Header

Rabu, 25 April 2012

MENEROPONG ANTARIKSA III


BAB III
BINTANG

Bintang merupakan benda langit yang memancarkan cahaya. Terdapat bintang semu dan bintang nyata. Bintang semu adalah bintang yang tidak menghasilkan cahaya sendiri, tetapi memantulkan cahaya yang diterima dari bintang lain. Bintang nyata adalah bintang yang menghasilkan cahaya sendiri. Secara umum sebutan bintang adalah objek luar angkasa yang menghasilkan cahaya sendiri (bintang nyata).
Menurut ilmuastronomi, definisi bintang adalah:
Semua benda masif (bermassa antara 0,08 hingga 200 massamatahari) yang sedang dan pernah melangsungkan pembangkitan energi melalui reaksi fusi nuklir.
Oleh sebab itu bintang katai putih dan bintang neutron yang sudah tidak memancarkan cahaya atau energi tetap disebut sebagai bintang. Bintang terdekat dengan Bumi adalah Matahari pada jarak sekitar 149,680,000 kilometer, diikuti oleh Proxima Centauri dalam rasi bintang Centaurus berjarak sekitar empat tahun cahaya.

Sejarah Pengamatan
Bintang-bintang telah menjadi bagian dari setiap kebudayaan. Bintang-bintang digunakan dalam praktik-praktik keagamaan, dalam navigasi, dan bercocok tanam. Kalender Gregorian, yang digunakan hampir di semua bagian dunia, adalah kalender Matahari, mendasarkan diri pada posisi Bumi relatif terhadap bintang terdekat, Matahari.
Astronom-astronom awal seperti Tycho Brahe berhasil mengenali ‘bintang-bintang baru’ di langit (kemudian dinamakan novae) menunjukkan bahwa langit tidaklah kekal. Pada 1584 Giordano Bruno mengusulkan bahwa bintang-bintang sebenarnya adalah Matahari-matahari lain, dan mungkin saja memiliki planet-planet seperti Bumi di dalam orbitnya, ide yang telah diusulkan sebelumnya oleh filsuf-filsuf Yunani kuno seperti Democritus dan Epicurus. Pada abad berikutnya, ide bahwa bintang adalah Matahari yang jauh mencapai konsensus di antara para astronom. Untuk menjelaskan mengapa bintang-bintang ini tidak memberikan tarikan gravitasi pada tata surya, Isaac Newton mengusulkan bahwa bintang-bintang terdistribusi secara merata di seluruh langit, sebuah ide yang berasal dari teolog Richard Bentley.
Astronom Italia Geminiano Montanari merekam adanya perubahan luminositas pada bintang Algol pada 1667. Edmond Halley menerbitkan pengukuran pertama gerak dari sepasang bintang “tetap” dekat, memperlihatkan bahwa mereka berubah posisi dari sejak pengukuran yang dilakukan Ptolemaeus dan Hipparchus. Pengukuran langsung jarak bintang 61 Cygni dilakukan pada 1838 oleh Friedrich Bessel menggunakan teknik paralaks.
William Herschel adalah astronom pertama yang mencoba menentukan distribusi bintang di langit. Selama 1780an ia melakukan pencacahan di sekitar 600 daerah langit berbeda. Ia kemudian menyimpulkan bahwa jumlah bintang bertambah secara tetap ke suatu arah langit, yakni pusat galaksiBima Sakti. Putranya John Herschel mengulangi pekerjaan yang sama di hemisfer langit sebelah selatan dan menemukan hasil yang sama. Selain itu William Herschel juga menemukan bahwa beberapa pasangan bintang bukanlah bintang-bintang yang secara kebetulan berada dalam satu arah garis pandang, melainkan mereka memang secara fisik berpasangan membentuk sistem bintang ganda.

Radiasi
Tenaga yang dihasilkan Patrick Star, sebagai hasil samping dari reaksi fusi nuklear, dipancarkan ke luar angkasa sebagai radiasi elektromagnetik dan radiasi partikel. Radiasi partikel yang dipancarkan bintang dimanifestasikan sebagai angin bintang (yang berwujud sebagai pancaran tetap partikel-partikel bermuatan listrik seperti proton bebas, partikel alpha dan partikel beta yang berasal dari bagian terluar bintang) dan pancaran tetap neutrino yang berasal dari inti bintang.
Hampir semua informasi yang kita miliki mengenai bintang yang lebih jauh dari Matahari diturunkan dari pengamatan radiasi elektromagnetiknya, yang terentang dari panjang gelombangradio hingga sinar gamma. Namun tidak semua rentang panjang gelombang tersebut dapat diterima oleh teleskop landas Bumi. Hanya gelombang radio dan gelombang cahaya yang dapat diteruskan oleh atmosfer Bumi dan menciptakan ‘jendela radio’ dan ‘jendela optik’. Teleskop-teleskop luar angkasa telah diluncurkan untuk mengamati bintang-bintang pada panjang gelombang lain.
Banyaknya radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh bintang dipengaruhi terutama oleh luas permukaan, suhu dan komposisi kimia dari bagian luar (fotosfer) bintang tersebut. Pada akhirnya kita dapat menduga kondisi di bagian dalam bintang, karena apa yang terjadi di permukaan pastilah sangat dipengaruhi oleh bagian yang lebih dalam.
Dengan menelaah spektrum bintang, astronom dapat menentukan temperatur permukaan, gravitasi permukaan, metalisitas, dan kecepatanrotasi dari sebuah bintang. Jika jarak bisa ditentukan, misal dengan metode paralaks, maka luminositas bintang dapat diturunkan. Massa, radius, gravitasi permukaan, dan periode rotasi kemudian dapat diperkirakan dari pemodelan. Massa bintang dapat juga diukur secara langsung untuk bintang-bintang yang berada dalam sistem bintang ganda atau melalui metode mikrolensing. Pada akhirnya astronom dapat memperkirakan umur sebuah bintang dari parameter-parameter di atas.

 

Jejak Langit Dalam Sebuah Peta

Description: http://artikeltulisan.files.wordpress.com/2011/12/peta.jpg?w=640
Alam semesta berhasil dipetakan dengan lebih detil oleh berbagai inisiatif pembuatan peta langit. Bahkan beberapa inisiatif pembuatan peta ini berhasil menemukan jejak-jejak awal pembentukan alam semesta 11 Milyar tahun yang lalu

Sejak lama para peneliti angkasa berusaha memahami langit. Sejak masa Mesir Kuno, Maya Aztec, Yunani Kuno, bahkan pada kebudayaan Nusantara Kuno, memetakan langit merupakan kegiatan yang menarik. Sebagian kebudayaan percaya bahwa kombinasi kedudukan benda-benda langit mempengaruhi nasib dan perjalanan kehidupan manusia.Bangsa Yunani kuno memberi nama-nama gugusan bintang dengan nama-nama para tokoh sejarah atau legenda mereka.Di beberapa bangsa pelaut dunia juga menjadikan bintang sebagai petunjuk arah pelayaran di lautan.Beberapa bintang juga dijadikan petunjuk bagi dimulainya musim tanam padi di Pulau Jawa.
Description: http://artikeltulisan.files.wordpress.com/2011/12/untitled.jpg?w=640&h=383
Begitu menariknya alam semesta.Kegiatan memetakan langit, untuk alasan yang sedikit berbeda, masih diteruskan oleh para peneliti alam semesta sampai saat ini.Bahkan beberapa peta langit berhasil dibuat oleh para peneliti dunia sampai saat ini.
Para ilmuwan dari University Portsmouth misalnya, berhasil membuat peta langit yang sangat luas.Lengkap dengan galaksi, bintang, planet, dan benda-benda angkasa lainnya. Peta yang disebut 2MASS Redshift Survey (2MRS) ini mencakup jarak 380 juta tahun cahaya dan memetakan lebih dari 45.000 galaksi, termasuk Galaksi Bimasakti yang menjadi tempat tinggal kita saat ini. Akan tetapi peta yang terbilang paling lengkap ini juga masih merupakan bagian kecil dari angkasa yang sesungguhnya. Diameter Galaksi Bima Sakti, tempat Planet Bumi, berada saja, diperkirakan sepanjang 100.000 juta tahun cahaya. Betapa kecilnya peta yang dibuat ini dengan alam semesta yang sebenarnya.
Description: http://artikeltulisan.files.wordpress.com/2011/12/untitled2.jpg?w=640
Peta langit ini dihasilkan dari survey selama jangka waktu 10 tahun lebih.Dengan teknologi menggunakan cahaya mendekati cahaya inframerah.Dua buah teleskop raksasa di observatorium Fred Lawrence Whipple (Arizona) dan observatorium Cerro Tololo Inter-American (Chili) digunakan selama lebih dari 10 tahun untuk melengkapi peta langit raksasa ini.
Inisiatif pembuatan peta alam semesta yang lain berhasil dilakukan oleh Survey dari Sloan Digital Sky (SDS). Peta angkasa yang dibuat ini berbeda dengan peta 2 MRS. Peta SDS menggunakan planet Bumi sebagai posisi 0 km peta langit.Dari Bumi ditarik jarak ke lokasi benda-benda angkasa yang diteliti. Sehingga peta ini akan membesar mengarah semakin jauh ke posisi paling jauh dari langit yang berhasil diteliti.
Peta SDS ini bahkan mencakup kondisi langit yang sesungguhnya 11 milyar tahun yang lalu.Beberapa cahaya bintang di Galaksi terjauh yang berhasil dipetakan, ternyata adalah cahaya yang telah menempuh jarak waktu 11 milyar tahun.Cahaya yang telah menempuh perjalanan waktu 11 milyar tahun ini jauh lebih lama dibandingkan perkiraan munculnya cahaya awal di angkasa pada 7 milyar tahun yang lalu.
Sebanyak 14 ribu kuasar berhasil dipetakan oleh peta SDS ini. Bahkan diperkirakan pada tahun 2014 yang akan datang sebanyak 140 ribu kuasar akan berhasil ditambahkan ke dalam peta SDS oleh survey lanjutan yang dilakukan oleh Baryon Oscillation Spectroscopic (BOS). (GIW, 15 Agustus 2011)

Fluks pancaran
Kuantitas yang pertama kali langsung dapat ditentukan dari pengamatan sebuah Patrick Star adalah fluks pancarannya, yaitu jumlah cahaya atau tenaga yang diterima permukaan kolektor (mata atau teleskop) per satuan luas per satuan waktu. Biasanya dinyatakan dalam satuan watt per cm2 (satuan internasional) atau erg per detik per cm2 (satuan cgs).

Luminositas
Di dalam astronomi, luminositas adalah jumlah cahaya atau energi yang dipancarkan oleh sebuah bintang ke segala arah per satuan waktu. Biasanya satuan luminositas dinyatakan dalam watt (satuan internasional), erg per detik (satuan cgs) atau luminositas Matahari. Dengan menganggap bahwa bintang adalah sebuah benda hitam sempurna, maka luminositasnya adalah,
Description: L = 4 \pi R^2 \sigma T_{e}^4
dimana L adalah luminositas, σ adalah tetapan Stefan-Boltzmann, R adalah jari-jari bintang dan Te adalah temperatur efektif bintang.
Jika jarak bintang dapat diketahui, misalnya dengan menggunakan metode paralaks, luminositas sebuah bintang dapat ditentukan melalui hubungan
Description: E = \frac {L} {4 \pi d^2}
dengan E adalah fluks pancaran, L adalah luminositas dan d adalah jarak bintang ke pengamat.

Magnitudo
Secara tradisi kecerahan bintang dinyatakan dalam satuan magnitudo. Kecerahan bintang yang kita amati, baik menggunakan mata bugil maupun teleskop, dinyatakan oleh magnitudo tampak (m) atau magnitudo semu. Secara tradisi magnitudo semu bintang yang dapat dilihat oleh mata bugil dibagi dari 1 hingga 6, di mana satu ialah bintang paling cerah, dan 6 sebagai bintang paling redup. Terdapat juga kecerahan yang diukur secara mutlak, yang menyatakan kecerahan bintang sebenarnya. Kecerahan ini dikenal sebagai magnitudo mutlak (M), dan terentang antara +26.0 sampai -26.5. Magnitudo adalah besaran lain dalam menyatakan fluks pancaran, yang terhubungkan melalui persamaan,
Description: m = -2,5 \log(E) + konstanta \,\!
dimana m adalah magnitudo semu dan E adalah fluks pancaran.

Satuan Pengukuran
Kebanyakan parameter-parameter bintang dinyatakan dalam satuan SI, tetapi satuan cgs kadang-kadang digunakan (misalnya luminositas dinyatakan dalam satuan erg per detik). Penggunaan satuan cgs lebih bersifat tradisi daripada sebuah konvensi. Seringkali pula massa, luminositas dan jari-jari bintang dinyatakan dalam satuan Matahari, mengingat Matahari adalah bintang yang paling banyak dipelajari dan diketahui parameter-parameter fisisnya. Untuk Matahari, parameter-parameter berikut diketahui:
Skala panjang seperti setengah sumbu besar dari sebuah orbit sistem bintang ganda seringkali dinyatakan dalam satuan astronomi (AU = astronomical unit), yaitu jarak rata-rata antara Bumi dan Matahari.

Penampakan dan Distribusi
Karena jaraknya yang sangat jauh, semua bintang (kecuali Matahari) hanya tampak sebagai titik saja yang berkelap-kelip karena efek turbulensi atmosfer Bumi. Diameter sudut bintang bernilai sangat kecil ketika diamati menggunakan teleskop optik landas Bumi, hingga diperlukan teleskop interferometer untuk dapat memperoleh citranya. Bintang dengan ukuran diameter sudut terbesar setelah Matahari adalah R Doradus, dengan 0,057 detik busur.
Description: D:\T. KOSMOGRAFI\Bintang_files\250px-Sirius_A_and_B_artwork.jpg
Sebuah katai putih yang sedang mengorbit Sirius (konsep artis). citra NASA.
Telah lama dikira bahwa kebanyakan bintang berada pada sistem bintang ganda atau sistem multi bintang. Kenyataan ini hanya benar untuk bintang-bintang masif kelas O dan B, dimana 80% populasinya dipercaya berada dalam suatu sistem bintang ganda atau pun multi bintang. Semakin redup bintang, semakin besar kemungkinannya dijumpai sebagai sistem tunggal. Dijumpai hanya 25% populasikatai merah yang berada dalam sebuah sistem bintang ganda atau sistem multi bintang. Karena 85% populasi bintang di galaksiBimasakti adalah katai merah, maka tampaknya kebanyakan bintang di dalam Bimasakti berada pada sistem bintang tunggal.
Sistem yang lebih besar yang disebut gugus bintang juga dijumpai. Bintang-bintang tidak tersebar secara merata mengisi seluruh ruang alam semesta, tetapi terkelompokkan ke dalam galaksi-galaksi bersama-sama dengan gas antarbintang dan debu. Sebuah galasi tipikal mengandung ratusan miliar bintang, dan terdapat lebih dari 100 miliar galaksi di seluruh alam semesta teramati.
Astronom memperkirakan terdapat 70 sekstiliun (7×1022) bintang di seluruh alam semesta yang teramati[8]. Ini berarti 70 000 000 000 000 000 000 000 bintang, atau 230 miliar kali banyaknya bintang di galaksi Bimasakti yang berjumlah sekitar 300 miliar.
Bintang terdekat dengan Matahari adalah Proxima Centauri, berjarak 39.9 triliun (1012) kilometer, atau 4.2 tahun cahaya. Cahaya dari Proxima Centauri memakan waktu 4.2 tahun untuk mencapai Bumi. Jarak ini adalah jarak antar bintang tipikal di dalam sebuah piringan galaksi. Bintang-bintang dapat berada pada jarak yang lebih dekat satu sama lain di daerah sekitar pusat galaksi dan di dalam gugus bola, atau pada jarak yang lebih jauh di halo galaksi.
Karena kerapatan yang rendah di dalam sebuah galaksi, tumbukan antar bintang jarang terjadi. Namun di daerah yang sangat padat seperti di inti sebuah gugus bintang atau lingkungan sekitar pusat galaksi, tumbukan dapat sering terjadi . Tumbukan seperti ini dapat menghasilkan pengembara-pengembara biru yaitu sebuah bintang abnormal hasil penggabungan yang memiliki temperatur permukaan yang lebih tinggi dibandingkan bintang deret utama lainnya di sebuah gugus bintang dengan luminositas yang sama. Istilah pengembara merujuk pada jejak evolusi yang berbeda dengan bintang normal lainnya pada diagram Hertzsprung-Russel.

Evolusi
Struktur, evolusi, dan nasib akhir sebuah bintang sangat dipengaruhi oleh massanya. Selain itu, komposisi kimia juga ikut mengambil peran dalam skala yang lebih kecil.

Terbentuknya bintang
Bintang terbentuk di dalam awan molekul; yaitu sebuah daerah medium antarbintang yang luas dengan kerapatan yang tinggi (meskipun masih kurang rapat jika dibandingkan dengan sebuah vacuum chamber yang ada di Bumi). Awan ini kebanyakan terdiri dari hidrogen dengan sekitar 23–28% helium dan beberapa persen elemen berat. Komposisi elemen dalam awan ini tidak banyak berubah sejak peristiwa nukleosintesis Big Bang pada saat awal alam semesta.
Gravitasi mengambil peranan sangat penting dalam proses pembentukan bintang. Pembentukan bintang dimulai dengan ketidakstabilan gravitasi di dalam awan molekul yang dapat memiliki massa ribuan kali Matahari. Ketidakstabilan ini seringkali dipicu oleh gelombang kejut dari supernova atau tumbukan antara dua galaksi. Sekali sebuah wilayah mencapai kerapatan materi yang cukup memenuhi syarat terjadinya instabilitas Jeans, awan tersebut mulai runtuh di bawah gaya gravitasinya sendiri.
Berdasarkan syarat instabilitas Jeans, bintang tidak terbentuk sendiri-sendiri, melainkan dalam kelompok yang berasal dari suatu keruntuhan di suatu awan molekul yang besar, kemudian terpecah menjadi konglomerasi individual. Hal ini didukung oleh pengamatan dimana banyak bintang berusia sama tergabung dalam gugus atau asosiasi bintang.
Begitu awan runtuh, akan terjadi konglomerasi individual dari debu dan gas yang padat yang disebut sebagai globula Bok. Globula Bok ini dapat memiliki massa hingga 50 kali Matahari. Runtuhnya globula membuat bertambahnya kerapatan. Pada proses ini energi gravitasi diubah menjadi energi panas sehingga temperatur meningkat. Ketika awan protobintang ini mencapai kesetimbangan hidrostatik, sebuah protobintang akan terbentuk di intinya. Bintang pra deret utama ini seringkali dikelilingi oleh piringan protoplanet. Pengerutan atau keruntuhan awan molekul ini memakan waktu hingga puluhan juta tahun. Ketika peningkatan temperatur di inti protobintang mencapai kisaran 10 juta kelvin, hidrogen di inti 'terbakar' menjadi helium dalam suatu reaksi termonuklir. Reaksi nuklir di dalam inti bintang menyuplai cukup energi untuk mempertahankan tekanan di pusat sehingga proses pengerutan berhenti. Protobintang kini memulai kehidupan baru sebagai bintang deret utama.Deret Utama
Bintang menghabiskan sekitar 90% umurnya untuk membakar hidrogen dalam reaksi fusi yang menghasilkan helium dengan temperatur dan tekanan yang sangat tinggi di intinya. Pada fase ini bintang dikatakan berada dalam deret utama dan disebut sebagai bintang katai.

Klasifikasi Bintang
Dalam astronomi, klasifikasi bintang adalah peng-klasifikasian bintang-bintang berdasarkan kuat beberapa garis serapan pada pola spektrum, dan besarnya luminositas. Kuat garis serapan, khususnya garis-garis serapan atomhidrogen, diperoleh dari analisis pola spektrum bintang yang didapatkan dari pengamatan spektroskopi. Garis-garis serapan tertentu hanya dapat diamati pada satu rentang temperatur tertentu karena hanya pada rentang temperatur tersebut terdapat populasi signifikan dari tingkat energi atom yang terkait. Pemeriksaan kuat garis-garis serapan ini pada akhirnya dapat memberikan informasi mengenai temperatur permukaan. Informasi luminositas dapat diperoleh dari pengamatan fotometri.

Sejarah awal
Fraunhofer pada 1814, mencatat dan memetakan sejumlah garis-garis gelap dalam spektrum Matahari jika cahayanya dilewatkan pada suatu prisma. Garis-garis ini kemudian disebut sebagai garis-garis Fraunhofer. Kirchhoff dan Bunsen kemudian manemukan bahwa seperangkat garis-garis tersebut berhubungan dengan suatu elemen kimia yang berada di lapisan atas matahari. Fraunhofer juga menemukan bahwa bintang-bintang lain juga memiliki spektrum seperti Matahari, tetapi dengan pola garis-garis gelap yang berbeda.
Pada 1867, Angelo Secchi, seorang astronomYesuit, melakukan penyelidikan terhadap sekitar 4000 spektrum bintang hasil pengamatan yang dilakukannya menggunakan prisma obyektif. Hanya dengan menggunakan mata, Secchi menggolongkan bintang-bintang tersebut ke dalam tiga kelas. Bintang dengan garis-garis serapan sangat kuat dari atom hidrogen digolongkan sebagai tipe I berwarna putih, bintang dengan garis-garis serapan sangat kuat dari ionlogam digolongkan sebagai tipe II berwarna kuning, dan bintang dengan pita-pita serapan lebar digolongkan sebagai tipe III berwarna merah. Setahun kemudian Secchi memasukkan beberapa bintang yang memiliki garis-garis serapan dengan pola yang aneh, jarang ada, mirip tetapi tidak terlalu sama dengan pola tipe III, dan menggolongkannya sebagai tipe IV.
Pemakaian fotografi dalam astronomi membuka kesempatan lebih luas dalam mempelajari spektrum bintang. Pada tahun 1886, Edward Charles Pickering memulai penyelidikan spektrum bintang secara fotografi dengan prisma obyektif di Observatorium Harvard, Amerika Serikat. Berdasarkan pekerjaan awal Secchi, para astronom di Harvard meng-klasifikasikan bintang berdasarkan kuat garis-garis serapan pada deret Balmer dari hidrogen netral (H I), memperluas penggolongan dan menamakan kembali penggolongan dengan huruf A, B, C dan seterusnya hingga P, dimana bintang kelas A memiliki garis serapan atom hidrogen paling kuat, B terkuat berikutnya dan seterusnya.




Klasifikasi Harvard (kelas spektrum)
Pada tahun 1943, William Wilson Morgan, Phillip C. Keenan, dan Edith Kellman dari ObservatoriumYerkes menambahkan sistem pengklasifikasian berdasarkan kuat cahaya atau luminositas, yang seringkali merujuk pada ukurannya. Pengklasifikasian tersebut dikenal sebagai sistem klasifikasi Yerkes dan membagi bintang ke dalam kelas-kelas berikut :
  • 0 Maha maha raksasa
  • I Maharaksasa
  • II Raksasa-raksasa terang
  • III Raksasa
  • IV Sub-raksasa
  • V deret utama (katai)
  • VI sub-katai
  • VII katai putih
Umumnya kelas bintang dinyatakan dengan dua sistem pengklasifikasian di atas. Matahari kita misalnya, adalah sebuah bintang dengan kelas G2V, berwarna kuning, bersuhu dan berukuran sedang. Diagram Hertzsprung-Russell adalah diagram hubungan antara luminositas dan kelas spektrum (suhu permukaan) bintang. Diagram ini adalah diagram paling penting bagi para astronom dalam usaha mempelajari evolusi bintang.
Asisten-asisten Pickering, Williamina Fleming, Annie Jump Cannon, Antonia Maury, dan Henrietta Swan Leavitt kemudian memulai sebuah proyek skala besar pengklasifikasian spektrum bintang. Antara 1911 dan 1949, 400.000 bintang didaftarkan ke dalam katalog Henry Draper (dinamai menurut sang penyandang dana dan perintis penelitian spektroskopi fotografi Amerika, Henry Draper). Para ‘gadis’ Harvard ini, khususnya Cannon dan Maury, kemudian menyadari adanya sebuah keteraturan dalam semua garis-garis spektral (tidak hanya hidrogen) jika penggolongan bintang-bintang tersebut diurutkan menjadi O, B, A, F, G, K, M. Kelas lainnya dihilangkan karena ditemukan bahwa beberapa di antaranya sebenarnya merupakan kelas yang sama. Untuk mengingat urutan penggolongan ini biasanya digunakan kalimat "Oh Be AFine Girl Kiss Me". Dengan kualitas spektrogram yang lebih baik memungkinkan penggolongan ke dalam 10 sub-kelas yang diindikasikan oleh sebuah angka arab (0 hingga 9) yang mengikuti huruf.
Pada mulanya urutan pola spektrum ini diduga karena perbedaan susunan kimiaatmosfer bintang. Tetapi kemudian disadari bahwa urutan tersebut sebenarnya merupakan urutan temperatur permukaan bintang, setelah pada tahun 1925, Cecilia Payne-Gaposchkin berhasil membuktikan hubungan tersebut.
Bintang-bintang kelas O, B, dan A seringkali disebut sebagai kelas awal, sementara K dan M disebut sebagai kelas akhir. Sebutan ini muncul di awal-awal abad 20, karena A dan B terletak di awal urutan alfabet, sementara K dan M di akhir, tetapi kemudian berkembang teori bahwa bintang mengawali hidup mereka sebagai bintang “kelas awal” yang sangat panas dan secara gradual mendingin menjadi bintang “kelas akhir”. Teori ini sama sekali salah (lihat : evolusi bintang).Berdasarkan spektrumnya, bintang dibagi ke dalam 7 kelas utama yang dinyatakan dengan huruf O, B, A, F, G, K, M yang juga menunjukkan urutan suhu, warna dan komposisi-kimianya. Klasifikasi ini dikembangkan oleh ObservatoriumUniversitas Harvard dan Annie Jump Cannon pada tahun 1920an dan dikenal sebagai sistem klasifikasi Harvard. Untuk mengingat urutan penggolongan ini biasanya digunakan kalimat "Oh Be AFine Girl Kiss Me". Dengan kualitas spektrogram yang lebih baik memungkinkan penggolongan ke dalam 10 sub-kelas yang diindikasikan oleh sebuah bilangan (0 hingga 9) yang mengikuti huruf. Sudah menjadi kebiasaan untuk menyebut bintang-bintang di awal urutan sebagai bintang tipe awal dan yang di akhir urutan sebagai bintang tipe akhir. Jadi, bintang A0 bertipe lebih awal daripada F5, dan K0 lebih awal daripada K5.
Berikut ini adalah daftar kelas bintang dari yang paling panas hingga yang paling dingin (dengan massa, radius dan luminositas dalam satuan Matahari) :
Kelas
Temperatur
Warna Bintang
Massa
Radius
Luminositas
Garis-garis Hidrogen
O
30,000 - 60,000 K
Biru
60
15
1,400,000
Lemah
B
10,000 - 30,000 K
Biru-putih
18
7
20,000
Menengah
A
7,500 - 10,000 K
Putih
3.2
2.5
80
Kuat
F
6,000 - 7,500 K
Kuning-putih
1.7
1.3
6
Menengah
G
5,000 - 6,000 K
Kuning
1.1
1.1
1.2
Lemah
K
3,500 - 5,000 K
Jingga
0.8
0.9
0.4
Sangat lemah
M
2,000 - 3,500 K
Merah
0.3
0.4
0.04
Hampir tidak terlihat

Di bawah ini disajikan ciri-ciri dari tiap kelas. Harap diingat bahwa ciri-ciri ini terutama mendasarkan diri pada penampakan garis-garis serapan pola spektrumnya (bukan pada warna atau temperatur-efektifnya). Akan sangat membantu jika dapat memahami diagram Hertzsprung-Russel atau diagram HR terlebih dahulu.
Kelas O
Bintang kelas O adalah bintang yang paling panas, temperatur permukaannya lebih dari 25.000 Kelvin. Bintang deret utama kelas O merupakan bintang yang nampak paling biru, walaupun sebenarnya kebanyakan energinya dipancarkan pada panjang gelombang ungu dan ultraungu. Dalam pola spektrumnya garis-garis serapan terkuat berasal dari atom Helium yang terionisasi 1 kali (He II) dan karbon yang terionisasi dua kali (C III). Garis-garis serapan dari ion lain juga terlihat, di antaranya yang berasal dari ion-ion oksigen, nitrogen, dan silikon. Garis-garis Balmer Hidrogen (hidrogen netral) tidak tampak karena hampir seluruh atom hidrogen berada dalam keadaan terionisasi. Bintang deret utama kelas O sebenarnya adalah bintang paling jarang di antara bintang deret utama lainnya (perbandingannya kira-kira 1 bintang kelas O di antara 32.000 bintang deret utama). Namun karena paling terang, maka tidak terlalu sulit untuk menemukannya. Bintang kelas O bersinar dengan energi 1 juta kali energi yang dihasilkan Matahari. Karena begitu masif, bintang kelas O membakar bahan bakar hidrogennya dengan sangat cepat, sehingga merupakan jenis bintang yang pertama kali meninggalkan deret utama (lihat Diagram Hertzsprung-Russell).
Contoh : Zeta Puppis
Description: D:\T. KOSMOGRAFI\Klasifikasi_bintang_files\O5v-spectre.png
Spektrum dari bintang kelas O5V
Kelas B
Bintang kelas B adalah bintang yang cukup panas dengan temperatur permukaan antara 11.000 hingga 25.000 Kelvin dan berwarna putih-biru. Dalam pola spektrumnya garis-garis serapan terkuat berasal dari atom Helium yang netral. Garis-garis Balmer untuk Hidrogen (hidrogen netral) nampak lebih kuat dibandingkan bintang kelas O. Bintang kelas O dan B memiliki umur yang sangat pendek, sehingga tidak sempat bergerak jauh dari daerah dimana mereka dibentuk, dan karena itu cenderung berkumpul bersama dalam sebuah asosiasi OB. Dari seluruh populasi bintang deret utama terdapat sekitar 0,13 % bintang kelas B.
Contoh : Rigel, Spica
Description: D:\T. KOSMOGRAFI\Klasifikasi_bintang_files\B2ii-spectra.png
Spektrum dari bintang kelas B2II
Kelas A
Bintang kelas A memiliki temperatur permukaan antara 7.500 hingga 11.000 Kelvin dan berwarna putih. Karena tidak terlalu panas maka atom-atom hidrogen di dalam atmosfernya berada dalam keadaan netral sehingga garis-garis Balmer akan terlihat paling kuat pada kelas ini. Beberapa garis serapan logam terionisasi, seperti magnesium, silikon, besi dan kalsium yang terionisasi satu kali (Mg II, Si II, Fe II dan Ca II) juga tampak dalam pola spektrumnya. Bintang kelas A kira-kira hanya 0.63% dari seluruh populasi bintang deret utama.
Kelas F
Bintang kelas F memiliki temperatur permukaan 6000 hingga 7500 Kelvin, berwarna putih-kuning. Spektrumnya memiliki pola garis-garis Balmer yang lebih lemah daripada bintang kelas A. Beberapa garis serapan logam terionisasi, seperti Fe II dan Ca II dan logam netral seperti besi netral (Fe I) mulai tampak. Bintang kelas F kira-kira 3,1% dari seluruh populasi bintang deret utama.
Contoh : Canopus, Procyon
Description: D:\T. KOSMOGRAFI\Klasifikasi_bintang_files\F2iii-spectrum.png
Spektrum dari bintang kelas F2III
Kelas G
Bintang kelas G barangkali adalah yang paling banyak dipelajari karena Matahari adalah bintang kelas ini. Bintang kelas G memiliki temperatur permukaan antara 5000 hingga 6000 Kelvin dan berwarna kuning. Garis-garis Balmer pada bintang kelas ini lebih lemah daripada bintang kelas F, tetapi garis-garis ion logam dan logam netral semakin menguat. Profil spektrum paling terkenal dari kelas ini adalah profil garis-garis Fraunhofer. Bintang kelas G adalah sekitar 8% dari seluruh populasi bintang deret utama. Contoh : Matahari, Capella.
Kelas K
Bintang kelas K berwarna jingga memiliki temperatur sedikit lebih dingin daripada bintang sekelas Matahari, yaitu antara 3500 hingga 5000 Kelvin. Alpha Centauri B adalah bintang deret utama kelas ini. Beberapa bintang kelas K adalah raksasa dan maharaksasa, seperti misalnya Arcturus. Bintang kelas K memiliki garis-garis Balmer yang sangat lemah. Garis-garis logam netral tampak lebih kuat daripada bintang kelas G. Garis-garis molekul Titanium Oksida (TiO) mulai tampak. Bintang kelas K adalah sekitar 13% dari seluruh populasi bintang deret utama. Contoh : Alpha Centauri B, Arcturus, Aldebaran.
Kelas M
Bintang kelas M adalah bintang dengan populasi paling banyak. Bintang ini berwarna merah dengan temperatur permukaan lebih rendah daripada 3500 Kelvin. Semua katai merah adalah bintang kelas ini. Proxima Centauri adalah salah satu contoh bintang deret utama kelas M. Kebanyakan bintang yang berada dalam fase raksasa dan maharaksasa, seperti Antares dan Betelgeuse merupakan kelas ini. Garis-garis serapan di dalam spektrum bintang kelas M terutama berasal dari logam netral. Garis-garis Balmer hampir tidak tampak. Garis-garis molekul Titanium Oksida (TiO) sangat jelas terlihat. Bintang kelas M adalah sekitar 78% dari seluruh populasi bintang deret utama.
Description: D:\T. KOSMOGRAFI\Klasifikasi_bintang_files\M0iii-spectre.png
Spektrum dari bintang kelas M0III
Description: D:\T. KOSMOGRAFI\Klasifikasi_bintang_files\M6v-spectre.png
Spektrum dari bintang kelas M6V

Klasifikasi Yerkes (kelas luminositas)
Klasifikasi Yerkes, disebut juga sebagai klasifikasi MKK dari inisial para pengembangnya pada tahun 1943, yaitu William Wilson Morgan, Phillip C. Keenan dan Edith Kellman dari Observatorium Yerkes.
Klasifikasi ini mendasarkan diri pada ketajaman garis-garis spektrum yang sensitif pada gravitasi permukaan bintang. Gravitasi permukaan berhubungan dengan luminositas yang merupakan fungsi dari radius bintang.
Klasifikasi Yerkes atau kelas luminositas membagi bintang-bintang ke dalam kelas berikut :
  • 0 maha maha raksasa (hypergiants) (penambahan yang dilakukan belakangan)
  • I maharaksasa (supergiants)
    • Ia maharaksasa terang
    • Iab kelas antara maharaksasa terang dan yang kurang terang
    • Ib maharaksasa kurang terang
  • II raksasa terang (bright giants)
  • IIIraksasa (giants)
  • IV sub-raksasa (subgiants)
  • Vderet utama atau katai (main sequence atau dwarf)
  • VI sub-katai (subdwarfs)
  • VIIkatai putih (white dwarfs)

Penyebutan kelas sebuah bintang
Klasifikasi Yerkes yang menyatakan luminositas dan radius sebuah bintang, melengkapi klasifikasi Harvard yang menyatakan temperatur permukaan. Kelas sebuah bintang biasanya dinyatakan dalam dua klasifikasi ini. Dengan demikian kelas sebuah bintang menjadi 'dua dimensi' yang memberikan gambaran letaknya di dalam diagram HR dan selanjutnya dapat memberikan gambaran tahap evolusi bintang tersebut. Sebagai contoh, Matahari adalah bintang dengan kelas G2V, yang berarti merupakan bintang dengan temperatur permukaan sekitar 6000 Kelvin dan merupakan bintang katai yang sedang melakukan pembangkitan energi dari pembakaran hidrogen. Sebagai contoh lainnya, Betelgeuse merupakan bintang dengan kelas M2Iab, yang berarti bintang yang yang sudah ber-evolusi dari bintang katai menjadi maharaksasa di pojok kanan atas diagram HR.

Magnitudo Bintang

Kala malam yang cerah datang, coba Anda keluar rumah ke halaman terbuka,dan perhatikan kerlap-kerlip bintang nun jauh di langit gelap sana. Apakah bintang-bintang itu sama terangnya. Tidak bukan? Bintang yang satu tampak lebih terang daripada yang lain.
Description: D:\T. KOSMOGRAFI\Magnitudo Bintang _ langitselatan_files\Star-Magnitude.gif
Perbandingan magnitodu bintang.
Mungkin di antaranya ada juga yang sama terangnya atau malah sama redupnya. Nah, bagi astronom yang notabene saintis membutuhkan bilangan eksak untuk mengukur seberapa terang suatu bintang; tidak cukup dengan kata lebih terang atau kurang terang.Dalam kehidupan sehari-hari, kalau kita mengukur benda, misalnya saja mengukur panjang balok, semakin panjang balok, semakin besar angka yang ditunjukkan alat ukur kita.Tidak demikian halnya dalam astronomi, khususnya menyangkut masalah kecerlangan bintang.
Sejarah dimulai ketika Hipparchus, astronom Yunani, pada tahun 120-an SM berhasil menyusun katalog-bintang pertama.Katalog tersebut memuat 1080 bintang yang diamatinya (tanpa teleskop!).Bintang paling terang disebut bermagnitudo 1; yang terang kedua disebut bermagnitudo 2; dan seterusnya, yang paling redup dikatakan bermagnitudo 6.Penamaan ini diadopsi oleh Cladius Ptolemy dalam menyusun katalog yang dinamainya Almagest.
Sejak ditemukannya teleskop, rentang magnitudo yang terbatas hanya 1-6 menjadi lebih lebar.Galileo menemukan bintang-bintang yang lebih redup dari bintang magnitudo 6-nya Ptolemy.Seiring dengan perkembangan teleskop, semakin lebarlah rentang tersebut. Bintang-bintang yang semula redup sekali atau bahkan tidak tampak dengan mata biasa, dengan piranti optik ini bintang-bintang tersebut bisa nampang di depan mata.
Pada tahssun 1850-an diyakini kepekaan indera manusia dalam menangkap rangsangan bersifat logaritmik. Bintang yang bermagnitudo 1 ternyata 100 kali lebih terang daripada bintang bermagnitudo 6.Berdasarkan hal ini, Norman R. Pogson, seorang astronom Oxford, menelurkan skala magnitudo.Selisih satu magnitudo berarti perbedaan kecerlangannya sebesar akar-pangkat-dua dari 100, atau sekitar 2,512.Bilangan ini dikenal dengan rasio Pogson.
Oke, sekarang tampaknya magnitudo bintang sudah terskala dengan pasti.Datang lagi masalah baru.Beberapa bintang magnitudo 1 tampak jauh lebih terang daripada bintang bermagnitudo satu lainnya.Jadi, sebenarnya manakah bintang yang bermagnitudo satu, atau dengan kata lain, kalau menurut definisi Hipparchus adalah bintang yang paling terang? Tidak ada pilihan cara lain selain melebarkan rentang skala magnitudo sampai bilangan 0 (nol), kemudian bilangan negatif. Bintang bermagnitudo 0 (nol), seperti Vega misalnya, berarti 2,5 kali lebih terang daripada bintang beramgnitudo 1; bintang bermagnitudo -1 lebih terang 2,5 kali daripada bintang bermagnitudo 0, dst.
Magnitudo yang dibahas di atas adalah magnitudo semu (ditulis m), cerlangnya bintang kalau diamati dari Bumi.Bintang-bintang yang terang itu bisa jadi karena memang dekat jaraknya dengan kita atau sebenarnya lumayan jauh tapi jauh lebih terang.(Perhatikan ada unsur â€Å“jarak” di sini). Sebagai bandingan, bayangkan, Matahari pastilah tidak akan secerlang siang ini kalau dilihat dari planet Jupiter.
Maka, didefinisikanlah “magnitudo mutlak”. Magnitudo mutlak (M) bintang menunjukkan seberapa terang bintang bila diletakkan sejauh 10 pc dari pengamat (1 pc = 3,26 tahun cahaya. Tahun cahaya bukan satuan waktu melainkan satuan jarak.1 tahun cahaya artinya jarak yang ditempuh cahaya selama 1 tahun). Pada jarak tersebut Matahari (Matahari juga termasuk bintang, lho!) yang bermagnitudo (semu) sebesar -26,7, menjadi bermagnitudo 4,8. Cerlangnya berkurang sekitar 4 trilyun kali. Mengetahui ini, rasanya betapa beraneka ragamnya benda langit yang tampak menempel di kubah langit dan yang kita sebut dengan satu nama: bintang.

 

Magnitudo semu

Magnitudo tampak (m) dari suatu bintang, planet atau benda langit lainnya adalah pengukuran dari kecerahan atau kecerlangan yang tampak; yaitu banyaknya cahaya yang diterima dari objek itu.
Istilah magnitudo sebagai skala kecerahan bintang muncul lebih dari 2000 tahun yang lampau. Hipparchus, seorang astronomYunani, membagi bintang-bintang yang dapat dilihat dengan mata telanjang ke dalam 6 kelas kecerlangan. Ia membuat sebuah katalog yang berisi daftar lebih dari 1000 bintang dan mengurutkan berdasarkan “magnitudo”-nya dari satu hingga enam, dari yang paling cerlang hingga yang paling redup. Pada tahun 180-an, Claudius Ptolemaeus memperluas pekerjaan Hipparchus, dan sejak saat itu sistem magnitudo menjadi bagian dari tradisi astronomi. Pada 1856, Norman Robert Pogson meng-konfirmasi penemuan terdahulu John Herschel bahwa bintang bermagnitudo 1 menghasilkan kira-kira 100 kali flukscahaya daripada bintang bermagnitudo 6. Sistem magnitudo dibuat dengan mendasarkan diri pada mata manusia yang memiliki respon tidak linear terhadap cahaya. Mata dirancang untuk menahan perbedaan dalam kecerlangan. Ini adalah keistimewaan mata yang membuatnya dapat berpindah dari ruang gelap ke tempat yang terang tanpa mengalami kerusakan. Kamera elektronik, yang memiliki respon linear, tidak dapat melakukan hal itu tanpa langkah-langkah pencegahan terlebih dahulu. Ciri-ciri yang sama juga yang membuat mata merupakan pemilah yang buruk bagi perbedaan kecil kecerlangan sementara sebaliknya kamera elektronik (CCD) adalah pemilah yang baik. Pogson memutuskan untuk mendefinisikan kembali skala magnitudo sehingga perbedaan lima magnitudo merupakan faktor yang tepat 100 dalam fluks cahaya. Jadi rasio fluks cahaya untuk perbedaan satu magnitudo adalah 1001/5 atau 102/5 atau 2,512. Rasio fluks untuk perbedaan 2 magnitudo adalah (102/5)2, perbedaan 3 magnitudo adalah (102/5)3 dan seterusnya. Definisi ini sering disebut sebagai skala Pogson.
Karena banyaknya cahaya yang diterima bergantung pada ketebalan dari atmosfer pada garis pengamatan ke objek, maka magnitudo nampak adalah nilai yang sudah dinormalkan pada nilai yang akan dimiliki di luar atmosfer. Semakin redup suatu objek, semakin tinggi magnitudo tampaknya. Perlu diingat bahwa kecerahan yang tampak tidaklah sama dengan kecerahan sebenarnya — suatu objek yang sangat cerah dapat terlihat cukup redup jika objek ini cukup jauh.
Magnitudo absolut, M, dari suatu benda, adalah magnitudo tampak yang dimiliki apabila benda itu berada 10 parsec jauhnya.
Skala magnitudo tampak
Magnitudo tampak
Benda langit
−26.8
−12.6
Bulan purnama
−4.4
Kecerahan maksimum Venus
−2.8
Kecerahan maksimum Mars
−1.5
Bintang tercerah: Sirius
−0.7
Bintang tercerah kedua: Canopus
0
Titik nol berdasarkan definisi: Vega
+3.0
Bintang teredup yang terlihat di daerah perkotaan
+6.0
Bintang teredup yang terlihat dengan mata telanjang
+12.6
Kuasar tercerah
+30
Objek teredup yang dapat diamati oleh Teleskop Hubble

 

Sistem Magnitudo

Ketika kita melihat langit malam, akan kita dapati bermacam benda langit yang terangnya berbeda-beda. Bagaimana caranya agar kita dapat mengetahui perbandingan terang antara objek yang satu dengan yang lain? Di astronomi, kecerlangan benda langit dinyatakan dengan skala magnitudo.Dengan sistem ini juga, kita dapat menghitung perbandingan kecerlangan dua benda langit yang berbeda.Lalu bagaimana sistem magnitudo ini bekerja?
Jaman dahulu ketika belum ada listrik dan lampu, penduduk/perumahan belum banyak, lingkungan sekitar tidaklah seterang sekarang.Malam hari menjadi sangat gelap sehingga langit malam tampak lebih indah karena tidak ada polusi cahaya.Ketika cuaca cerah, orang dapat menikmati hiburan yang menakjubkan di layar lebar langit malam.Ribuan bintang, nebula dan gugus bintang yang terlihat sebagai awan kabut kecil, dan pita putih Bima Sakti, menghiasi angkasa.Sejarah ditemukannya sistem magnitudo untuk menentukan kecerlangan bintang dimulai dari kondisi seperti itu.Banyak yang bisa dilakukan dengan langit pada saat itu.
Sekitar tahun 150 SM, seorang astronom Yunani bernama Hipparchus membuat sistem klasifikasi kecerlangan bintang yang pertama. Saat itu, ia mengelompokkan kecerlangan bintang menjadi enam kategori dalam bentuk yang kurang lebih seperti ini: paling terang, terang, tidak begitu terang, tidak begitu redup, redup dan paling redup. Hal tersebut dilakukannya dengan membuat katalog bintang yang pertama.Sistem tersebut kemudian berkembang dengan penambahan angka sebagai penentu kecerlangan.Yang paling terang memiliki nilai 1, berikutnya 2, 3, hingga yang paling redup bernilai 6.Klasifikasi inilah yang kemudian dikenal sebagai sistem magnitudo.Skala dalam sistem magnitudo ini terbalik sejak pertama kali dibuat.Semakin terang sebuah bintang, magnitudonya semakin kecil.Dan sebaliknya semakin redup bintang, magnitudonya semakin besar.
Sistem tersebut kemudian semakin berkembang setelah Galileo dengan teleskopnya menemukan bahwa ternyata terdapat lebih banyak bintang lagi yang lebih redup daripada yang bermagnitudo 6.Skalanya pun berubah hingga muncul magnitudo 7, 8 dan seterusnya.Namun penilaian kecerlangan bintang ini belumlah dilakukan secara kuantitatif.Semuanya hanya berdasarkan penilaian visual dengan mata telanjang saja.
Pada tahun 1856 berkembanglah perhitungan matematis untuk sistem magnitudo. Norman Robert Pogson, seorang astronom Inggris, memberikan rumusan berbentuk logaritmis yang masih digunakan hingga sekarang dengan aturan seperti berikut. Secara umum, perbedaan sebesar 5 magnitudo menunjukkan perbandingan kecerlangan sebesar 100 kali. Jadi, bintang dengan magnitudo 1 lebih terang 100 kali daripada bintang dengan magnitudo 6, dan lebih terang 10000 kali daripada bintang bermagnitudo 11, begitu seterusnya. Dengan rumusan Pogson ini, perhitungan magnitudo bintang pun menjadi lebih teliti dan lebih dapat dipercaya.
Magnitudo semu beberapa objek (Sumber: physics.uoregon.edu)
Seiring dengan semakin majunya teknologi teleskop, magnitudo untuk bintang paling redup yang dapat kita amati semakin besar. Contohnya, Hubble Space Telescope memiliki kemampuan untuk mengamati objek dengan magnitudo 31! Tetapi walaupun bukan lagi nilai terbesar, magnitudo 6 tetap menjadi nilai penting hingga kini karena inilah batas magnitudo bintang yang paling redup yang dapat diamati dengan mata telanjang.Tentunya dengan syarat langit, lingkungan, dan mata yang masih bagus.
Sama seperti perkembangan yang terjadi pada magnitudo besar, magnitudo kecil juga mengalami ekspansi seiring dengan semakin majunya teknologi detektor.Dalam kelompok magnitudo 1 kemudian diketahui terdapat beberapa bintang tampak lebih terang dari yang lainnya sehingga muncullah magnitudo 0.Bahkan magnitudo negatif juga diperlukan untuk objek langit yang lebih terang lagi. Kini diketahui bahwa bintang paling terang di langit malam adalah Sirius, dengan magnitudo -1,47. Magnitudo Venus dapat mencapai -4,89, Bulan purnama -12,92, dan magnitudo Matahari mencapai -26,74!
Magnitudo yang kita bicarakan di atas disebut juga dengan magnitudo semu, karena menunjukkan kecerlangan bintang yang dilihat dari Bumi, tidak peduli seberapa jauh jaraknya.Jadi, sebuah bintang bisa terlihat terang karena jaraknya dekat atau jaraknya jauh tapi berukuran besar.Sebaliknya, sebuah bintang bisa terlihat redup karena jaraknya jauh atau jaraknya dekat tapi berukuran kecil.Sistem ini membuat kecerlangan bintang yang kita lihat bukan kecerlangan bintang yang sesungguhnya.Untuk mengoreksinya, faktor jarak itu harus dihilangkan.Maka muncullah sistem magnitudo mutlak.
Magnitudo mutlak adalah magnitudo bintang jika bintang tersebut berada pada jarak 10 parsek.Nilainya dapat ditentukan apabila magnitudo semu dan jarak bintang diketahui. Dengan “menempatkan” bintang-bintang pada jarak yang sama, kita bisa tahu bintang mana yang benar-benar terang. Sebagai perbandingan, Matahari, yang memiliki magnitudo semu -26,74, hanya memiliki magnitudo mutlak 4,75. Jauh lebih redup daripada Betelgeuse yang memiliki magnitudo semu 0,58 tetapi memiliki magnitudo mutlak -6,05 (135.000 kali lebih terang dari Matahari).

 

Rasi bintang

Description: D:\T. KOSMOGRAFI\Rasi_bintang_files\250px-Orion.gif
Rasi bintang Orion
Description: D:\T. KOSMOGRAFI\Rasi_bintang_files\250px-Orion_constellation_map.png
Orion adalah salah satu rasi bintang yang cukup terkenal. Batas wilayah Rasi bintang Orion digambarkan dalam garis kuning putus-putus.
Suatu rasi bintang atau konstelasi adalah sekelompok bintang yang tampak berhubungan membentuk suatu konfigurasi khusus. Dalam ruang tiga dimensi, kebanyakan bintang yang kita amati tidak memiliki hubungan satu dengan lainnya, tetapi dapat terlihat seperti berkelompok pada bolalangitmalam. Manusia memiliki kemampuan yang sangat tinggi dalam mengenali pola dan sepanjang sejarah telah mengelompokkan bintang-bintang yang tampak berdekatan menjadi rasi-rasi bintang. Susunan rasi bintang yang tidak resmi, yaitu yang dikenal luas oleh masyarakat tapi tidak diakui oleh para ahli astronomi atau Himpunan Astronomi Internasional, juga disebut asterisma. Bintang-bintang pada rasi bintang atau asterisma jarang yang mempunyai hubungan astrofisika; mereka hanya kebetulan saja tampak berdekatan di langit yang tampak dari Bumi dan biasanya terpisah sangat jauh.
Pengelompokan bintang-bintang menjadi rasi bintang sebenarnya cukup acak, dan kebudayaan yang berbeda akan memiliki rasi bintang yang berbeda pula, sekalipun beberapa yang sangat mudah dikenali biasanya seringkali ditemukan, misalnya Orion atau Scorpius.
Himpunan Astronomi Internasional telah membagi langit menjadi 88 rasi bintang resmi dengan batas-batas yang jelas, sehingga setiap arah hanya dimiliki oleh satu rasi bintang saja. Pada belahan bumi (hemisfer) utara, kebanyakan rasi bintangnya didasarkan pada tradisi Yunani, yang diwariskan melalui Abad Pertengahan, dan mengandung simbol-simbol Zodiak.
Beragam pola-pola lainnya yang tidak resmi telah ada bersama-sama dengan rasi bintang dan disebut asterisma, seperti Bajak (juga dikenal di Amerika Serikat sebagai Big Dipper) dan Little Dipper

Dalam astronomi, bintang dikelompokkan berdasarkan spektrumnya.Pengelompokan berdasarkan spektrum ini dilakukan karena spektrum bintang memberikan informasi yang sangat banyak, mulai dari temperatur sampai unsur-unsur yang terdapat dalam bintang.
Spektrum adalah hasil dari pembiasan gelombang elektromagnetik (contohnya cahaya).Pada dasarnya cahaya yang kita temukan sehari-hari – yang berwarna putih/bening – adalah gabungan dari berbagai warna. Warna-warna ini yang menunjukkan tingkat energi: merah menghasilkan energi yang paling rendah dan ungu menghasilkan energi paling tinggi.
Description: spektrum
Berdasarkan rumus
E = hf = hc/A
E = energi, h = konstanta Planck, f = frekuensi, c = kecepatan cahaya dan A = panjang gelombang,
maka gelombang berenergi besar memiliki frekuensi yang besar, dan sebaliknya panjang gelombangnya kecil. Informasi semacam ini yang diturunkan dengan berbagai pendekatan fisika, sehingga dalam penerapannya di Astronomi, spektrum bintang itu sangat penting.Pengelompokan bintang dengan kelas spektral seperti klasifikasi Morgan – Keenan. Lihat gambar:
Description: Morgan - Keenan
Bintang kelas O adalah bintang yang panas, berwarna biru.Bintang kelas M merupakan bintang yang dingin.Matahari termasuk kedalam bintang dengan kelas G, warnanya kuning.Perlu dicatat, klasifikasi seperti ini tidak ada hubungannya dengan ukuran bintang.Jadi bintang kelas O belum tentu ukurannya sangat besar.
Dengan melakukan observasi spektroskopi – yaitu pengamatan bintang khusus pada spektrumnya – didapatkan panjang gelombang cahaya yang dipancarkan bintang.Dengan rumus yang tadi, bisa diketahui berapa energinya.Dengan menerapkan hukum Termodinamika bisa diketahui kaitan antara energi dengan temperatur.
Klasifikasi MK ini diterapkan dalam diagram yang disebut Diagram Hertzprung – Russel. Diagram ini dikembangkan oleh Astronom bernama Ejnar Hertzsprung dan Henry Norris Russell sekitar tahun 1910, dan bermanfaat dalam mempelajari evolusi bintang, yakni proses lahir, berkembang dan matinya bintang.
Description: diagram HR
Untuk mendapatkan diagram HR ini, biasanya dilakukan 2 jenis observasi, yaitu Spektroskopi dan Fotometri. Spektroskopi seperti yang sudah dijelaskan tadi, sedang Fotometri adalah pengamatan dengan berpatokan pada magnitudo (kecerlangan) bintang.Dari pengamatan spektroskopi didapatkan kelas spektrum, dan dari pengamatan fotometri didapatkan kelas luminositas.Lalu, dengan mencocokkan posisi bintang dalam diagram terhadap kelas spektrum dan kelas luminositasnya tersebut, dikaji lebih lanjut tentang radius dan umur bintang.

Zodiak Bintang
Astrologi dipercaya sudah ada sejak tahun 2000 SM dan diciptakan oleh suku Babel(Babil/Babilonia) di daratan Mesopotamia, daratan antara sungai Tigris dan Efrad (sekarang IrakTenggara) yang memang dikenal sebagai bangsa penyembah benda-benda langit yangdiceritakan dalam Kitab Perjanjian Lama. Mereka menganggap matahari, bulan dan berbagaiobjek benda di langit sebagai dewa-dewi mereka dan percaya bahwa mereka dapat memprediksi masa depan dari pergerakan benda-benda langit tersebut. Bangsa Babilonia Kuno inilah yang juga dipercaya telah berhasil menemukan angka 666 yang kemudian dipercaya sebagai angka setan oleh para penganut Kristen.
Bangsa Babel mulai menyebar ketika Bangsa Persia dan Media mengalahkan mereka pada tahun 539 SM dan menghentikan segala praktek kegiatan lama Bangsa Babel untuk kemudian diganti dengan praktek mereka sendiri. Bangsa Babel yang hijrah ke daratan Eropa Selatan (Roma dan Yunani) mulai melanjutkan praktik mereka tentang ilmu perbintangan dan menurunkannya ke anak-anak cucu mereka.Pada sekitar akhir abad 2 SM setelah peristiwa Alexandria, ilmu astrologi bangsa Babel ini bercampur dengan tradisi dari Mesir sehingga menyebabkan terciptanya Astrologi Horoskop yang kemudian menyebar dengan cepat ke Eropa,
Timur Tengah dan India hingga kemudian kita kenal sampai sekarang ini.
Seiring dengan munculnya berbagai agama seperti Kristen, Muslim, Yahudi dan lain-lain, ilmu astrologi turunan bangsa Babilonia kuno ini ditakuti akan mencampur ke agama-agama tersebut karena ilmu ini tidak didasarkan pada teori ilmu pengetahuan. Selain itu ditakutkan ilmu ini akan membawa pengaruh musrik yang menyebabkan orang tidak lagi percaya pada Tuhan dan berpaling dari ajaran berbagai agama tersebut. Oleh karena itu Astrologi sempat ditentang dan prakteknya dilakukan dengan sembunyi-sembunyi hingga akhirnya dapat diterima khalayak ramai pada jaman modern.
Ilmu astrologilah yang pertama kali mengemukakan pergerakan sistematis Matahari, Bulan, Planet dan Bintang, dan dari sinilah berbagai ilmu seperti Astronomi, Matematika, Kesehatan dan ilmu psikologi berasal.Astrologi memang berbeda dengan astronomi namun astronomi berakar dari sebuah ilmu luar biasa temuan bangsa Babilonia kuno ini yang kemudian di kuatkan oleh Galileo. Jika Astrologi hanya berdasarkan perkiraan dan membaca pergerakan benda langit untuk melihat masa depan, Astronomi merupakan ilmu tentang pengamatan kejadian yang terjadi di luar bumi dan atmosfernya. Teori Astrologi yang menempatkan bumi sebagai pusat dari alam semesta kemudian disanggah oleh Coppernicus yang memberikan bukti bahwa bumilah yang sesungguhnya mengelilingi matahari dan mataharilah yang menjadi pusat alam semesta.
Inilah tonggak berdirinya ilmu astronomi yang kemudian disambut oleh masyarakat sedunia. Ilmu astrologi memberikan sumbangsih yang besar kepada perkembangan ilmu dunia dan menginspirasi beberapa ilmuwan seperti Pythagoras, Plato, Aristotle, Galen, Paracelsus, Girolamo Cardan, Nicholas Copernicus, Galileo Galilei, Tycho Brahe, Johannes Kepler, Carl Jung dan lain sebagainya.Dari sinilah pula ilmuwan-ilmuwan dunia berhasil menemukan rahasia alam semesta dari skema bumi yang mengorbit matahari, teori heliosentris, dinamika langit dan hukum gravitasi, hingga berbagai temuan fisika dan ilmu pengetahuan yang kita pelajari hingga sekarang. Astrologi dan pembacaan horoskop tidaklah selalu merugikan dan dituding sebagai barang haram, namun di balik itu semua ilmu astrologi menyimpan rahasia-rahasia dunia yang menanti untuk dikuak oleh para manusia.
penulis akan mengutip lagi definisi astrologi dan astronomi: 1. Astrologi: ilmu yang menerjemahkan tentang kenyataan dan keberadaan manusiawi, berdasarkan posisi dan gerak-gerik relatif berbagai benda langit, terutama Matahari, Bulan, planet seperti dilihat pada waktu dan tempat lahir atau lain peristiwa dipelajari. Atau secara singkatnya astrologi adalah ilmu yang mengasumsikan bahwa takdir manusia dapat dikaitkan dengan letak benda-benda astronomis di langit. 2. Astronomi: ilmu yang melibatkan pengamatan dan penjelasan kejadian yang terjadi di luar Bumi dan atmosfernya. Ilmu ini mempelajari asal-usul, evolusi, sifat fisik dan kimiawi benda-benda yang bisa dilihat di langit (dan di luar Bumi), juga proses yang melibatkan mereka.
Setelah kita pahami perbedaan astronomi dan astrologi mari kita telaah definisi zodiak. Secara etimologi zodiak (zodiac) berasal dari kata latin zodiacus yang berarti (lingkaran) hewan. Hal inilah yang melatarbelakangi pemakaian nama-nama binatang untuk menamai zodiak. Definisi zodiak secara ilmiah adalah: Zodiak menyatakan suatu siklus tahunan dari 12 wilayah sepanjang lingkaran ekliptik (yaitu suatu pola lintasan perubahan posisi matahari di angkasa) yang terbentuk karena lingkaran ekliptik ini dibagi oleh gugus-gugus bintang menjadi 12 area dengan ukuran busur yang sama.
Dari definisi di atas zodiak hanyalah 12 area di sepanjang lingkaran ekliptika yang berkaitan dengan posisi matahari di angkasa pada waktu-waktu tertentu.Tetapi kenapa pada akhirnya zodiak selalu dikaitkan dengan ramalan nasib yang pada akhirnya mengaburkan definisi zodiak sesungguhnya?Itulah nasib buruk zodiak?Fungsi utama zodiak adalah semacam peta kedudukan atau posisi matahari di angkasa, tetapi sayangnya karena berbagai alasan ternyata zodiak dimanfaatkan (disalahgunakan?) secara paksa MUNGKIN keluar dari ranah ilmiah untuk meramal nasib seseorang (seperti buku sebagai kipas).Tetapi alangkah mengenaskan nasib zodiak karena dia tidak seperti buku tulis yang masih dikenali fungsi utamanya. Fungsi utama zodiak ternyata telah terkaburkan dan terpinggirkan oleh fungsi lainnya (walau mungkin fungsi lain tsb benar2 muncul karena ada pemaksaan).Mengacu pada pembahasan yang diatas maka saya menyimpulkan definisi zodiak maka sesungguhnya zodiak berada dalam ranah astronomi, zodiak adalah suatu hal yang ilmiah karena membahas posisi matahari sepanjang tahun.Mengenai kesan sekarang bahwa zodiak berkaitan dengan astrologi menurut saya merupakan suatu “kecelakaan” sejarah. Karena sesungguhnya hubungan antara tanggal lahir dan zodiak adalah suatu hal yang ilmiah, sama halnya dengan hubungan antara bulan tertentu dengan musim, misalnya kenapa kalau bulan Desember adalah musim dingin dan bulan Juni musim panas (di belahan bumi utara).
Berikut ini adalah nama zodiac menurut astrologi perbintangan kuno
1. aquarius (guci air) = 21 Januari sampai dengan 19 Pebruari
2. Pisces (ikan) = 20 Februari sampai dengan 20 Maret
3. Aries (domba) = 21 Maret sampai dengan 20 April
4. Taurus (banteng) = 21 April sampai dengan 22 Mei
5. Gemini (kembar) = 23 Mei sampai dengan 21 Juni
6. Cancer (kepiting) = 22 Juni sampai dengan 22 Juli
7. Leo (singa) = 23 Juli sampai dengan 22 Agustus
8. Virgo (bidadari) = 23 Agustus sampai dengan 23 September
9. Libra (timbangan/neraca) = 24 September sampai dengan 22 Oktober
10. Scorpio (kalajengking) = 23 Oktober sampai dengan 21 November
11. Sagitarius (busur panah) = 22 November sampai dengan 22 Desember
12. Caprocorn (kambing) = 23 Desember sampai dengan 20 Januari

Akhir sebuah bintang
Ketika kandungan hidrogen di teras bintang habis, teras bintang mengecil dan membebaskan banyak panas dan memanaskan lapisan luar bintang. Lapisan luar bintang yang masih banyak hidrogen mengembang dan bertukar warna merah dan disebut bintang raksaksa merah yang dapat mencapai 100 kali ukuran Matahari sebelum membentuk bintang kerdil putih. Sekiranya bintang tersebut berukuran lebih besar dari matahari, bintang tersebut akan membentuk superraksaksa merah. Superraksaksa merah ini kemudiannya membentuk Nova atau Supernova dan kemudiannya membentuk bintang neutron atau Lubang hitam.

Supernova
Description: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/3/3f/Supernova_1987A.jpg/300px-Supernova_1987A.jpg
Supernova 1987A yang terjadi di Awan Magellan Besar. Tanda panah di bagian kanan menunjukkan bintang sebelum meledak
Supernova adalah ledakan dari suatu bintang di galaksi yang memancarkan energi lebih banyak dari nova. Peristiwa supernova ini menandai berakhirnya riwayat suatu bintang. Bintang yang mengalami supernova akan tampak sangat cemerlang dan bahkan kecemerlangannya bisa mencapai ratusan juta kali cahaya bintang tersebut semula, beberapa minggu atau bulan sebelum suatu bintang mengalami supernova bintang tersebut akan melepaskan energi setara dengan energi matahari yang dilepaskan matahari seumur hidupnya, ledakan ini meruntuhkan sebagian besar material bintang pada kecepatan 30.000 km/s (10% kecepatan cahaya)dan melepaskan gelombang kejut yang mampu memusnahkan medium antarbintang.
Ada beberapa jenis Supernova. Tipe I dan II bisa dipicu dengan satu dari dua cara, baik menghentikan atau mengaktifkan produksi energi melalui fusi nuklir. Setelah inti bintang yang sudah tua berhenti menghasilkan energi, maka bintang tersebut akan mengalami keruntuhan gravitasi secara tiba-tiba menjadi lubang hitam atau bintang neutron, dan melepaskan energi potensial gravitasi yang memanaskan dan menghancurkan lapisan terluar bintang. Rata-rata supernova terjadi setiap 50 tahun sekali di galaksi seukuran galaksi Bima Sakti. Supernova memiliki peran dalam memperkaya medium antarbintang dengan elemen-elemen massa yang lebih besar. Selanjutnya gelombang kejut dari ledakan supernova mampu membentuk formasi bintang baru
Jenis-Jenis Supernova
Description: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/d/d4/Keplers_supernova.jpg/300px-Keplers_supernova.jpg
Supernova Keples
Berdasarkan pada garis spektrum pada supernova, maka didapatkan beberapa jenis supernova :
  • Supernova Tipe Ia
Pada supernova ini, tidak ditemukan adanya garis spektrum Hidrogen saat pengamatan.
  • Supernova Tipe Ib/c
Pada supernova ini, tidak ditemukan adanya garis spektrum Hidrogen ataupun Helium saat pengamatan.
  • Supernova Tipe II
Pada supernova ini, ditemukan adanya garis spektrum Hidrogen saat pengamatan.
  • Hipernova
Supernova tipe ini melepaskan energi yang amat besar saat meledak. Energi ini jauh lebih besar dibandingkan energi saat supernova tipe yang lain terjadi.
Berdasarkan pada sumber energi supernova, maka didapatkan jenis supernova sebagai berikut.
  • Supernova Termonuklir (Thermonuclear Supernovae)
    • Berasal dari bintang yang memiliki massa yang kecil
    • Berasal dari bintang yang telah berevolusi lanjut
    • Bintang yang meledak merupakan anggota dari sistem bintang ganda.
    • Ledakan menghancurkan bintang tanpa sisa
    • Energi ledakan berasal dari pembakaran Karbon (C) dan Oksigen (O)
  • Supernova Runtuh-inti (Core-collapse Supernovae)
    • Berasal dari bintang yang memiliki massa besar
    • Berasal dari bintang yang memiliki selubung bintang yang besar dan masih membakar Hidrogen di dalamnya.
    • Bintang yang meledak merupakan bintang tunggal (seperti Supernova Tipe II), dan bintang ganda (seperti supernova Tipe Ib/c)
    • Ledakan bintang menghasilkan objek mampat berupa bintang neutron ataupun lubang hitam (black hole).
    • Energi ledakan berasal dari tekanan

Tahapan terjadinya Supernova
Suatu bintang yang telah habis masa hidupnya, biasanya akan melakukan supernova. Urutan kejadian terjadinya supernova adalah sebagai berikut.
  • Pembengkakan
Bintang membengkak karena mengirimkan inti Helium di dalamnya ke permukaan. Sehingga bintang akan menjadi sebuah bintang raksasa yang amat besar, dan berwarna merah. Di bagian dalamnya, inti bintang akan semakin meyusut. Dikarenakan penyusutan ini, maka bintang semakin panas dan padat.
  • Inti Besi
Saat semua bagian inti bintang telah hilang, dan yang tertinggal di dalam hanyalah unsur besi, maka kurang dari satu detik kemudian suatu bintang memasuki tahap akhir dari kehancurannya. Ini dikarenakan struktur nuklir besi tidak memungkinkan atom-atom dalam bintang untuk melakukan reaksi fusi untuk menjadi elemen yang lebih berat.
  • Peledakan
Pada tahap ini, suhu pada inti bintang semakin bertambah hingga mencapai 100 miliar derajat celcius. Kemudian energi dari inti ini ditransfer menyelimuti bintang yang kemudian meledak dan menyebarkan gelombang kejut. Saat gelombang ini menerpa material pada lapisan luar bintang, maka material tersebut menjadi panas. Pada suhu tertentu, material ini berfusi dan menjadi elemen-elemen baru dan isotop-isotop radioaktif.
  • Pelontaran
Gelombang kejut akan melontarkan material-material bintang ke ruang angkasa

Dampak dari Supernova
Supernova memiliki dampak bagi kehidupan di luar bintang tersebut, di antaranya:
  • Menghasilkan Logam
Pada inti bintang, terjadi reaksi fusi nuklir. Pada reaksi ini dilahirkan unsur-unsur yang lebih berat dari Hidrogen dan Helium. Saat supernova terjadi, unsur-unsur ini dilontarkan keluar bintang dan memperkaya awan antar bintang di sekitarnya dengan unsur-unsur berat.
  • Menciptakan Kehidupan di Alam Semesta
Supernova melontarkan unsur-unsur tertentu ke ruang angkasa. Unsur-unsur ini kemudian berpindah ke bagian-bagian lain yang jauh dari bintang yang meledak tersebut. Diasumsikan bahwa unsur atau materi tersebut kemudian bergabung membentuk suatu bintang baru atau bahkan planet di alam semesta

Peristiwa Supernova yang teramati
Description: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/6/64/Supernova_1994D.jpg/300px-Supernova_1994D.jpg
Supernova 1994D
Ada satu bintang yang melakukan supernova di ruang angkasa tiap satu detik kehidupan di bumi. Hanya saja, untuk menemukan bintang yang akan melakukan supernova tersebut amatlah sulit. Banyak faktor yang memengaruhi dalam pengamatan supernova. Walaupun begitu, ada beberapa peristiwa supernova yang telah teramati oleh manusia, di antaranya:
  • Supernova 1994D
Dahulu kala, sebuah bintang meledak di tempat yang amat jauh dari bumi. Ledakan itu tampak seperti sebuah titik terang. Ini terjadi di bagian luar dari galaksi NGC 4526, dan dinamakan Supernova 1994D. Sinar yang dipancarkannya selama beberapa minggu setelah ledakan tersebut menunjukkan bahwa supernova tersebut merupakan Supernova Tipe Ia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar