn Selatan daerah tersebut dialiri sejumlah sungai besar kecil, dua diantaranya yang besarito (2344km) dan sungai Kahayan (833km). Dialiran sungai Mahakam (Kalimantan Timur) terdapat dataran rendah yang sempit. Secara kasar bagan pulau Kalimantan merupakan sebuah segitiga dengan semenanjung kecil pada sisi timur laut, yaitu Semenanjung Mangkaliat dan dua ujung yang membatasi Teluk Darvel. Pulau ini berbukit-bukit luas dan reliefnya bergunung-gunung yang tingginya sebagian besar tidak lebih dari 1500m.



Satuan Morfologi Perbukitan
Satuan morfologi ini menempati daerah bagian selatan, timur, dan barat laut, dengan luas sekitar 45 % daerah penyelidikan. Ketinggian berkisar antara 50 – 1.275 m dpl. dan kemiringan lereng antara 2o - 60o. Puncak bagian selatan ketinggiannya 800 m dpl., timur 425 m dpl., dan barat laut 1.275 m dpl.
Batuan penyusun morfologi ini, terdiri atas batuan gunung api, batuan terobosan, sedimen, dan batuan malihan berumur Tersier. Batuan tersebut telah mengalami proses tektonika yang mengakibatkan terjadinya struktur lipatan dan sesar.
Secara umum, aliran sungai-sungainya memperlihatkan pola dendritik dengan lembah sebagian berbentuk huruf V, yang menunjukkan bahwa proses erosi ke arah vertikal masih berlangsung dan sungai-sungai tersebut airnya dipasok oleh air tanah (effluent stream). Daerah morfologi ini, sebagian merupakan daerah akumulasi air tanah dan sebagian merupakan daerah imbuh air tanah bagi wilayah yang ada di bawahnya. Kualitas, kuantitas, dan kedalaman air tanah di daerah ini bervariasi.
Peruntukan lahan pada morfologi ini sebagian besar masih berupa hutan lebat dan belukar, sebagian kecil sudah dipakai sebagai perkebunan dan perladangan.
Sebuah sistem pegunungan yang luas dan lebar melintasi pulau ini dari pegunungan Kanibalu (4175m), merupakan puncak tertinggi di pualau Kalimantan, melalui pegunungan Iran dan Muller ke arah pegunungan Schwaner dengan Bukir Raja (2278m) di bagian barat dayanya. Sistem pegunungan kompleks ini membentuk bagian-bagian pokok dari pulau Kalimantan, yang merupakan pangkal percabangan orografis lainnya ke arah timur dan barat, sedangkan pegunungna Meratus yang membujur dari utara-selatan dimana puncak tertinggi sebesar (1892m), di bagian tenggara pulau tersebut mempunyai kedudukan yang lebih terisolir. Cabang yang terakhir dapat diikuti lebih jauh ke arah barat (pannekoek), sepanjang sumbu depresi yang terpotong oleh sungai Kapuas yang kemungkinan berupa sungai Anteseden ke arah kelompok pegunungan yang menjorok ke laut membentuk distrik-distrik Cina denga puncak tertinggi adalah Gunung Niut (1203m). Kelompok pegunungan ini terpecah menjadi sejumlah puncak-puncak yang terisolir dan merupakan sebuah topografi aneh dari pegunungan-pegunungan sisa. Jalur ini berbentuk cembung ke arah barat laut melalui Ujung Datuk ke arah Natuna

Gambar Peta Citra Satellite Topografi Kalimantan

KONDISI TANAH KALIMANTAN
Kondisi tanah merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi penyebaran vegetasi. Ada lima faktor utama dalam formasi tanah : litologi, iklim, topografi, mahluk hidup dan waktu. Sebagian besar tanah di Kalimantan berkembang pada dataran bergelombang dan pegunungan yang tertoreh diatas batuan sedimen dan batuan beku tua. Tanah-tanah ini berkisar dari ultisol masam yang sangat lauk dan inceptisol muda. Di bagian selatan dataran aluvial dan tanah gambut yang sangat luas, terus meluas sampai ke Laut Jawa. Perluasan ini masih terus terjadi di dangkalan Kalimantan bagian selatan, dengan endapan aluvial yang terbentuk di belakang hutan bakau pesisir.
Di daerah tropis yang lembab pelapukan berlangsung sangat cepat, disebabkan oleh panas dan kelembaban. Karena curah hujan yang tinggi, tanah selalu Basah dan unsur-unsur pokoknya yang dapat larut hilang ; proses ini disebut pelindian. Tingkat pelapukan, pelindian dan kegiatan biologi (kerusakan bahan-bahan organik) yang tinggi merupakan ciri berbagai tanah di Kalimantan (Burnham, 1984). Batuan Pulau Kalimantan miskin kandungan logam dan tanah Kalimantan umumnya kurang subur dibandingkan dengan tanah vulkanik yang subur di Jawa. Pelapukan sempurna yang dalam disertai dengan pelindian menghasilkan tanah yang kesuburannya rendah di berbagai dataran rendah. Lereng yang lebih curam mungkin lebih subur karena erosi dan tanah longsor terus membuka batuan induk yang baru.
Tanah di atas bagian utama Kalimantan tengah dan Kalimantan timur laut adalah ultasol (acrisol). Tanah yang mengalami pelapukan sangat berat ini membentuk jenis tanah podsolik merah-kuning di sebagian besar daratan Kalimantan yang bergelombang. Sebagian besar ultasol di Kalimantan adalah tropodult. Jenis udult sukar untuk digunakan secara intensif karena kandungan hara di bawah lapisan permukaan rendah dan komposisi antara kandungan aluminium yang tinggi dan keasaman yang kuat. Secara tradisional penduduk setempat telah menggunakan tanah ini untuk perladangan berpindah dengan tanaman berumur pendek dan masa bera yang lebih panjang supaya kesuburan tanah pulih kembali. Cara ini memberikan kesempatan bagi lapisan permukaan tanah untuk mengumpulkan humus dan bahan organik lagi yang penting bagi cadangan hara dan untuk mengatur kelembaban dan suhu tanah.
Kelompok tanah yang paling umum di Kalimantan adalah Inceptisol. Tanah ini pelapukannya sedang dengan profil yang jelas merupakan tanah Kalimantan yang relatif lebih subur. Di Kalimantan juga terdapat kelompok tanah aquept dan tropept. Jenis tanah tropoquept yang tersalir buruk terbentuk pada endapan sungai yang tererosi dari batu pasir silika periode Tersier. Sabak merupakan kelompok aquept yang paling tidak subur. Tanah tropept yang lebih subur tersebar luas, terutama di pegunungan yang terpotong tajam dan daerah pegunungan di tempat-tempat dengan kelerengan terjal dan erosi aktif. Beberapa tropept tua berkaitan dengan bentang lahan yang datar. Kelompok dystropept yang berwarna coklat tua kemerahan terbentuk di atas batuan masam dan bersilika, seperti batuan konglomerat, batuan pasir, dan batuan lanau mudah ditemukan di Kalimantan. Tanah histosol, nonmineral atau tanah yang terutama tersusun atas bahan organik disebut gambut, mencakup daerah yang luas di dataran rendah Kalimantan.
Tanah ini semula berupa dataran aluvial berbatu di rawa. Di sini serasah dan sampah organik terkumpul secara cepat, lebih dari 4.5 mm/tahun (Anderson, 1964), karena kondisinya yang tetap jenuh dan anaerob. Pada tanah tropohemist bahan organik hanya terurai sebagian. Histosol juga terdapat di Borneo sebagai lapisan bahan organik yang relatif tipis (50-150 cm) yang terkumpul di dataran tinggi dan perbukitan, dimana terdapat banyak awan dan kelembabanya tinggi. Tanah ini berupa gambut ombrogen (gambut asam) yang terkait erat dengan hutan lumut. Hampir seluruh tanah histosol sangat masam dengan kandungan hara utama dan hara tambahan rendah, sehingga sulit diolah dan memerlukan biaya tinggi untuk mengolahnya.
Tanah alfisol terbentuk bila batuan menghasilkan sejumlah besar bahan dasar ketika mengalami pelapukan, seerti marl berkapur dan batuan kapur di bagian timur Kalimantan. Di Kalimantan, malisol dibatasi oleh bentang lahan yang kaya akan kapur. Tanah ini berwarna gelap, karena kandungan humusnya tinggi dan kaya bahan dasar terutama kalsium. Secara umum jenis tanah ini miskin kalium yang merupakan hara utama. Kapur yang menyebabkan kekurangan hara tambahan merupakan masalah bagi kebanyakan tanaman di tanah yang keasaman dan keBasaan rendah. Rendol yang tersalir dengan baikdapat dengan mudah ditemukan dibagian timur Kalimantan, terutama di Semenanjung Sankulirang.
Tanah yang paling lapuk adalah exisol, didominasi oleh liat yang mempunyai sedikit mineral yang terdapat lapuk dan menghasilkan sedikit hara tanaman. Jenis tanah ini terdapat diatas batuan ulta Basa di Ranau dan Tawau, Sabah dan pegunungan Meratus Kalimantan Selatan. Walaupun tanah ini mengandung Mg/Ca dengan kadar tinggi dan nikel, krom dan kobalt yang berkadar tinggi, vegetasinya tidak berbeda dengan hutan disekitarnya. Sebaliknya tanah-tanah yang kaya akan bahan organik di daerah yang tinggi dengan gambut di atas batuan UltraBasa, seperti GunungKinibalu pada ketinggian 2.000-2.800 m, mendukung kehidupan vegetasi tertentu (Burnham 1984).
Jenis tanah entisolberasal dari batuan yang lebih muda dan kurang berkembang. Fluvent dan aquents (tanah aluvial) terdapat di dataran-dataran banjir pada lembah-lembah sungai dan di dataran pantai, yang menerima endapan baru dari lembah-lembah sungai dan di dataran pantai, yang menerima endapan baru dari tnah aluvial secara berkala. Tanah equents jenuh air dalam suatu periode yang panjang dalam satu tahun dengan ciri khas dalam, berwarna abu-abu dan warna lainnya; tingkat kesuburannya bergantung pada kandungan mineral dan bahan organik endapan aluvial asalnya. Tanah hydraquents terdapat di rawa pasang surut Kalimantan dengan ciri tanah ini muda, lunak, berlumpur dan belum berkembang. Tanah sulfaquents umumnya terdapat bersama-sama dengan hydraquents. Tanah-tanah yang tersalir buruk ini sangat terbatas untuk tanah pertanian, karena mengandung pirit, yng jika dikeringkan akan menimbulkan kondisi yang sangat masam dengan kadar besi dan aluminium sulfat yang cukup tinggi, sehingga bersifat beracun.

KONDISI IKLIM KALIMANTAN
Kalimantan terletak di katulistiwa dan memiliki iklim tropis dengan suhu yang relatif konstan sepanjang tahun, yaitu antara 250 -350 C di dataran rendah. Tipe vegetasi tidak hanya ditentukan oleh jumlah curah hujan tahunan juga oleh distribusi curah hujan sepanjang tahun. Dataran rendah di sepanjang garis katulistiwa yang mendapat curah hujan minimum 60 mm setiap bulan dapat mendukung hutan yang selalu hijau (Holdridge 1967). Semua bagian Borneo terletak di daerah yang selalu Basah sepanjang tahun.
Pola curah hujan di Indonesia ditentukan oleh dua angin musim angin musim tenggara atau musim kering (Mei - Oktober) dan angin musim barat laut atau musim basah (Nopember - April). Dari Mei sampai Oktober matahari melintas Indocina dan Cina bagian selatan, dan suatu sabuk dengan tekanan rendah berkembang di atas daratan Asia yang panas. Angin yang membawa hujan bertiup ke arah utara dari daerah yang bertekanan tinggi di atas Australia dan Samudera India. Angin ini menyerap kelembaban sambil melintasi lautan yang luas. Ketika mencapai pulau-pulau di Kawasan Sunda Besar dan daratan Asia, angin naik ke atas karena harus melintasi jajaran bukit dan gunung. Sambil naik udara menjadi lebih dingin dan kelembabannya turun menjadi titik hujan. Hujan musim yang sangat lebat jatuh di atas India dan Cina bagian selatan dan curah hujan yang lebih rendah jatuh di pulau-pulau Dangkalan Sunda termasuk Kalimantan.
Kalimantan terletak di garis Equator dan memiliki iklim tropis dengan suhu yang relativ konstan sepanjang tahun antara 250 - 350 C di dataran rendah. Dataran rendah di sepanjang equator yang mendapat curah hujan minimum 60 mm setiap bulannya dapat mendukung hutan yang selalu hijau. Kalimantan terletak di daerah Basah sepanjang tahun. Memiliki sedikitnya bulan Basah dengan curah hujan kurang dari 200 mm. Angin musim barat laut (Nopember-April) pada umumnya lebih Basah dari pada angin musim tenggara, tetapi beberapa daerah pesisir menunjukkan pola curah hujan bimodal. Kalimantan dapat dibagi menjadi lima zona agroklimat. Sebagian besar daerah perbukitan yang tinggi menerima curah hujan 2.000 - 4.000 mm setiap tahun. Sebagian besar wilayah Kalimantan masuk ke dalam kawasan yang paling Basah (Oldeman dkk. 1980). Tidak seperti Sumatera, di Kalimantan tidak ada gunung-gunung di daerah pesisir yang mempengaruhi curah hujan, walaupun beberapa gunung yang pendek mempengaruhi curah hujan lokal, terutama di

Faktor-faktor yang menentukan Iklim diantaranya suhu, kelembaban udara, curah hujan dan keadaan angin. Suhu di suatu tempat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya tempat tersebut dari permukaan laut dan jarak dari pantai. Semakin tinggi suatu tempat suhu rata-ratanya semakin rendah, demikian pula semakin jauh dari pantai suhu rata-ratanya semakin rendah. Kelembaban udara di Indonesia rata-rata relatif tinggi. Curah hujan adalah air yang jatuh hingga ke permukaan bumi. Variasi curah hujan di Indonesia sangat tinggi karena faktor topografi dan keadaan angin yang dapat mempengaruhi pembentukan awan. Kecepatan angin di Indonesia berkisar 2,48 Km/Jam sampai dengan 21,0 Km/Jam. Salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan angin adalah perbedaan tekanan suhu.
 Kalimantan barat adalah kawasan yang paling Basah, sementara bagian-bagian di pesisir timur jauh lebih kering. Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah merupakan kawasan yang paling Basah. Angin musim Barat laut di Kalimantan Barat pada bulan Agustus - September dan musim hujan berlangsung sampai bulan Mei. Curah hujan sangat tinggi terutama pada bulan Nopember dan yang kedua pada bulan April. Pada bulan Juni-Agustus iklim relatif lebih kering, akan tetapi tidak ada bulan yang curah hujannya kurang dari 100 mm. Curah hujan tahunan di Putussibau (Kapuas Hulu) mencapai lebih dari 4000 mm dan tidak ada bulan yang curah hujannya kurang dari 200 mm. Dengan wilayah panas sepanjang tahun dan daerah lembab. Angin musim barat laut mencapai Kalimantan Barat pada bulan Agustus- September dan musim hujan berlangsung sampai bulan Mei; curah hujan sangat tinggi terutama pada bulan Nopember dan yang kedua pada bulan April. Dari bulan Juni sampai Agustus, iklim relatif lebih kering tetapi tidak ada bulan yang curah hujannya kurang dari 100 mm. Curah hujan di Putusibau lebih dari 4.000 mm dan tidak ada bulan yang curah hujannya kurang dari 200 mm.

Curah Hujan dan Suhu Udara
Data curah hujan tahunan di daerah penyelidik-an (BPS Sambas, 2005) berkisar antara 2.737 sampai 3.050 mm/tahun atau rata-rata tahunan sebesar 2.893 mm/tahun dengan rata-rata bulanan sebesar 241 mm/bulan. Bila curah hujan ini jatuh di atas daerah Cekungan Air Tanah (CAT) Sambas dengan luas sekitar 3.229 km2 atau 3.229 juta m2 akan diperoleh debit curah hujan sekitar 778.189 juta m3/tahun.
Distribusi curah hujan per bulan umumnya > 100 mm (bulan relatif basah). Data ini juga mencerminkan daerah penyelidikan umumnya beriklim relatif basah (Stasiun Meteorologi Sambas). Besarnya intensitas hujan (curah hujan dibagi hari hujan) di daerah penyelidikan, yakni berkisar dari 8,2 sampai 24,6 mm/hari atau rata-rata sekitar 15,9 mm/hari. Suhu udara bulanan di daerah penyelidik-an berkisar dari 26,12 sampai 27,200 C.

Evapotranspirasi
Evapotranspirasi (evapotranspiration) adalah proses kembalinya air ke udara yang disebabkan oleh penguapan yang berasal dari permukaan tanah (sungai, danau) dan tumbuh-tumbuhan. Proses serupa namun hanya berasal dari tubuh air (water body) atau permukaan tanah tanpa tetumbuhan disebut evaporasi (evaporation). Jumlah uap air yang kembali ke udara tersebut merupakan komponen pengurang (losses) yang berpengaruh terhadap terbentuknya air tanah. Perhitungan evapotranspirasi potensial (potential evapotranspirasition, ETp) dilakukan dengan metode Emaruchi (1984).
Perhitungan evapotranspirasi nyata atau hujan efektif didasarkan pada selisih antara curah hujan dan evapotranspirasi potensial. Bila curah hujan lebih kecil dari evapotranspirasinya, maka nilai evapotranspirasi yang dipakai adalah sebesar curah hujan itu sendiri. Hasil penghitungan menunjukkan ETp bulanan rata-rata antara 124 – 151 mm dan ETp tahunan mencapai 1.524 mm. Sementara itu, dari besarnya evapotranspirasi nyata (actual evapotranspiration, ETa) bulanan terhitung antara 9,55 – 235,15 mm dan ETa tahunan yang mencapai 1.328 mm dalam luasan 13.400 km2 akan menghasilkan volume evapotranspirasi nyata (hujan efektip) sebesar 17.795 juta m3/tahun (sekitar 45 % total hujan).

KONDISI HIDROLOGI KALIMANTAN

Kalimantan merupakan pulau yang memiliki lahan gambut yang sangat luas,kondisi hidrologi Kalimantan umumnya sanagt dipengaruhi oleh lahan gambut, karena hutan rawa gambut dalam kondisi murni air tawar memiliki karakteristik kimiawi yang khas. Airnya sangat asam (pH 3,0 4,5) dan unsur hara yang sangat rendah, karena tidak ada nutrisi atau komponen penyangga yang dapat mengalir masuk dari luar area gambut tersebut. Tanah gambut dalamkondisi yang tak terganggu itu mengandung 80 90 persen air. Karena kemampuannya untuk menyimpan air dalam jumlah besar itu, hutan rawa gambut berperan penting dalam mengurangi banjir dan menjamin pasokan air yangberkelanjutan. Hutan rawa gambut seringkali digolongkan sebagai BlackwaterSystems (Sistem Air Hitam), karena air yang mengalir dari area tersebutdipengaruhi oleh bahan dari tanah gambut, yang menyebabkan airnya berwarna seperti "cola" gelap. Kalimantan ditempati oleh tiga sungai besar, yaitu Kapuas, Barito, dan Mahakam. Mata air sungai Kapuas terletak di Cemaru (1681 m) berada di bagiantengah Kalimantan. Sungai tersebut mengalir ke barat menuju palung yang bermuara dengan beberapa cabang ke dalam laut. Sungai Barito, bermata air dipegunungan Muller, mengalir ke selatan dari Muaratewe melalui basin Barito yang berawarawa. Sungai Mahakam mempunyai mata air di Cemaru, memotong sumbu Pretertier Kalimantan di sebelah timur Batuayan (1652 m) hingga basin Tertier Kutai. Hampir seluruh wilayah Kalimantan Tengah dialiri oleh sungai besar dankecil yang mengalir dari Utara ke Selatan dengan bermuara di Laut Jawa.

Keadaan pasang surut Sungai Kapuas merupakan aspek hidrologis yang sangatberperan dan berpengaruh terhadap kota Pontianak. Ada dua faktor fisik utamayang berpengaruh terhadap aspek hidrologis ini, yaitu keadaan topografi yang rata-rata rendah di atas permukaan laut dan posisi geografis kota yang beradapada garis khatulistiwa. Besarnya pengaruh pasang dan curah hujan yang tinggiterutama terjadi pada daerah-daerah pinggiran sungai. Besarnya pengaruh pasang surut ini berkisar antara 1 -2 meter.

1.Habitat Pesisir

Wilayah pesisir umumnya didefinisikan sebagai suatu jalur daratan danlaut yang terdapat di sepanjang pesisir. Wilayah ini hanya sebagian kecil di Kalimantan. Wilayah ini mencakup beberapa habitat yang dari segi ekologisangat produktif, yaitu muara sungai, lahan basah pasang-surut, hutan bakaudan terumbu karang, dan juga merupakan daerah temapat tinggal sebagaian besar penduduk Kalimantan, di mana sebagian besar pembangunan sedang
berlangsung. Garis pesisir Kalimantan membentang sejauh 8.054 km, yakni dariSemenanjung Sambas di bagian barat sampai Pulau Nunukan di perbatasanSabah. Sebagaian besar garis ini berhadapan dengan pantai yang dangkal, dandibelakangnya terdapat hutan bakau dan hamparan lumpur, atau pantaiberpasir yang luas, yang tepinya ditumbuhi pohon-pohon cemara Casuarina. Habitat -habitat utama di Kalimantan meliputi pulau-pulau kecil berbatu-batu, formasi terumbu karang, garis pantai berbatu-batu termasuk tanjung pantaiberpasir, asosiasi bakau/nipah, dan hamparan lumpur, serta muara sungai.

2.Habitat Air Tawar

Di belakang batas hutan bakau dan nipah daerah pesisir, tanah yangtergenang air di dataran rendah Kalimantan menunjang kehidupan rawa gambut dan hutan air tawar yang sangat luas. Kalimanta, secara keseluruhan, memiliki lahan basah seluas 20.116.000 ha. Dari lahan seluas itu, yang tersisa sekitar 12.478.000 ha. Persoalannya adalah dari 20 juta ha luas lahan itu, yang dilestarikan hanya sebesar 1.322.000 ha.Rawa rawa di daerah Kalimantan Selatan dan Tenggara adalah dataranrendah yang paling rendah di seluruh Kalimantan. Selam musim kemarau rawa rawa itu ditanami padi rawa (padi bencah), dan untuk memperbesar produksi pertanian usaha pengeringan rawa (drainase dalam bentuk polder polder) banyak dilakukan.

3.Daerah Aliran Sngai

Borneo merupakan daratan dengan sungai-sungai besar: SungaiKapuas, Sungai Barito, Sungai Kahayan, Sungai Kayan, dan SungaiMahakam di wilayah Kalimantan. Sungai-sungai ini merupakan jalur masuk utama ke pedalaman pulau dan daerah pegunungan tengah. Semakin ke hulu, sungai lebih sempit. Sungai tersebut mengalir melalui hutan-hutan perbukitan,berarus deras, dan airnya jernih.Kebanyakan sungai-sungai utama di Kalimantan terdapat di jajaran pegunungan tengah. Sungai-sungai itu semakin lebar dan semakin besarvolumenya menuju ke laut, karena ada tambahan air dari anak-anak sungainya, yang membentuk sungai utama yang mengalirkan air dari daerahaliran sungai yang luas. Debit air bervariasi menurut musim. Kecepatan arus, kedalaman air, dan komposisi substrat bervariasi menurut panjang aliran dan lebar sungai, dan ini mempengaruhi biota yang dapat hidup di dalamnya. Kondisi air dan perairan di pulau Kalimantan meliputi perairan umum(sungai, danau, dan lain-lain) dan perairan laut. Persediaan air tanah diKalimantan cukup tinggi dengan turunnya hujan sepanjang tahun dan keadaan alam yang berupa hutan.




POTENSI WILAYAH
Di dunia, juga di Indonesia, dan khususnya di pulau Kalimantan ketersediaan ruang terbatas. Artinya berbagai kegiatan dan sumber daya alam yang terkandung dan tersedia di pulau Kalimantan ini terbatas. Bila pemanfaatan potensi wilayah tidak diatur dengan baik maka bedasarkan konsepsi dan diagram seperti yang diuraikan di atas, kemungkinan besar akan terjadi pemborosan manfaat sumber daya alam yang tersedia di Kalimantan ini, dan lebih jauh akan terjadi penurunan kualitas lingkungan hidup. Nilai ekonomis yang diharapkan bagi pengembangan potensi wilayah Kalimantan tidak akan tercapai dan yang akan terjadi kerusakan lingkungan (baik renewable maupun yang non renewable) yang justru akan menjadi cost yang never ending.
Pulau Kalimantan sebagian besar merupakan daerah pegunungan atau perbukitan (39,69 %), daratan (35,08 %), dan sisanya dataran pantai atau pasang surut (11,73 %) dataran aluvial (12,47 %), dan lain-lain (0,93 %). Karena sebagian besar pegunungan, maka di Kalimantan terdapat potensi beberapa taman nasional sebagai konservasi flora dan fauna dan hutan di pegunungan Muller serta sebagian di Schawner yang ditetapkan sebagai world heritage forest dan merupakan cadangan air seluruh Kalimantan sebanyak sekitar 35 % yang tidak akan habis di masa yang akan datang dengan syarat tidak teganggu dan tercemar serta perlu dilindungi sebagai suatu ekosistem. Pada umumnya topografi bagian tengah dan utara wilayah Indonesia adalah daerah pegunungan tinggi dengan kemiringan yang terjal dan merupakan kawasan hutan dan hutan lindung yang harus dipertahankan agar dapat berperan sebagai fungsi cadangan air dimasa yang akan datang. Hasil hutan yang potensi di Kalimantan adalah kayu industri, rotan, damar, dan tengkawang. Sayangnya spesies hasil hutan seperti kayu gaharu, ramin, dan cendana sudah hampir punah. Analisis ekonomi hasil hutan dengan ekosistimnya untuk menjaga keseimbangan lingkungan perlu dilakukan untuk kesejahteraan masyarakat setempat, wilayah dan ekonomi nasional.
Kondisi tanah di Kalimantan pada umumnya tidak subur untuk kegiatan usaha pertanian (JICA, 1998). Lahan daratan memerlukan konservasi yang sangat luas karena terdiri dari lahan rawa gambut, lahan bertanah asam, berpasir, dan lahan yang memiliki kelerengan curam. Sebagian besar lahan Gambut ini ada di Kalimantan tengah dan selatan dan sebagaian kecil di pantai Kalimantan barat dan di Kaltim bagian utara. Kondisi tanah di dataran teras pedalaman, pegunungan, dan bukit-bukit relatif agak baik untuk kegiatan pertanian. Untuk ini diperlukan optimasi pemanfaatan lahan agar hasil gunaanya dapat memberikan nilai ekonomis dan perkembangan pada wilayah. Memilih kesesuaian ruang untuk kegiatan uasaha yang sesuai dengan kesesuan tanah sangat diperlukan.

Potensi Hidrologi
Potensi hidrologi di Kalimantan merupakan faktor penunjang kegiatan ekonomi yang baik. Selain banyak danau-danau yang berpotensi sebagai sumber penghasil perikanan khususnya satwa ikan langka, dan hal ini perlu dioptimasikan agar punya nilai ekonomis namun tetap menjaga fungsi dan peran danau tersebut. Sejumlah sungai besar merupakan urat nadi transportasi utama yang menjalarkan kegiatan perdagangan hasil sumber daya alam dan olahan antar wilayah dan eksport-import. Sungai-sungai di Kalimantan ini cukup panjang dan yang terpanjang adalah sungai Kapuas (1.143 km) di Kalbar dan dapat menjelajah 65 % wilayah Kalimantan Barat.

Potensi Pertambangan
Potensi pertambangan banyak terdapat di pegunungan dan perbukitan di bagaian tengah dan hulu sungai. Deposit pertambangan yang cukup potensial adalah emas, mangan, bauksit, pasir kwarsa, fosfat, mika dan batubara. Tambang minyak dan gas alam cair terdapat di dataran rendah, pantai, dan off sore. Kegiatan ertambangan ini seringkali menimbulkan konflik dengan pemanfaatan ruang lainnya yaitu dengan kehutanan, perkebunan, dan pertanian. Oleh karenanya optimasi pemanfaatan SDA agar tidak hanya sekedar mengejar manfaat ekonomi perlu ada pengaturan ruang.


Pertambangan Batubara
Formasi Warukin dari bawah ke atas terdiri atas runtunan batupasir kuarsa, batu lempung – batu lumpur, batulanau dan konglomerat, serta sisipan batubara. Di daerah Sampit formasi ini dapat dikelompokkan menjadi tiga fasies batuan, dari bawah ke atas, yakni: fasies batupasir, fasies batulempung-batulumpur dan batulanau; dan fasies konglomerat (Gambar 5). Batubara di dalam formasi ini menempati fasies batupasir dan fasies batulempung-batulumpur dan batu lanau. Batubara yang menempati fasies batupasir memiliki karakteristik warna hitam, kilap bagus, sifat beban ringan, sebagian mengandung parting lempung kelabu kecoklatan, dengan tudung serpih batubaraan dan alas batupasir. Sementara batubara yang menempati fasies batulempung dan batulumpur, memiliki karakteristik warna hitam kecoklatan, kilap bagus, mudah diremas, dan mengandung sisipan serpih batubaraan. Tudung dan alas batubara pada fasies ini terdiri atas batulempung dan batulumpur yang menyerpih.
Batubara yang terbentuk pada fasies batupasir yang bercirikan struktur sedimen laminasi sejajar, silang siur planar dan adanya gradasi menghalus ke atas kemungkinan terbentuk pada kondisi energi relatif tenang sampai menengah. Sementara batubara yang terbentuk pada fasies perselingan batulempung dan batulumpur yang bercirikan struktur sedimen laminasi sejajar, gradasi normal, silang siur skala kecil dan planar dan setempat laminasi menggelombang sejajar, dan banyak mengandung material karbon, diperkirakan diendapkan dalam kondisi energi dari dua arah baik darat maupun laut, yang mencerminkan suatu kondisi lingkungan peralihan atau transisi.
Sedangkan rawa meliputi daerah bagian pesisir barat, utara, dan bagian selatan daerah penelitian. Morfologi ini ditempati oleh material lepas berukuran lempung hingga kerakal, hasil erosi sungai, yang umumnya dimanfaatkan sebagai lahan permukiman, kebun campuran, dan pertanian berupa persawahan, dan ladang. Daerah aliran sungai yang sebagian atau seluruhnya termasuk dalam satuan morfologi ini adalah Sungai Sambas Besar, Selakau, Bantanan, Tampanan, Empayang, Sentimo, Setatuk, Biang, Blang, dan Sungai Kumba. Proses erosi sungai yang terjadi sudah mengarah lateral, sehingga penampang sungai menyerupai bentuk huruf U, serta alur sungai yang berkelok-kelok. Mengingat proses tersebut, sungai-sungai yang mengalir pada morfologi ini sangat berperan dalam mengisi air tanah (influent stream). Pola aliran sungai di daerah morfologi ini adalah pola aliran anastomatik.




Kalimantan timur
Berdasarkan lokasi keberadaan, karakter batubara, kontrol struktur dan runtunan batuan pembawa batubara, batubara wilayah Sampit dapat dibagi menjadi dua blok batubara (Gambar 4); masing-masing adalah Blok Kuayan (sekitar Sungai Kuayan, Pemantang Kanan, Santilik, dan Sungai Mentaya) dan Blok Katingan (Sungai Katingan Hulu, Pendahara, dan Katingan Hilir).
- Blok Kuayan
Batubara dijumpai di Sungai Kuayan, Sungai Pemantang Kanan, Sungai Santilik, Sungai Tangsi, dan Sungai Mentaya. Litotipe batubara di blok ini umumnya berwarna hitam kecoklatan, kilap kusam, kekerasan sedang - getas, bagian atas batubara menyerpih dan sebagian hancur, parting berupa batulempung kelabu kecoklatan, dan masih tampak sisa batang pohon dan resin berwarna bening; ter-cleat-kan. Pemerian terperinci batubara di Blok Kuayan tersaji pada beberapa lintasan lapangan di bawah ini.


- Lintasan Sungai Kuayan
Batubara di Sungai Kuayan dengan ketebalan mencapai 180 cm terendapkan pada fasies batupasir (Gambar 6). Batubara kontak secara tajam di bagian bawahnya dengan batupasir kuarsa, berbutir halus sampai menengah, bentuk butir membundar, kemas tertutup, yang tertanam dalam semen lempung dan felspar; dan di bagian atasnya, kontak secara tajam pula dengan batulempung, kelabu, pejal, sebagian getas, mengandung sisipan batupasir, serpih kelabu hitam, dan material karbon di bagian atasnya.
- Lintasan Sungai Pemantang Kanan
Batubara di Sungai Pemantang Kanan tersingkap di bagian bawah Formasi Warukin, yakni pada fasies batupasir kuarsa dan batulempung. Formasi Warukin ini menindih tak selaras Batuan Malihan dan Batuan Gunung Api. Kemungkinan batubara di sini terbentuk pada saat pasang surut terjadi dan hadirnya tumbuhan berbatang tinggi di wilayah ini, yang ditunjukkan oleh beberapa sisa tumbuhan berupa batang yang masih terlihat pada batubara yang tersingkap.
Lapisan batubara yang tersingkap di Sungai Pemantang Kanan terdiri atas dua lapisan, yakni A dan

Potret lapisan batubara (C) yang ditindih oleh batupasir kuarsa di Sungai Kuayan.

Gambar 8. Kolom stratigrafi Singai Pemantang Kanan.B (Gambar 8). Masing-masing lapisan mempunyai karakter dan ketebalan yang beragam, berturut-turut dari bawah ke atas adalah sebagai berikut:

Lapisan A dijumpai di Sungai Pemantang Kanan pada bagian bawah Formasi Warukin (Gambar 9). Batubara berwarna hitam agak kecoklatan, kilap tanah kusam (dull), cenderung menyerpih, sifat beban ringan dan tidak ada lapisan pengotor (parting). Tebal lapisan batubara ini mencapai 200 cm, dialasi batupasir kuarsa, dan ditindih oleh batulempung karbonan.

Lapisan batubara kedua (lapisan B) ketebalannya sekitar 120 cm, dan dialasi oleh batulempung karbonan serta ditindih oleh perselingan batulempung dan batulumpur, warna kelabu gelap dan berlapis baik. Batubara ini berwarna hitam agak kecoklatan, kilap sutera (silk bright), sifat beban agak ringan. Parting berupa lempung, berwarna kelabu gelap dengan tebal 1-2 cm.

Gambar 9. Potret batubara lapisan A dengan tebal 150 cm pada runtunan batupasir kuarsa dan batulempung di Sungai Pemantang Kanan.

- Lintasan Sungai Santilik
Di Sungai Santilik terdapat dua lapisan batubara, yakni lapisan pertama (Seam A) berwarna hitam kecoklatan, gores hitam, dengan warna kusam, pejal, kekerasan sedang sampai getas, sifat beban ringan - agak berat, masih tampak sisa batang pohon dan terdapatnya getah resin. Singkapan menerus dan memiliki ketebalan sekitar 60 cm. Bagian atas lapisan batubara ini ditindih oleh batulempung kelabu terang, konkoidal, sentuhannya dengan batubara sebagian tajam di bagian lain berangsur.
Di atas batulempung ini ditemukan lapisan batubara kedua (Seam B), hitam, dengan gores hitam, memperlihatkan perlapisan sejajar, dan ter-cleat-kan terbuka. Tebal batubara ini 50 cm (Gambar 10).
- Lintasan Sungai Tangsi
Batubara di Sungai Tangsi (cabang Sungai Kuayan) berwarna hitam, agak hancur sebagian subkonkoidal, dan memperlihatkan laminasi sejajar, goresan kehitaman, dengan kilap kusam, sisa fosil batang kayu terlihat pada bidang belah batubara, kemiringan hampir mendatar (N15˚E/9˚) dan ketebalan mencapai 30 cm (Gambar 11).


Gambar 12. Lintasan geologi dan singkapan batubara di Sungai Mentaya.

Batubara diendapkan di bagian atas fasies batupasir. Bagian bawah fasies ini kontak secara tajam dengan batugamping yang diduga bagian Formasi Berai. Batupasir kelabu terang dengan komponen terdiri atas kuarsa dan fragmen litik; ukuran butir menengah-halus, bentuk butir membulat - membulat tanggung, kemas tertutup, massa dasar lempung dan felspar. Sisipan terdiri atas lapisan tipis dan lensa-lensa batulempung, setempat gampingan. Tebal batupasir ini mencapai 600 cm.
Di atas batubara terdapat batulempung, kelabu terang, karbonan, dan juga berupa parting dalam runtunan batubara dengan tebal 2 cm. Di atas batulempung kemudian dijumpai lagi batubara, retak-retak, subkonkoidal, agak ringan - ringan, hitam, dengan gores hitam, getas - rapuh, perlapisan sejajar, dengan arah jurus dan kemiringan N15˚E/9˚.
- Lintasan Sungai Mentaya
Di Sungai Mentaya batubara dijumpai dalam fasies batupasir kuarsa, yang berwarna kelabu terang pilahan baik, padu, serta mengandung sisipan batulempung dan batulanau (Gambar 12). Batulempung, kelabu hitam, berlapis baik yang berselingan dengan batulanau-batulumpur dan mengandung material karbon. Struktur sedimen yang dijumpai adalah silang-siur planar, laminasi sejajar, gradasi, dan gelembur gelombang.
Batubara memiliki dua lapisan yang masing-masing ketebalannya 100 cm dan 120 cm, jurus berarah barat laut dan kemiringan 15° dan 20° ke arah timur laut. Lapisan batubara berwarna hitam kecoklatan, di bagian bawahnya pejal dan semakin ke atas menyerpih, sebagian hancur, diduga karena adanya parting batulumpur. Struktur sedimen yang
dijumpai mengindikasikan bahwa lingkungan peng-endapan batubara di wilayah ini adalah distributary channel atau distal bar (Reading, 1978; Reineck & Singh, 1980).

Blok Katingan
- Lintasan Sungai Katingan Hulu
Batubara di lintasan ini terdapat dalam fasies batulempung-batulumpur (Gambar 13). Batubara, hitam kecoklatan, dull banded, warna gores hitam kecoklatan, sifat beban ringan - agak berat, berlapis dan sebagian pejal terutama di bagian bawahnya, Kuayandengan kekerasan antara menengah sampai getas. Batubara ini memiliki bidang belah subkonkoidal, dan memiliki jejak fosil batang kayu dan resin.

Gambar 13. Runtunan batuan dan sisipan batubara di Su-ngai Katingan Hulu.


- Lintasan Katingan Hilir
Batubara dijumpai pada fasies perselingan batu-lempung-batulumpur, dan terdiri atas dua lapisan yang masing-masing ketebalannya 60 cm (lapisan A) dan 150 cm (lapisan B) (Gambar 14). Lapisan A, warna hitam dan di bagian bawahnya pejal dan bagian atasnya menyerpih. Lantai dan tu¬dung batubara terdiri atas perselingan batulempung-batulumpur, dan batubara sebagai sisipan dalam runtunan perselingan batuan ini.
Lapisan B, berwarna hitam, menyerpih, kilap bagus, dengan sifat beban ringan, warna gores hitam dan mengandung sisipan tipis batulempung. Dasar batubara terdiri atas lempung batubaraan dengan tebal 30 cm, berwarna hitam, menyerpih, lunak, dan mengkilat. Tudung batubara berupa batulempung kelabu, besisipan batupasir, yang semakin ke atas batupasir semakin dominan dan semakin menebal.
- Lintasan Sungai Pendahara
Batubara dijumpai pada fasies batulempung-batulumpur dengan ketebalan mencapai 60 cm (Gambar 15). Lapisan penutup batubara terdiri atas batupasir kehitaman, karbonan, sangat lapuk, dengan warna kehitaman, ketebalan mencapai 300 cm. Sementara itu, bagian bawahnya berupa batulempung agak pasiran berwarna kelabu - kecoklatan agak hitam dan lunak.

Keterdapatan dan Karakteristik Batubara
Fasies batuan pembawa-batubara di kedua blok juga memiliki kesamaan runtunan litologi, seperti Seam A baik di Sungai Kuayan maupun di Sungai Katingan Hilir secara umum menempati fasies batupasir, sementara Seam B menempati fasies perselingan batulempung dan batulumpur. Kemiringan lapisan batubara di Blok Kuayan dan Blok Katingan saling berhadapan, yakni masing-masing berarah hampir tenggara dan barat laut (Gambar 16). Hal ini mengindikasikan bahwa pembentukan kedua seam batubara di kedua blok ini terletak dalam suatu cekungan dan lingkungan pengendapan yang sama, yang karena suatu gerakan tektonika terbentuklah sinklin dengan arah sumbu timur laut - barat daya.
Seam Batubara Blok Kuayan dan Blok Katingan masing-masing memiliki karakteristik dan sifat fisik yang hampir sama, baik dari segi litotipe, nilai kalori, kadar abu, maupun kandung belerang total (Tabel 1 Katingandan 2), kecuali percontoh KP-09 (Seam B) di Sungai Pendahara, Blok Katingan yang memperlihatkan kandungan belerang total 5,56%.


Gambar 15. Potret singkapan batubara Formasi Warukin pada sumur uji di Sungai Pendahara.
Lingkungan Pengendapan
Batubara di daerah Sampit terendapkan pada fasies batupasir kuarsa dan fasies perselingan batu-lempung–batulumpur Formasi Warukin (Gambar 16) yang berlingkungan pengendapan fluviatil - laut dangkal (Heryanto & Sanyoto, 1994; Heryanto drr., 1998).
Pada fasies batupasir, batubara umumnya diendapkan di bagian atas (Gambar 6, 7, dan 12), yang menghasilkan endapan batubara dengan ciri berlapis baik dan menyerpih. Di beberapa tempat seperti di Sungai Pemantang Kanan, dalam lapisan batubara masih terdapat sisa tumbuhan berupa batang dan akar kecil-kecil, yang menandakan bahwa proses pembentukan batubara berada dalam lingkungan hutan-rawa basah dengan pepohonan tinggi dan juga semak perdu rendah. Energi arus rezim rendah - menengah mempengaruhi pula proses sedimentasi, Hal ini dibuktikan dengan hadirnya struktur laminasi sejajar dan gradasi menghalus ke atas.
Batubara yang terendapkan pada runtunan fasies perselingan batulempung-batulumpur (Gambar 8 & 10) menghasilkan endapan batubara dengan karakteristik berlapis baik akibat energi arus yang lemah; terdapatnya struktur kayu juga mengindikasikan batubara terendapkan di lingkungan hutan-rawa basah dengan pepohonan tinggi. Hadirnya serpih batubaraan menunjukkan adanya pengaruh masukan lumpur halus (mineral lempung) ke dalam rawa dan juga terjadinya pertumbuhan perdu-perdu rendah.
Dari sudut pandang hasil analisis proksimat, batubara ini terendapkan dalam lingkungan terestrial, tanpa ada pengaruh laut sama sekali. Dugaan ini ditunjukkan oleh kandungan belerang total yang rendah. Kandungan abu yang cukup rendah mengindikasikan kandungan bahan mineral (mineral matter) dalam batubara yang juga rendah.
Proses sedimentasi yang sangat berpengaruh pada pengendapan Formasi Warukin dan tipe batubara adalah proses susut laut. Hal ini tercermin dari runtunan fasies batuan di bagian bawah yang bersifat gampingan dan masih terpengaruh oleh lingkungan laut. Semakin ke atas lingkungan menjadi bersifat darat dengan semakin menebalnya batupasir dan kemudian berubah menjadi batupasir konglomeratan.
Peringkat, Kualitas, dan Tipe Batubara




Beberapa parameter yang menentukan kualitas batubara daerah Sampit yakni nilai kalori, kadar abu, air lembab, dan kandungan belerang. Kalori peringkat rendah, mencerminkan proses pembatubaraan di kawasan ini kurang intensif. Diduga saat bahan pembentuk batubara terendapkan, penimbunan yang terjadi tidak terlalu dalam akibat pengendapan Formasi Warukin di daerah ini berlangsung dalam kondisi susut laut, dengan penurunan cekungan yang relatif pelan.
Pada Gambar 17 disajikan suatu diagram yang menggambarkan peringkat batubara Blok Kuayan dan Blok Katingan berdasarkan diagram Leeder (1982). Secara umum tergambar bahwa nilai kalori Blok Kuayan dan Blok Katingan hampir sama, hanya Blok Kuayan agak sedikit lebih tinggi. Nilai


kalori batubara Formasi Warukin di daerah Sampit untuk Blok Kuayan berkisar dari 4.279 kal/g sampai 5.630 kal/g, sedangkan Blok Katingan dari 4.254 kal/g sampai 5.540 kal/g. Nilai kalori batubara kedua blok terletak pada suatu wilayah tipe subbituminus (Gambar 17). Nilai kisaran kelembaban batubara di Blok Kuayan antara 12,04 - 22,20%, dan di Blok Kating-an dari 13,08 - 24,22%, yang diplotkan ke dalam diagram Leeder (1982) (Gambar 14) mencerminkan batubara di wilayah ini saat pengendapannya telah mengalami penimbunan dengan ketebalan kurang dari 1.000 m.

Gambar 17. Diagram Leeder (1982) yang memperlihatkan hubungan antara kelembaban, nilai kalori dan kedalaman penimbunan batubara Blok Kuayan dan Blok Katingan.

KALIMANTAN BARAT
Emas dan perak
Lokasi daerah kajian terletak di lepas pan¬tai muara Sungai Sambas Besar dan sekitarnya, yang dibatasi oleh koordinat 1o05’-1o16’ LU dan 108o53’20”-109o00’00” BT, serta termasuk ke dalam wilayah administratif Kecamatan Pemangkat, Kabu¬paten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat, dengan luas sekitar 110 km2 (Gambar 1).
Daerah Kabupaten Sambas sejak jaman penjajahan dikenal sebagai daerah penghasil emas dan perak (Van Leeuwen, 1994). Emas di daratan Kabupaten Sambas yang telah dieksploitasi sejak abad ke-18 berasal dari emas primer pada jalur lipatan Sekadau di sebelah timur daerah kajian dan sebagian besar dari singkapan batuan malihan Formasi Seminis. Sebaliknya, endapan emas aluvial telah diketahui sejak abad ke-19. Emas ditambang dari endapan koluvium dan undak sungai yang permukaannya telah mengalami pengayaan secara kimiawi. Konsentrat emas juga ditemukan pada lubang kerukan dan batuan dasar yang menjadi lantai lembah purba yang ditimbun oleh undak endapan Plistosen.
Saat ini kegiatan penambangan dengan cara mendulang masih dilakukan masyarakat setempat. Kegiatan penambangan dilakukan di dataran rendah antar perbukitan dan daerah aliran sungai, terutama pada undak-undak sungai purba dan daerah sekitar aliran Sungai Sambas Besar yang mengalir dari daratan Kalimantan. Sungai Sambas Besar menyayat berbagai formasi batuan, termasuk Formasi Seminis berumur Perem Akhir - Trias Awal, Batuan Terobosan Sintang yang berumur Oligosen Akhir - Miosen Awal, dan Granit Pueh berumur Kapur Akir (Rusmana dan Pieters, 1993). Batuan-batuan tersebut adalah batuan yang kaya mineral kuarsa dan mengandung unsur sulfida terutama emas dan perak. Berdasarkan penyebaran sedimen aluvium yang kaya mineral kuarsa hingga ke arah pantai dan lepas pantai Sungai Sambas Besar, maka diharapkan kajian ini dapat mengidentifikasi penyebaran emas dan perak, terutama di lepas pantai Sungai Sambas Besar.



Kegiatan Perkebunan
Kegiatan perkebunan pada umumnya berada pada wilayah di perbukitan dataran rendah. Perkebunan yang potensi dan berkembang adalah sawit, kelapa, karet, tebu dan perkebunan tanaman pangan. Usaha perkebunan ini sudah mulai berkembang banyak dan banyak investor mulai datang dari negara jiran, karena keterbatasan lahan dinegara jiran tersebut. Untuk terus dikembangkan secara ekonomis dengan memanfaatkan lahan yang sesuai masih diperlukang dukungan prasarana wilayah. Sebagai daerah yang memiliki kawasan perbatasan dengan negara asing, maka Kalimantan mempunyai masalah yang terkait ilegal trading dam smugling, apalagi penduduk kawasan negara tetangga jauh lebih sejahtera dan pembangunannya maju pesat. Selain itu pesoalan illegal logging yang sering merusak potensi sumber daya alam (hutan tropis) terus berkembang sejalan dengan tingkat ekonomi masyarakat perbatasan yang belum maju tersebut. Disamping masalah dalam konteks illegal diatas, pulau Kalimantan juga mempunyai potensi antara lain untuk ikut dalam sistem kerangka kerjasama ekonomi regional seperti BIMP-EAGA (Brunai, Indonesia, Malaysia, Philipina Eastern Asian Growth Area) dan dilalui jalu perdagangan laut internasional.
Potensi besar dari hutan-hutan di Kalimantan dihasilkan kayu industri, rotan, damar, dan tengkawang. Sayangnya spesies hasil hutan seperti kayu gaharu, ramin, dan cendana sudah hampir punah. Analisis ekonomi hasil hutan dengan ekosistimnya untuk menjaga keseimbangan lingkungan perlu dilakukan secara serius untuk kesejahteraan masyarakat setempat, wilayah dan ekonomi nasional.
Lahan yang luas di Kalimantan telah dieksploitasi secara buruk. Operasi pembalakan yang dikelola dengan buruk pula, serta rencana-rencana pertanian yang gagal, telah meninggalkan bekas-bekasnya pada bentang lahan di Kalimantan. Padang pasir putih yang luas dan kerangas yang mengalami lateralisasi menjadi merah dan ditinggalkan, padahal semula ditumbuhi hutan lebat. Setiap tahun padang alang-alang menjadi kering dan terbakar. Hutan tidak mendapat kesempatan untuk mengadakan regeneresi dan lautan padang rumput terus bertambah luas.
Kalimantan terbebas dari bahaya gunung berapi, patahan/sesar dan gempa bumi, namun masih mungkin terjadi beberapa potensi bahaya lingkungan. Berdasarkan kajian Banter (1993) kemungkinan sering terjadi erosi pada lereng barat laut pegunungan Schwaner dan Gunung Benturan, serta di beberapa tempat lainnya di bagian tengan dan hulu sungai besar di Kalimantan. Erosi sabagai akibat aberasi pantai terjadi di pantai barat, selatan dan timur. Bahaya lingkungan lainnya adalah kebakaran hutan pada musim kemarau sebagai akibat panas alam yang membakar batu bara yang berada di bawah hutan tropis ini.
Kalimantan berperan penting dalam pengembangan ekonomi Indonesia dan merupakan salah satu penghasil devisa utama. Pada tahun 2003, Kalimantan menghasilkan 29 % pendapatan sektor Indonesia yang berasal dari migas, 25,72% dari sektor pertambangan dan 34.54 % dari sektor hutan.

PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan tentang pulau Kalimantan sebagai berikut:
1. Kondisi Fisiografis Kalimantan yang meliputi:
Kondisi geologis Kalimantan, sebagian besar Kalimantan terdiri dari batuan yang keras dan agak keras, termasuk batuan kuarter di semenanjung Sangkulirang dan jajaran pegunungan meratus., batuan vulkanik dan endapan tersier. Kalimantan tidak memiliki gunung api yang aktif seperti yang terdapat di Sumatera dan Jawa, tetapi memiliki daerah batuan vulkanik tua yang kokoh di bagian barat daya dan bagian timur Kalimantan. Kondisi geomorfologis Kalimantan, Walaupun di Kalimantan terbebas dari bahaya gunung berapi, patahan atau sesar dan gempa bumi, namun masih mungkin terjadi beberapa potensi bahaya lingkungan. Kalimantan memiliki pulau yang datar, dikarenakan mempunyai pesisir yang rendah dan memanjang serta dataran sungai, terutama disebelah selatan dan barat.
Kondisi hidrologi Kalimantan, untuk perairan daerah Kalimantan didukung dengan adanya beberapa sungai beasr yang mengaliri wilayah Kalimantan diantaranya yaitu, Sungai Mahakam, Sungai Kapuas, Sungai Barito, Sungai Negara, Sungai Baram dan sungai-sungai kecil lainnya yang mendukung suplai air yang ada didaerah Kalimantan. Kondisi iklim kalimantan, Kalimantan terletak di garis Equator dan memiliki iklim tropis dengan suhu yang relative konstan sepanjang tahun antara 250 350 C di dataran rendah. Memiliki sedikitnya bulan Basah dengan curah hujan kurang dari 200 mm. Angin musim barat laut (Nopember-April) pada umumnya lebih Basah dari pada angin musim tenggara.
Kondisi tanah Kalimantan, Kondisi tanah merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi penyebaran vegetasi. Ada lima faktor utama dalam formasi tanah : litologi, iklim, topografi, mahluk hidup dalam waktu. Sebagian besar tanah telah di Kalimantan berkembang pada dataran bergelombang dan pegunungan yang tertoreh diatas batuan sedimen dan batuan beku tua.

2. Pengembangan potensi wilayah Kalimantan, karena sebagian besar pegunungan,
Di Kalimantan terdapat potensi beberapa taman nasional sebagai konservasi flora dan fauna dan hutan di pegunungan Muller serta sebagian di Schawner yang ditetapkan sebagai world heritage forest. Hasil hutan yang potensi di Kalimantan adalah kayu industri, rotan, damar, dan tengkawang. Kondisi tanah di Kalimantan pada umumnya tidak subur untuk kegiatan usaha pertanian. Kegiatan perkebunan pada umumnya berada pada wilayah di perbukitan dataran rendah. Potensi hidrologi di Kalimantan merupakan faktor penunjang kegiatan ekonomi yang baik. Selain banyak danau-danau yang berpotensi sebagai sumber penghasil perikanan khususnya satwa ikan langka. Sejumlah sungai besar merupakan urat nadi transportasi utama yang menjalarkan kegiatan perdagangan hasil sumber daya alam dan olahan antar wilayah dan eksport-import.

DAFTAR PUSTAKA
Wikipedia.com
Crayonpedia.com
Google answer
Esdm.gov
Bakorsunatal.com
Bkkbn
Esri
Lipi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar