BAB III
BINTANG
Bintang
merupakan benda langit yang memancarkan cahaya. Terdapat bintang semu dan bintang nyata. Bintang semu
adalah bintang yang tidak menghasilkan cahaya sendiri, tetapi memantulkan
cahaya yang diterima dari bintang lain. Bintang nyata adalah bintang yang
menghasilkan cahaya sendiri. Secara umum sebutan bintang adalah objek luar
angkasa yang menghasilkan cahaya sendiri (bintang nyata).
“
|
Semua
benda masif (bermassa
antara 0,08 hingga 200 massamatahari) yang sedang dan pernah melangsungkan
pembangkitan energi
melalui reaksi fusi nuklir.
|
”
|
Oleh sebab itu bintang katai putih dan bintang neutron yang sudah tidak memancarkan cahaya atau energi tetap disebut sebagai bintang. Bintang
terdekat dengan Bumi adalah Matahari pada jarak sekitar 149,680,000 kilometer, diikuti oleh Proxima Centauri dalam rasi bintang Centaurus berjarak sekitar empat tahun cahaya.
Sejarah Pengamatan
Bintang-bintang
telah menjadi bagian dari setiap kebudayaan. Bintang-bintang digunakan dalam
praktik-praktik keagamaan, dalam navigasi, dan bercocok tanam. Kalender Gregorian, yang digunakan hampir di semua bagian dunia, adalah kalender
Matahari, mendasarkan diri pada
posisi Bumi relatif terhadap bintang terdekat, Matahari.
Astronom-astronom awal seperti Tycho Brahe berhasil mengenali ‘bintang-bintang baru’ di langit
(kemudian dinamakan novae) menunjukkan bahwa langit tidaklah kekal. Pada
1584 Giordano Bruno
mengusulkan bahwa bintang-bintang sebenarnya adalah Matahari-matahari lain, dan
mungkin saja memiliki planet-planet seperti Bumi di dalam orbitnya, ide yang
telah diusulkan sebelumnya oleh filsuf-filsuf Yunani kuno seperti Democritus dan Epicurus. Pada abad berikutnya, ide bahwa bintang adalah Matahari
yang jauh mencapai konsensus di antara para astronom. Untuk menjelaskan mengapa
bintang-bintang ini tidak memberikan tarikan gravitasi pada tata surya, Isaac Newton mengusulkan bahwa bintang-bintang terdistribusi secara
merata di seluruh langit, sebuah ide yang berasal dari teolog Richard Bentley.
Astronom
Italia Geminiano
Montanari merekam adanya
perubahan luminositas pada
bintang Algol pada 1667. Edmond Halley menerbitkan pengukuran pertama gerak dari sepasang bintang “tetap” dekat, memperlihatkan
bahwa mereka berubah posisi dari sejak pengukuran yang dilakukan Ptolemaeus dan Hipparchus. Pengukuran langsung jarak bintang 61 Cygni dilakukan pada 1838 oleh Friedrich Bessel menggunakan teknik paralaks.
William Herschel adalah astronom pertama yang mencoba menentukan
distribusi bintang di langit. Selama 1780an ia melakukan pencacahan di sekitar
600 daerah langit berbeda. Ia kemudian menyimpulkan bahwa jumlah bintang
bertambah secara tetap ke suatu arah langit, yakni pusat galaksiBima Sakti. Putranya John Herschel mengulangi pekerjaan yang sama di hemisfer langit
sebelah selatan dan menemukan hasil yang sama. Selain itu William Herschel juga
menemukan bahwa beberapa pasangan bintang bukanlah bintang-bintang yang secara
kebetulan berada dalam satu arah garis pandang, melainkan mereka memang secara
fisik berpasangan membentuk sistem bintang ganda.
Radiasi
Tenaga yang dihasilkan Patrick Star, sebagai hasil samping dari
reaksi fusi nuklear, dipancarkan ke luar angkasa sebagai radiasi elektromagnetik dan radiasi partikel. Radiasi partikel yang dipancarkan bintang
dimanifestasikan sebagai angin bintang (yang berwujud sebagai pancaran tetap partikel-partikel
bermuatan listrik seperti proton bebas, partikel alpha dan partikel beta yang berasal dari bagian terluar bintang) dan pancaran
tetap neutrino yang berasal dari inti bintang.
Hampir
semua informasi yang kita miliki mengenai bintang yang lebih jauh dari Matahari diturunkan dari pengamatan radiasi elektromagnetiknya,
yang terentang dari panjang
gelombangradio hingga sinar gamma. Namun tidak semua rentang panjang gelombang tersebut
dapat diterima oleh teleskop
landas Bumi. Hanya gelombang radio dan gelombang cahaya yang dapat diteruskan oleh atmosfer Bumi dan menciptakan ‘jendela radio’ dan ‘jendela optik’. Teleskop-teleskop luar angkasa telah diluncurkan untuk
mengamati bintang-bintang pada panjang gelombang lain.
Banyaknya
radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh bintang dipengaruhi terutama oleh
luas permukaan, suhu dan komposisi kimia dari bagian luar (fotosfer) bintang tersebut. Pada akhirnya kita dapat menduga
kondisi di bagian dalam bintang, karena apa yang terjadi di permukaan pastilah
sangat dipengaruhi oleh bagian yang lebih dalam.
Dengan
menelaah spektrum bintang,
astronom dapat menentukan temperatur permukaan, gravitasi permukaan, metalisitas, dan kecepatanrotasi dari sebuah bintang. Jika jarak bisa ditentukan, misal
dengan metode paralaks, maka
luminositas bintang dapat diturunkan. Massa, radius, gravitasi permukaan, dan periode rotasi kemudian dapat
diperkirakan dari pemodelan. Massa bintang dapat juga diukur secara langsung
untuk bintang-bintang yang berada dalam sistem bintang ganda atau melalui metode mikrolensing. Pada akhirnya astronom dapat memperkirakan umur sebuah
bintang dari parameter-parameter di atas.
Jejak Langit Dalam Sebuah Peta
Alam
semesta berhasil dipetakan dengan lebih detil oleh berbagai inisiatif pembuatan
peta langit. Bahkan beberapa inisiatif pembuatan peta ini berhasil menemukan
jejak-jejak awal pembentukan alam semesta 11 Milyar tahun yang lalu
Sejak lama
para peneliti angkasa berusaha memahami langit. Sejak masa Mesir Kuno, Maya
Aztec, Yunani Kuno, bahkan pada kebudayaan Nusantara Kuno, memetakan langit
merupakan kegiatan yang menarik. Sebagian kebudayaan percaya bahwa kombinasi
kedudukan benda-benda langit mempengaruhi nasib dan perjalanan kehidupan
manusia.Bangsa Yunani kuno memberi nama-nama gugusan bintang dengan nama-nama para
tokoh sejarah atau legenda mereka.Di beberapa bangsa pelaut dunia juga
menjadikan bintang sebagai petunjuk arah pelayaran di lautan.Beberapa bintang
juga dijadikan petunjuk bagi dimulainya musim tanam padi di Pulau Jawa.
Begitu
menariknya alam semesta.Kegiatan memetakan langit, untuk alasan yang sedikit
berbeda, masih diteruskan oleh para peneliti alam semesta sampai saat
ini.Bahkan beberapa peta langit berhasil dibuat oleh para peneliti dunia sampai
saat ini.
Para ilmuwan
dari University Portsmouth misalnya, berhasil membuat peta langit yang sangat
luas.Lengkap dengan galaksi, bintang, planet, dan benda-benda angkasa lainnya.
Peta yang disebut 2MASS Redshift Survey (2MRS) ini mencakup jarak 380 juta
tahun cahaya dan memetakan lebih dari 45.000 galaksi, termasuk Galaksi
Bimasakti yang menjadi tempat tinggal kita saat ini. Akan tetapi peta yang
terbilang paling lengkap ini juga masih merupakan bagian kecil dari angkasa
yang sesungguhnya. Diameter Galaksi Bima Sakti, tempat Planet Bumi, berada saja,
diperkirakan sepanjang 100.000 juta tahun cahaya. Betapa kecilnya peta yang
dibuat ini dengan alam semesta yang sebenarnya.
Peta langit
ini dihasilkan dari survey selama jangka waktu 10 tahun lebih.Dengan teknologi
menggunakan cahaya mendekati cahaya inframerah.Dua buah teleskop raksasa di
observatorium Fred Lawrence Whipple (Arizona) dan observatorium Cerro Tololo
Inter-American (Chili) digunakan selama lebih dari 10 tahun untuk melengkapi
peta langit raksasa ini.
Inisiatif
pembuatan peta alam semesta yang lain berhasil dilakukan oleh Survey dari Sloan
Digital Sky (SDS). Peta angkasa yang dibuat ini berbeda dengan peta 2 MRS. Peta
SDS menggunakan planet Bumi sebagai posisi 0 km peta langit.Dari Bumi ditarik
jarak ke lokasi benda-benda angkasa yang diteliti. Sehingga peta ini akan
membesar mengarah semakin jauh ke posisi paling jauh dari langit yang berhasil
diteliti.
Peta SDS ini
bahkan mencakup kondisi langit yang sesungguhnya 11 milyar tahun yang
lalu.Beberapa cahaya bintang di Galaksi terjauh yang berhasil dipetakan,
ternyata adalah cahaya yang telah menempuh jarak waktu 11 milyar tahun.Cahaya
yang telah menempuh perjalanan waktu 11 milyar tahun ini jauh lebih lama
dibandingkan perkiraan munculnya cahaya awal di angkasa pada 7 milyar tahun
yang lalu.
Sebanyak 14
ribu kuasar berhasil dipetakan oleh peta SDS ini. Bahkan diperkirakan pada
tahun 2014 yang akan datang sebanyak 140 ribu kuasar akan berhasil ditambahkan
ke dalam peta SDS oleh survey lanjutan yang dilakukan oleh Baryon Oscillation
Spectroscopic (BOS). (GIW, 15 Agustus 2011)
Fluks pancaran
Kuantitas
yang pertama kali langsung dapat ditentukan dari pengamatan sebuah Patrick Star
adalah fluks pancarannya, yaitu jumlah cahaya atau tenaga yang diterima permukaan
kolektor (mata atau teleskop) per satuan luas per satuan waktu. Biasanya dinyatakan dalam satuan watt per cm2 (satuan internasional) atau erg per detik per cm2 (satuan cgs).
Luminositas
Di
dalam astronomi, luminositas
adalah jumlah cahaya atau energi yang
dipancarkan oleh sebuah bintang ke segala arah per satuan waktu. Biasanya
satuan luminositas dinyatakan dalam watt (satuan internasional), erg per detik (satuan cgs) atau luminositas Matahari.
Dengan menganggap bahwa bintang adalah sebuah benda hitam sempurna, maka luminositasnya adalah,
dimana L adalah
luminositas, σ adalah tetapan
Stefan-Boltzmann, R adalah jari-jari bintang dan Te adalah temperatur
efektif bintang.
Jika jarak bintang dapat
diketahui, misalnya dengan menggunakan metode paralaks, luminositas sebuah
bintang dapat ditentukan melalui hubungan
dengan E adalah
fluks pancaran, L adalah luminositas dan d adalah jarak bintang
ke pengamat.
Magnitudo
Secara
tradisi kecerahan bintang dinyatakan dalam satuan magnitudo. Kecerahan bintang
yang kita amati, baik menggunakan mata bugil maupun teleskop, dinyatakan oleh magnitudo tampak (m)
atau magnitudo semu. Secara tradisi magnitudo semu bintang yang dapat dilihat
oleh mata bugil dibagi dari 1 hingga 6, di mana satu ialah bintang paling cerah,
dan 6 sebagai bintang paling redup. Terdapat juga kecerahan yang diukur secara
mutlak, yang menyatakan kecerahan bintang sebenarnya. Kecerahan ini dikenal
sebagai magnitudo mutlak (M),
dan terentang antara +26.0 sampai -26.5. Magnitudo adalah besaran lain dalam
menyatakan fluks pancaran, yang terhubungkan melalui persamaan,
dimana m adalah
magnitudo semu dan E adalah fluks pancaran.
Satuan Pengukuran
Kebanyakan
parameter-parameter bintang dinyatakan dalam satuan SI, tetapi satuan cgs kadang-kadang digunakan (misalnya luminositas dinyatakan
dalam satuan erg per detik). Penggunaan satuan cgs lebih bersifat tradisi
daripada sebuah konvensi. Seringkali pula massa, luminositas dan jari-jari
bintang dinyatakan dalam satuan Matahari, mengingat Matahari adalah bintang
yang paling banyak dipelajari dan diketahui parameter-parameter fisisnya. Untuk
Matahari, parameter-parameter berikut diketahui:
Skala
panjang seperti setengah sumbu
besar dari sebuah orbit
sistem bintang ganda seringkali dinyatakan dalam satuan astronomi (AU = astronomical unit), yaitu jarak rata-rata
antara Bumi dan Matahari.
Penampakan dan
Distribusi
Karena
jaraknya yang sangat jauh, semua bintang (kecuali Matahari) hanya tampak sebagai titik saja yang berkelap-kelip
karena efek turbulensi atmosfer Bumi. Diameter sudut bintang bernilai sangat kecil ketika diamati menggunakan
teleskop optik landas Bumi, hingga diperlukan teleskop interferometer untuk dapat memperoleh citranya. Bintang dengan ukuran
diameter sudut terbesar setelah Matahari adalah R Doradus, dengan 0,057 detik busur.
Telah
lama dikira bahwa kebanyakan bintang berada pada sistem bintang ganda atau sistem multi bintang. Kenyataan ini hanya benar
untuk bintang-bintang masif kelas O dan B, dimana 80% populasinya dipercaya
berada dalam suatu sistem bintang ganda atau pun multi bintang. Semakin redup
bintang, semakin besar kemungkinannya dijumpai sebagai sistem tunggal. Dijumpai
hanya 25% populasikatai merah yang berada dalam sebuah sistem bintang ganda atau
sistem multi bintang. Karena 85% populasi bintang di galaksiBimasakti adalah katai merah, maka tampaknya kebanyakan bintang di dalam Bimasakti berada pada sistem bintang tunggal.
Sistem
yang lebih besar yang disebut gugus bintang juga dijumpai. Bintang-bintang tidak tersebar secara
merata mengisi seluruh ruang alam semesta, tetapi terkelompokkan ke dalam galaksi-galaksi bersama-sama dengan gas antarbintang dan debu.
Sebuah galasi tipikal mengandung ratusan miliar bintang, dan terdapat lebih dari 100 miliar galaksi di seluruh alam semesta teramati.
Astronom memperkirakan terdapat 70 sekstiliun (7×1022) bintang di seluruh alam semesta yang
teramati[8]. Ini berarti 70 000 000 000 000 000 000 000 bintang,
atau 230 miliar kali banyaknya bintang di galaksi Bimasakti yang
berjumlah sekitar 300 miliar.
Bintang
terdekat dengan Matahari adalah Proxima Centauri, berjarak 39.9 triliun (1012) kilometer, atau
4.2 tahun cahaya.
Cahaya dari Proxima Centauri memakan waktu 4.2 tahun untuk mencapai Bumi. Jarak
ini adalah jarak antar bintang tipikal di dalam sebuah piringan galaksi.
Bintang-bintang dapat berada pada jarak yang lebih dekat satu sama lain di
daerah sekitar pusat galaksi dan di dalam gugus bola, atau pada jarak yang lebih jauh di halo galaksi.
Karena
kerapatan yang rendah di dalam sebuah galaksi, tumbukan antar bintang jarang
terjadi. Namun di daerah yang sangat padat seperti di inti sebuah gugus bintang atau lingkungan sekitar pusat galaksi, tumbukan dapat
sering terjadi . Tumbukan seperti ini dapat menghasilkan pengembara-pengembara biru yaitu sebuah bintang abnormal hasil penggabungan yang
memiliki temperatur permukaan yang lebih tinggi dibandingkan bintang deret utama lainnya di sebuah gugus bintang dengan luminositas yang sama. Istilah pengembara merujuk pada jejak evolusi
yang berbeda dengan bintang normal lainnya pada diagram Hertzsprung-Russel.
Evolusi
Struktur,
evolusi, dan nasib akhir sebuah bintang sangat dipengaruhi oleh massanya.
Selain itu, komposisi kimia juga ikut mengambil peran dalam skala yang lebih
kecil.
Terbentuknya bintang
Bintang
terbentuk di dalam awan molekul;
yaitu sebuah daerah medium antarbintang yang luas dengan kerapatan yang tinggi (meskipun masih
kurang rapat jika dibandingkan dengan sebuah vacuum chamber yang ada di Bumi). Awan ini kebanyakan terdiri dari hidrogen dengan sekitar 23–28% helium dan beberapa persen elemen berat. Komposisi elemen dalam
awan ini tidak banyak berubah sejak peristiwa nukleosintesis Big Bang pada saat awal alam semesta.
Gravitasi mengambil peranan sangat penting dalam proses
pembentukan bintang. Pembentukan bintang dimulai dengan ketidakstabilan
gravitasi di dalam awan molekul yang dapat memiliki massa ribuan kali Matahari.
Ketidakstabilan ini seringkali dipicu oleh gelombang kejut dari supernova atau tumbukan antara dua galaksi. Sekali sebuah wilayah mencapai kerapatan materi yang cukup memenuhi syarat terjadinya instabilitas Jeans, awan tersebut mulai runtuh di bawah gaya gravitasinya
sendiri.
Berdasarkan
syarat instabilitas Jeans, bintang tidak terbentuk sendiri-sendiri, melainkan
dalam kelompok yang berasal dari suatu keruntuhan di suatu awan molekul yang
besar, kemudian terpecah menjadi konglomerasi individual. Hal ini didukung oleh
pengamatan dimana banyak bintang berusia sama tergabung dalam gugus atau
asosiasi bintang.
Begitu
awan runtuh, akan terjadi konglomerasi individual dari debu dan gas yang padat
yang disebut sebagai globula Bok. Globula Bok ini dapat memiliki massa hingga 50 kali
Matahari. Runtuhnya globula membuat bertambahnya kerapatan. Pada proses ini
energi gravitasi diubah menjadi energi panas sehingga temperatur meningkat.
Ketika awan protobintang ini mencapai kesetimbangan
hidrostatik, sebuah protobintang akan terbentuk di intinya. Bintang pra
deret utama ini seringkali
dikelilingi oleh piringan
protoplanet. Pengerutan atau
keruntuhan awan molekul ini memakan waktu hingga puluhan juta tahun. Ketika
peningkatan temperatur di inti protobintang mencapai kisaran 10 juta kelvin,
hidrogen di inti 'terbakar' menjadi helium dalam suatu reaksi termonuklir.
Reaksi nuklir di dalam inti bintang menyuplai cukup energi untuk mempertahankan
tekanan di pusat sehingga proses pengerutan berhenti. Protobintang kini memulai
kehidupan baru sebagai bintang deret utama.Deret Utama
Bintang
menghabiskan sekitar 90% umurnya untuk membakar hidrogen dalam reaksi fusi yang
menghasilkan helium dengan temperatur dan tekanan yang sangat tinggi di
intinya. Pada fase ini bintang dikatakan berada dalam deret utama dan disebut sebagai bintang katai.
Klasifikasi
Bintang
Dalam astronomi, klasifikasi
bintang adalah peng-klasifikasian bintang-bintang berdasarkan kuat beberapa garis serapan pada pola spektrum, dan besarnya luminositas. Kuat garis serapan, khususnya garis-garis serapan atomhidrogen, diperoleh dari analisis pola spektrum bintang yang
didapatkan dari pengamatan spektroskopi. Garis-garis serapan tertentu hanya dapat diamati pada
satu rentang temperatur
tertentu karena hanya pada rentang temperatur tersebut terdapat populasi signifikan dari tingkat energi atom yang terkait.
Pemeriksaan kuat garis-garis serapan ini pada akhirnya dapat memberikan
informasi mengenai temperatur permukaan. Informasi luminositas dapat diperoleh
dari pengamatan fotometri.
Sejarah awal
Fraunhofer pada 1814, mencatat dan memetakan sejumlah garis-garis gelap dalam
spektrum Matahari jika cahayanya dilewatkan pada suatu prisma. Garis-garis ini kemudian disebut sebagai garis-garis Fraunhofer. Kirchhoff dan Bunsen kemudian manemukan bahwa seperangkat garis-garis
tersebut berhubungan dengan suatu elemen kimia yang berada di lapisan atas matahari. Fraunhofer juga
menemukan bahwa bintang-bintang lain juga memiliki spektrum seperti Matahari,
tetapi dengan pola garis-garis gelap yang berbeda.
Pada 1867, Angelo Secchi, seorang astronomYesuit, melakukan penyelidikan terhadap sekitar 4000 spektrum
bintang hasil pengamatan yang dilakukannya menggunakan prisma obyektif. Hanya
dengan menggunakan mata, Secchi menggolongkan bintang-bintang tersebut ke dalam
tiga kelas. Bintang dengan garis-garis serapan sangat kuat dari atom hidrogen
digolongkan sebagai tipe I berwarna putih, bintang dengan garis-garis serapan
sangat kuat dari ionlogam digolongkan sebagai tipe II berwarna kuning, dan bintang
dengan pita-pita serapan lebar digolongkan sebagai tipe III berwarna merah.
Setahun kemudian Secchi memasukkan beberapa bintang yang memiliki garis-garis
serapan dengan pola yang aneh, jarang ada, mirip tetapi tidak terlalu sama
dengan pola tipe III, dan menggolongkannya sebagai tipe IV.
Pemakaian
fotografi dalam astronomi membuka kesempatan lebih luas dalam
mempelajari spektrum bintang. Pada tahun 1886, Edward Charles Pickering memulai penyelidikan spektrum bintang secara fotografi
dengan prisma obyektif di Observatorium
Harvard, Amerika Serikat. Berdasarkan pekerjaan awal Secchi, para astronom di Harvard meng-klasifikasikan bintang berdasarkan kuat garis-garis
serapan pada deret Balmer dari hidrogen netral (H I), memperluas penggolongan dan
menamakan kembali penggolongan dengan huruf A, B, C dan seterusnya hingga P,
dimana bintang kelas A memiliki garis serapan atom hidrogen paling kuat, B
terkuat berikutnya dan seterusnya.
Klasifikasi Harvard (kelas spektrum)
Pada
tahun 1943, William Wilson
Morgan, Phillip C.
Keenan, dan Edith Kellman dari ObservatoriumYerkes menambahkan sistem pengklasifikasian berdasarkan kuat
cahaya atau luminositas, yang
seringkali merujuk pada ukurannya. Pengklasifikasian tersebut dikenal sebagai
sistem klasifikasi Yerkes dan membagi bintang ke dalam kelas-kelas
berikut :
- 0 Maha maha raksasa
- I Maharaksasa
- II Raksasa-raksasa terang
- III Raksasa
- IV Sub-raksasa
- V deret utama (katai)
- VI sub-katai
- VII katai putih
Umumnya
kelas bintang dinyatakan dengan dua sistem pengklasifikasian di atas. Matahari kita misalnya, adalah sebuah bintang dengan kelas G2V, berwarna kuning, bersuhu dan
berukuran sedang. Diagram Hertzsprung-Russell adalah diagram hubungan antara luminositas dan kelas spektrum (suhu permukaan) bintang. Diagram ini
adalah diagram paling penting bagi para astronom dalam usaha mempelajari
evolusi bintang.
Asisten-asisten
Pickering, Williamina
Fleming, Annie Jump
Cannon, Antonia Maury, dan Henrietta Swan
Leavitt kemudian memulai sebuah
proyek skala besar pengklasifikasian spektrum bintang. Antara 1911 dan 1949, 400.000 bintang
didaftarkan ke dalam katalog Henry
Draper (dinamai menurut sang
penyandang dana dan perintis penelitian spektroskopi fotografi Amerika, Henry Draper). Para ‘gadis’ Harvard ini, khususnya Cannon dan Maury,
kemudian menyadari adanya sebuah keteraturan dalam semua garis-garis spektral
(tidak hanya hidrogen) jika penggolongan bintang-bintang tersebut diurutkan
menjadi O, B, A, F, G, K, M. Kelas lainnya dihilangkan karena ditemukan bahwa
beberapa di antaranya sebenarnya merupakan kelas yang sama. Untuk mengingat
urutan penggolongan ini biasanya digunakan kalimat "Oh Be AFine Girl Kiss Me". Dengan kualitas spektrogram yang lebih baik memungkinkan penggolongan ke dalam 10
sub-kelas yang diindikasikan oleh sebuah angka arab (0 hingga 9) yang mengikuti
huruf.
Pada
mulanya urutan pola spektrum ini diduga karena perbedaan susunan kimiaatmosfer bintang. Tetapi kemudian disadari bahwa urutan tersebut
sebenarnya merupakan urutan temperatur permukaan bintang, setelah pada tahun 1925, Cecilia Payne-Gaposchkin berhasil membuktikan hubungan tersebut.
Bintang-bintang
kelas O, B, dan A seringkali disebut sebagai kelas awal, sementara K dan M
disebut sebagai kelas akhir. Sebutan ini muncul di awal-awal abad 20, karena A
dan B terletak di awal urutan alfabet, sementara K dan M di akhir, tetapi kemudian berkembang
teori bahwa bintang mengawali hidup mereka sebagai bintang “kelas awal” yang
sangat panas dan secara gradual mendingin menjadi bintang “kelas akhir”. Teori
ini sama sekali salah (lihat : evolusi bintang).Berdasarkan spektrumnya, bintang dibagi ke dalam 7 kelas utama yang dinyatakan
dengan huruf O, B, A, F, G, K, M yang juga menunjukkan urutan suhu, warna dan komposisi-kimianya.
Klasifikasi ini dikembangkan oleh ObservatoriumUniversitas Harvard dan Annie Jump
Cannon pada tahun 1920an dan dikenal sebagai sistem klasifikasi Harvard. Untuk mengingat urutan penggolongan ini biasanya
digunakan kalimat "Oh
Be AFine Girl Kiss Me". Dengan kualitas spektrogram yang lebih baik memungkinkan penggolongan ke dalam 10
sub-kelas yang diindikasikan oleh sebuah bilangan (0 hingga 9) yang mengikuti
huruf. Sudah menjadi kebiasaan untuk menyebut bintang-bintang di awal urutan
sebagai bintang tipe awal dan yang di akhir urutan sebagai bintang tipe akhir.
Jadi, bintang A0 bertipe lebih awal daripada F5, dan K0 lebih awal daripada K5.
Berikut
ini adalah daftar kelas bintang dari yang paling panas hingga yang paling
dingin (dengan massa, radius dan luminositas dalam satuan Matahari) :
Kelas
|
Temperatur
|
Warna Bintang
|
Massa
|
Radius
|
Luminositas
|
Garis-garis
Hidrogen
|
O
|
30,000 - 60,000 K
|
Biru
|
60
|
15
|
1,400,000
|
Lemah
|
B
|
10,000 - 30,000 K
|
Biru-putih
|
18
|
7
|
20,000
|
Menengah
|
A
|
7,500 - 10,000 K
|
Putih
|
3.2
|
2.5
|
80
|
Kuat
|
F
|
6,000 - 7,500 K
|
Kuning-putih
|
1.7
|
1.3
|
6
|
Menengah
|
G
|
5,000 - 6,000 K
|
Kuning
|
1.1
|
1.1
|
1.2
|
Lemah
|
K
|
3,500 - 5,000 K
|
Jingga
|
0.8
|
0.9
|
0.4
|
Sangat lemah
|
M
|
2,000 - 3,500 K
|
Merah
|
0.3
|
0.4
|
0.04
|
Hampir tidak terlihat
|
Di
bawah ini disajikan ciri-ciri dari tiap kelas. Harap diingat bahwa ciri-ciri
ini terutama mendasarkan diri pada penampakan garis-garis serapan pola
spektrumnya (bukan pada warna atau temperatur-efektifnya). Akan sangat membantu
jika dapat memahami diagram Hertzsprung-Russel atau diagram HR terlebih dahulu.
Kelas O
Bintang
kelas O adalah bintang yang
paling panas, temperatur permukaannya lebih dari 25.000 Kelvin. Bintang deret utama kelas O merupakan bintang yang nampak paling biru,
walaupun sebenarnya kebanyakan energinya dipancarkan pada panjang
gelombang ungu dan ultraungu. Dalam pola spektrumnya garis-garis serapan terkuat
berasal dari atom Helium yang terionisasi 1 kali (He II) dan karbon yang terionisasi dua kali (C III). Garis-garis serapan
dari ion lain juga terlihat, di antaranya yang berasal dari ion-ion oksigen, nitrogen, dan silikon. Garis-garis Balmer Hidrogen (hidrogen netral) tidak
tampak karena hampir seluruh atom hidrogen berada dalam keadaan terionisasi.
Bintang deret utama kelas O sebenarnya adalah bintang paling jarang di antara
bintang deret utama lainnya (perbandingannya kira-kira 1 bintang kelas O di
antara 32.000 bintang deret utama). Namun karena paling terang, maka tidak
terlalu sulit untuk menemukannya. Bintang kelas O bersinar dengan energi 1 juta
kali energi yang dihasilkan Matahari. Karena begitu masif, bintang kelas O
membakar bahan bakar hidrogennya dengan sangat cepat, sehingga merupakan jenis
bintang yang pertama kali meninggalkan deret utama (lihat Diagram Hertzsprung-Russell).
Spektrum dari bintang kelas O5V
Kelas B
Bintang
kelas B adalah bintang yang
cukup panas dengan temperatur permukaan antara 11.000 hingga 25.000 Kelvin dan
berwarna putih-biru. Dalam pola spektrumnya garis-garis serapan terkuat berasal
dari atom Helium yang netral. Garis-garis Balmer untuk Hidrogen (hidrogen
netral) nampak lebih kuat dibandingkan bintang kelas O. Bintang kelas O dan B
memiliki umur yang sangat pendek, sehingga tidak sempat bergerak jauh dari
daerah dimana mereka dibentuk, dan karena itu cenderung berkumpul bersama dalam
sebuah asosiasi OB. Dari seluruh populasi bintang deret utama terdapat
sekitar 0,13 % bintang kelas B.
Spektrum dari bintang kelas B2II
Kelas A
Bintang
kelas A memiliki temperatur
permukaan antara 7.500 hingga 11.000 Kelvin dan berwarna putih. Karena tidak
terlalu panas maka atom-atom hidrogen di dalam atmosfernya berada dalam keadaan
netral sehingga garis-garis Balmer akan terlihat paling kuat pada kelas ini. Beberapa
garis serapan logam terionisasi, seperti magnesium, silikon, besi dan kalsium
yang terionisasi satu kali (Mg II, Si II, Fe II dan Ca II) juga tampak dalam
pola spektrumnya. Bintang kelas A kira-kira hanya 0.63% dari seluruh populasi
bintang deret utama.
Kelas F
Bintang
kelas F memiliki temperatur
permukaan 6000 hingga 7500 Kelvin, berwarna putih-kuning. Spektrumnya memiliki
pola garis-garis Balmer yang lebih lemah daripada bintang kelas A. Beberapa
garis serapan logam terionisasi, seperti Fe II dan Ca II dan logam netral
seperti besi netral (Fe I) mulai tampak. Bintang kelas F kira-kira 3,1% dari
seluruh populasi bintang deret utama.
Spektrum dari bintang kelas F2III
Kelas G
Bintang kelas G
barangkali adalah yang paling banyak dipelajari karena Matahari adalah bintang
kelas ini. Bintang kelas G memiliki temperatur permukaan antara 5000 hingga
6000 Kelvin dan berwarna kuning. Garis-garis Balmer pada bintang kelas ini
lebih lemah daripada bintang kelas F, tetapi garis-garis ion logam dan logam
netral semakin menguat. Profil spektrum paling terkenal dari kelas ini adalah
profil garis-garis Fraunhofer. Bintang kelas G adalah sekitar 8% dari seluruh populasi
bintang deret utama. Contoh :
Matahari, Capella.
Kelas K
Bintang
kelas K berwarna jingga memiliki
temperatur sedikit lebih dingin daripada bintang sekelas Matahari, yaitu antara
3500 hingga 5000 Kelvin. Alpha Centauri B adalah bintang deret utama kelas ini.
Beberapa bintang kelas K adalah raksasa dan maharaksasa, seperti misalnya
Arcturus. Bintang kelas K memiliki garis-garis Balmer yang sangat lemah.
Garis-garis logam netral tampak lebih kuat daripada bintang kelas G.
Garis-garis molekul Titanium Oksida (TiO) mulai tampak. Bintang kelas K adalah
sekitar 13% dari seluruh populasi bintang deret utama. Contoh : Alpha Centauri B, Arcturus, Aldebaran.
Kelas M
Bintang
kelas M adalah bintang dengan
populasi paling banyak. Bintang ini berwarna merah dengan temperatur permukaan
lebih rendah daripada 3500 Kelvin. Semua katai merah adalah bintang kelas ini. Proxima Centauri adalah salah
satu contoh bintang deret utama kelas M. Kebanyakan bintang yang berada dalam
fase raksasa dan maharaksasa, seperti Antares dan Betelgeuse merupakan kelas
ini. Garis-garis serapan di dalam spektrum bintang kelas M terutama berasal
dari logam netral. Garis-garis Balmer hampir tidak tampak. Garis-garis molekul
Titanium Oksida (TiO) sangat jelas terlihat. Bintang kelas M adalah sekitar 78%
dari seluruh populasi bintang deret utama.
Spektrum dari bintang kelas M0III
Spektrum dari bintang kelas M6V
Klasifikasi Yerkes (kelas luminositas)
Klasifikasi Yerkes, disebut juga sebagai klasifikasi MKK dari inisial para pengembangnya
pada tahun 1943, yaitu William Wilson
Morgan, Phillip C.
Keenan dan Edith Kellman dari Observatorium Yerkes.
Klasifikasi ini
mendasarkan diri pada ketajaman garis-garis spektrum yang sensitif pada gravitasi permukaan bintang. Gravitasi permukaan berhubungan dengan luminositas yang merupakan fungsi dari radius bintang.
Klasifikasi Yerkes atau
kelas luminositas membagi bintang-bintang ke dalam kelas berikut :
- 0 maha maha raksasa (hypergiants) (penambahan yang dilakukan belakangan)
- I maharaksasa (supergiants)
- Ia maharaksasa terang
- Iab kelas antara maharaksasa terang dan yang kurang terang
- Ib maharaksasa kurang terang
- II raksasa terang (bright giants)
- IIIraksasa (giants)
- IV sub-raksasa (subgiants)
- Vderet utama atau katai (main sequence atau dwarf)
- VI sub-katai (subdwarfs)
- VIIkatai putih (white dwarfs)
Penyebutan kelas sebuah bintang
Klasifikasi
Yerkes yang menyatakan luminositas dan radius sebuah bintang, melengkapi
klasifikasi Harvard yang menyatakan temperatur permukaan. Kelas sebuah bintang
biasanya dinyatakan dalam dua klasifikasi ini. Dengan demikian kelas sebuah
bintang menjadi 'dua dimensi' yang memberikan gambaran letaknya di dalam
diagram HR dan selanjutnya dapat memberikan gambaran tahap evolusi bintang
tersebut. Sebagai contoh, Matahari adalah bintang dengan kelas G2V, yang berarti merupakan bintang
dengan temperatur permukaan sekitar 6000 Kelvin dan merupakan bintang katai
yang sedang melakukan pembangkitan energi dari pembakaran hidrogen. Sebagai
contoh lainnya, Betelgeuse merupakan bintang dengan kelas M2Iab, yang berarti bintang yang yang
sudah ber-evolusi dari bintang katai menjadi maharaksasa di pojok kanan atas
diagram HR.
Magnitudo Bintang
Kala malam yang cerah
datang, coba Anda keluar rumah ke halaman terbuka,dan perhatikan kerlap-kerlip
bintang nun jauh di langit gelap sana. Apakah bintang-bintang itu sama
terangnya. Tidak bukan? Bintang yang satu tampak lebih terang daripada yang
lain.
Perbandingan magnitodu bintang.
Mungkin di antaranya ada
juga yang sama terangnya atau malah sama redupnya. Nah, bagi astronom yang
notabene saintis membutuhkan bilangan eksak untuk mengukur seberapa terang
suatu bintang; tidak cukup dengan kata lebih terang atau kurang terang.Dalam
kehidupan sehari-hari, kalau kita mengukur benda, misalnya saja mengukur
panjang balok, semakin panjang balok, semakin besar angka yang ditunjukkan alat
ukur kita.Tidak demikian halnya dalam astronomi, khususnya menyangkut masalah
kecerlangan bintang.
Sejarah dimulai ketika
Hipparchus, astronom Yunani, pada tahun 120-an SM berhasil menyusun
katalog-bintang pertama.Katalog tersebut memuat 1080 bintang yang diamatinya
(tanpa teleskop!).Bintang paling terang disebut bermagnitudo 1; yang terang
kedua disebut bermagnitudo 2; dan seterusnya, yang paling redup dikatakan
bermagnitudo 6.Penamaan ini diadopsi oleh Cladius Ptolemy dalam menyusun
katalog yang dinamainya Almagest.
Sejak ditemukannya
teleskop, rentang magnitudo yang terbatas hanya 1-6 menjadi lebih lebar.Galileo
menemukan bintang-bintang yang lebih redup dari bintang magnitudo 6-nya
Ptolemy.Seiring dengan perkembangan teleskop, semakin lebarlah rentang
tersebut. Bintang-bintang yang semula redup sekali atau bahkan tidak tampak
dengan mata biasa, dengan piranti optik ini bintang-bintang tersebut bisa nampang
di depan mata.
Pada tahssun 1850-an
diyakini kepekaan indera manusia dalam menangkap rangsangan bersifat
logaritmik. Bintang yang bermagnitudo 1 ternyata 100 kali lebih terang daripada
bintang bermagnitudo 6.Berdasarkan hal ini, Norman R. Pogson, seorang astronom
Oxford, menelurkan skala magnitudo.Selisih satu magnitudo berarti perbedaan
kecerlangannya sebesar akar-pangkat-dua dari 100, atau sekitar 2,512.Bilangan
ini dikenal dengan rasio Pogson.
Oke, sekarang tampaknya
magnitudo bintang sudah terskala dengan pasti.Datang lagi masalah baru.Beberapa
bintang magnitudo 1 tampak jauh lebih terang daripada bintang bermagnitudo satu
lainnya.Jadi, sebenarnya manakah bintang yang bermagnitudo satu, atau dengan
kata lain, kalau menurut definisi Hipparchus adalah bintang yang paling terang?
Tidak ada pilihan cara lain selain melebarkan rentang skala magnitudo sampai
bilangan 0 (nol), kemudian bilangan negatif. Bintang bermagnitudo 0 (nol),
seperti Vega misalnya, berarti 2,5 kali lebih terang daripada bintang
beramgnitudo 1; bintang bermagnitudo -1 lebih terang 2,5 kali daripada bintang
bermagnitudo 0, dst.
Magnitudo yang dibahas di
atas adalah magnitudo semu (ditulis m), cerlangnya bintang kalau diamati dari Bumi.Bintang-bintang
yang terang itu bisa jadi karena memang dekat jaraknya dengan kita atau
sebenarnya lumayan jauh tapi jauh lebih terang.(Perhatikan ada unsur
â€Å“jarak†di sini). Sebagai bandingan, bayangkan, Matahari pastilah tidak
akan secerlang siang ini kalau dilihat dari planet Jupiter.
Maka, didefinisikanlah
“magnitudo mutlak”. Magnitudo mutlak (M) bintang menunjukkan seberapa terang
bintang bila diletakkan sejauh 10 pc dari pengamat (1 pc = 3,26 tahun cahaya.
Tahun cahaya bukan satuan waktu melainkan satuan jarak.1 tahun cahaya artinya
jarak yang ditempuh cahaya selama 1 tahun). Pada jarak tersebut Matahari
(Matahari juga termasuk bintang, lho!) yang bermagnitudo (semu) sebesar -26,7,
menjadi bermagnitudo 4,8. Cerlangnya berkurang sekitar 4 trilyun kali.
Mengetahui ini, rasanya betapa beraneka ragamnya benda langit yang tampak
menempel di kubah langit dan yang kita sebut dengan satu nama: bintang.
Magnitudo semu
Magnitudo tampak (m)
dari suatu bintang, planet atau benda langit lainnya adalah pengukuran dari kecerahan atau kecerlangan yang tampak; yaitu banyaknya cahaya
yang diterima dari objek itu.
Istilah magnitudo sebagai skala kecerahan bintang muncul
lebih dari 2000 tahun yang lampau. Hipparchus, seorang astronomYunani, membagi bintang-bintang yang dapat
dilihat dengan mata telanjang ke dalam 6 kelas kecerlangan. Ia membuat sebuah katalog yang berisi daftar lebih dari 1000
bintang dan mengurutkan berdasarkan “magnitudo”-nya dari satu hingga enam, dari
yang paling cerlang hingga yang paling redup. Pada tahun 180-an, Claudius
Ptolemaeus memperluas pekerjaan Hipparchus, dan sejak saat itu
sistem magnitudo menjadi bagian dari tradisi astronomi. Pada 1856, Norman
Robert Pogson meng-konfirmasi penemuan terdahulu John Herschel bahwa bintang bermagnitudo 1 menghasilkan
kira-kira 100 kali flukscahaya daripada bintang
bermagnitudo 6. Sistem magnitudo dibuat dengan mendasarkan diri pada mata manusia yang memiliki respon tidak
linear terhadap cahaya. Mata dirancang
untuk menahan perbedaan dalam kecerlangan. Ini adalah keistimewaan mata yang
membuatnya dapat berpindah dari ruang gelap ke tempat yang terang tanpa
mengalami kerusakan. Kamera elektronik, yang
memiliki respon linear, tidak dapat melakukan hal itu tanpa langkah-langkah
pencegahan terlebih dahulu. Ciri-ciri yang sama juga yang membuat mata
merupakan pemilah yang buruk bagi perbedaan kecil kecerlangan sementara
sebaliknya kamera elektronik (CCD) adalah pemilah
yang baik. Pogson memutuskan untuk mendefinisikan kembali skala magnitudo
sehingga perbedaan lima magnitudo merupakan faktor yang tepat 100 dalam fluks
cahaya. Jadi rasio fluks cahaya untuk perbedaan satu magnitudo adalah 1001/5
atau 102/5 atau 2,512. Rasio fluks untuk perbedaan 2 magnitudo
adalah (102/5)2, perbedaan 3 magnitudo adalah (102/5)3
dan seterusnya. Definisi ini sering disebut sebagai skala Pogson.
Karena banyaknya cahaya yang diterima bergantung pada
ketebalan dari atmosfer pada
garis pengamatan ke objek, maka magnitudo nampak adalah nilai yang sudah
dinormalkan pada nilai yang akan dimiliki di luar atmosfer. Semakin redup suatu
objek, semakin tinggi magnitudo tampaknya. Perlu diingat bahwa kecerahan yang
tampak tidaklah sama dengan kecerahan sebenarnya — suatu objek yang sangat
cerah dapat terlihat cukup redup jika objek ini cukup jauh.
Magnitudo
absolut, M, dari suatu benda, adalah magnitudo tampak
yang dimiliki apabila benda itu berada 10 parsec jauhnya.
Skala
magnitudo tampak
|
|
Magnitudo
tampak
|
Benda
langit
|
−26.8
|
|
−12.6
|
Bulan purnama
|
−4.4
|
Kecerahan
maksimum Venus
|
−2.8
|
Kecerahan
maksimum Mars
|
−1.5
|
Bintang
tercerah: Sirius
|
−0.7
|
Bintang
tercerah kedua: Canopus
|
0
|
Titik
nol berdasarkan definisi: Vega
|
+3.0
|
Bintang
teredup yang terlihat di daerah perkotaan
|
+6.0
|
Bintang teredup yang terlihat dengan mata telanjang
|
+12.6
|
Kuasar tercerah
|
+30
|
Objek
teredup yang dapat diamati oleh Teleskop
Hubble
|
Lihat
pula: Daftar bintang tercerah
|
Sistem Magnitudo
Ketika kita
melihat langit malam, akan kita dapati bermacam benda langit yang terangnya
berbeda-beda. Bagaimana caranya agar kita dapat mengetahui perbandingan terang
antara objek yang satu dengan yang lain? Di astronomi, kecerlangan benda langit
dinyatakan dengan skala magnitudo.Dengan sistem ini juga, kita dapat menghitung
perbandingan kecerlangan dua benda langit yang berbeda.Lalu bagaimana sistem
magnitudo ini bekerja?
Jaman dahulu
ketika belum ada listrik dan lampu, penduduk/perumahan belum banyak, lingkungan
sekitar tidaklah seterang sekarang.Malam hari menjadi sangat gelap sehingga
langit malam tampak lebih indah karena tidak ada polusi cahaya.Ketika cuaca
cerah, orang dapat menikmati hiburan yang menakjubkan di layar lebar langit
malam.Ribuan bintang, nebula dan gugus bintang yang terlihat sebagai awan kabut
kecil, dan pita putih Bima Sakti, menghiasi angkasa.Sejarah ditemukannya sistem
magnitudo untuk menentukan kecerlangan bintang dimulai dari kondisi seperti
itu.Banyak yang bisa dilakukan dengan langit pada saat itu.
Sekitar tahun
150 SM, seorang astronom Yunani bernama Hipparchus membuat sistem klasifikasi
kecerlangan bintang yang pertama. Saat itu, ia mengelompokkan kecerlangan
bintang menjadi enam kategori dalam bentuk yang kurang lebih seperti ini:
paling terang, terang, tidak begitu terang, tidak begitu redup, redup dan
paling redup. Hal tersebut dilakukannya dengan membuat katalog bintang yang
pertama.Sistem tersebut kemudian berkembang dengan penambahan angka sebagai
penentu kecerlangan.Yang paling terang memiliki nilai 1, berikutnya 2, 3,
hingga yang paling redup bernilai 6.Klasifikasi inilah yang kemudian dikenal
sebagai sistem magnitudo.Skala dalam sistem magnitudo ini terbalik sejak
pertama kali dibuat.Semakin terang sebuah bintang, magnitudonya semakin
kecil.Dan sebaliknya semakin redup bintang, magnitudonya semakin besar.
Sistem
tersebut kemudian semakin berkembang setelah Galileo dengan teleskopnya
menemukan bahwa ternyata terdapat lebih banyak bintang lagi yang lebih redup
daripada yang bermagnitudo 6.Skalanya pun berubah hingga muncul magnitudo 7, 8
dan seterusnya.Namun penilaian kecerlangan bintang ini belumlah dilakukan
secara kuantitatif.Semuanya hanya berdasarkan penilaian visual dengan mata
telanjang saja.
Pada tahun
1856 berkembanglah perhitungan matematis untuk sistem magnitudo. Norman Robert
Pogson, seorang astronom Inggris, memberikan rumusan berbentuk logaritmis yang
masih digunakan hingga sekarang dengan aturan seperti berikut. Secara umum,
perbedaan sebesar 5 magnitudo menunjukkan perbandingan kecerlangan sebesar 100
kali. Jadi, bintang dengan magnitudo 1 lebih terang 100 kali daripada bintang
dengan magnitudo 6, dan lebih terang 10000 kali daripada bintang bermagnitudo
11, begitu seterusnya. Dengan rumusan Pogson ini, perhitungan magnitudo bintang
pun menjadi lebih teliti dan lebih dapat dipercaya.
Seiring dengan
semakin majunya teknologi teleskop, magnitudo untuk bintang paling redup yang
dapat kita amati semakin besar. Contohnya, Hubble Space Telescope memiliki
kemampuan untuk mengamati objek dengan magnitudo 31! Tetapi walaupun bukan lagi
nilai terbesar, magnitudo 6 tetap menjadi nilai penting hingga kini karena
inilah batas magnitudo bintang yang paling redup yang dapat diamati dengan mata
telanjang.Tentunya dengan syarat langit, lingkungan, dan mata yang masih bagus.
Sama seperti
perkembangan yang terjadi pada magnitudo besar, magnitudo kecil juga mengalami
ekspansi seiring dengan semakin majunya teknologi detektor.Dalam kelompok
magnitudo 1 kemudian diketahui terdapat beberapa bintang tampak lebih terang
dari yang lainnya sehingga muncullah magnitudo 0.Bahkan magnitudo negatif juga
diperlukan untuk objek langit yang lebih terang lagi. Kini diketahui bahwa
bintang paling terang di langit malam adalah Sirius, dengan magnitudo -1,47.
Magnitudo Venus dapat mencapai -4,89, Bulan purnama -12,92, dan magnitudo
Matahari mencapai -26,74!
Magnitudo yang
kita bicarakan di atas disebut juga dengan magnitudo semu, karena menunjukkan
kecerlangan bintang yang dilihat dari Bumi, tidak peduli seberapa jauh
jaraknya.Jadi, sebuah bintang bisa terlihat terang karena jaraknya dekat atau
jaraknya jauh tapi berukuran besar.Sebaliknya, sebuah bintang bisa terlihat
redup karena jaraknya jauh atau jaraknya dekat tapi berukuran kecil.Sistem ini
membuat kecerlangan bintang yang kita lihat bukan kecerlangan bintang yang
sesungguhnya.Untuk mengoreksinya, faktor jarak itu harus dihilangkan.Maka
muncullah sistem magnitudo mutlak.
Magnitudo
mutlak adalah magnitudo bintang jika bintang tersebut berada pada jarak 10
parsek.Nilainya dapat ditentukan apabila magnitudo semu dan jarak bintang
diketahui. Dengan “menempatkan” bintang-bintang pada jarak yang sama, kita bisa
tahu bintang mana yang benar-benar terang. Sebagai perbandingan, Matahari, yang
memiliki magnitudo semu -26,74, hanya memiliki magnitudo mutlak 4,75. Jauh
lebih redup daripada Betelgeuse yang memiliki magnitudo semu 0,58 tetapi
memiliki magnitudo mutlak -6,05 (135.000 kali lebih terang dari Matahari).
Rasi bintang
Rasi bintang Orion
Orion adalah salah satu rasi bintang yang cukup
terkenal. Batas wilayah Rasi bintang Orion digambarkan dalam garis kuning
putus-putus.
Suatu rasi bintang atau konstelasi adalah
sekelompok bintang yang tampak
berhubungan membentuk suatu konfigurasi khusus. Dalam ruang tiga dimensi, kebanyakan
bintang yang kita amati tidak memiliki hubungan satu dengan lainnya, tetapi
dapat terlihat seperti berkelompok pada bolalangitmalam. Manusia memiliki kemampuan yang sangat
tinggi dalam mengenali pola dan sepanjang
sejarah telah mengelompokkan bintang-bintang yang tampak berdekatan menjadi
rasi-rasi bintang. Susunan rasi bintang yang tidak resmi, yaitu yang dikenal
luas oleh masyarakat tapi tidak diakui oleh para ahli astronomi atau Himpunan Astronomi Internasional, juga disebut asterisma.
Bintang-bintang pada rasi bintang atau asterisma jarang yang mempunyai hubungan
astrofisika; mereka hanya kebetulan saja tampak berdekatan di langit yang
tampak dari Bumi dan biasanya
terpisah sangat jauh.
Pengelompokan bintang-bintang menjadi rasi bintang
sebenarnya cukup acak, dan kebudayaan yang berbeda akan memiliki rasi
bintang yang berbeda pula, sekalipun beberapa yang sangat mudah dikenali
biasanya seringkali ditemukan, misalnya Orion atau Scorpius.
Himpunan Astronomi Internasional telah membagi
langit menjadi 88 rasi bintang resmi dengan batas-batas yang jelas, sehingga
setiap arah hanya dimiliki oleh satu rasi bintang saja. Pada belahan
bumi (hemisfer) utara, kebanyakan rasi bintangnya didasarkan pada tradisi Yunani, yang diwariskan
melalui Abad Pertengahan, dan
mengandung simbol-simbol Zodiak.
Beragam pola-pola lainnya yang tidak resmi telah ada
bersama-sama dengan rasi bintang dan disebut asterisma, seperti Bajak (juga dikenal di Amerika Serikat sebagai Big Dipper) dan Little Dipper
Dalam astronomi, bintang dikelompokkan berdasarkan
spektrumnya.Pengelompokan berdasarkan spektrum ini dilakukan karena spektrum
bintang memberikan informasi yang sangat banyak, mulai dari temperatur sampai
unsur-unsur yang terdapat dalam bintang.
Spektrum adalah hasil dari pembiasan gelombang elektromagnetik
(contohnya cahaya).Pada dasarnya cahaya yang kita temukan sehari-hari – yang
berwarna putih/bening – adalah gabungan dari berbagai warna. Warna-warna ini
yang menunjukkan tingkat energi: merah menghasilkan energi yang paling rendah
dan ungu menghasilkan energi paling tinggi.
Berdasarkan rumus
E = hf
= hc/A
E =
energi, h = konstanta Planck, f = frekuensi, c = kecepatan cahaya dan A =
panjang gelombang
,
maka gelombang
berenergi besar memiliki frekuensi yang besar, dan sebaliknya panjang
gelombangnya kecil. Informasi semacam ini yang diturunkan dengan berbagai
pendekatan fisika, sehingga dalam penerapannya di Astronomi, spektrum bintang
itu sangat penting.Pengelompokan bintang dengan kelas spektral seperti
klasifikasi Morgan – Keenan. Lihat gambar:
Bintang kelas
O adalah bintang yang panas, berwarna biru.Bintang kelas M merupakan bintang
yang dingin.Matahari termasuk kedalam bintang dengan kelas G, warnanya kuning.Perlu
dicatat, klasifikasi seperti ini tidak ada hubungannya dengan ukuran
bintang.Jadi bintang kelas O belum tentu ukurannya sangat besar.
Dengan
melakukan observasi spektroskopi – yaitu pengamatan bintang khusus pada
spektrumnya – didapatkan panjang gelombang cahaya yang dipancarkan
bintang.Dengan rumus yang tadi, bisa diketahui berapa energinya.Dengan
menerapkan hukum Termodinamika bisa diketahui kaitan antara energi dengan
temperatur.
Klasifikasi MK
ini diterapkan dalam diagram yang disebut Diagram Hertzprung – Russel. Diagram
ini dikembangkan oleh Astronom bernama Ejnar Hertzsprung dan Henry Norris
Russell sekitar tahun 1910, dan bermanfaat dalam mempelajari evolusi bintang,
yakni proses lahir, berkembang dan matinya bintang.
Untuk
mendapatkan diagram HR ini, biasanya dilakukan 2 jenis observasi, yaitu
Spektroskopi dan Fotometri. Spektroskopi seperti yang sudah dijelaskan tadi, sedang Fotometri adalah
pengamatan dengan berpatokan pada magnitudo (kecerlangan) bintang.Dari
pengamatan spektroskopi didapatkan kelas spektrum, dan dari pengamatan
fotometri didapatkan kelas luminositas.Lalu, dengan mencocokkan posisi bintang
dalam diagram terhadap kelas spektrum dan kelas luminositasnya tersebut, dikaji
lebih lanjut tentang radius dan umur bintang.
Zodiak Bintang
Astrologi dipercaya
sudah ada sejak tahun 2000 SM dan diciptakan oleh suku Babel(Babil/Babilonia)
di daratan Mesopotamia, daratan antara sungai Tigris dan Efrad (sekarang IrakTenggara)
yang memang dikenal sebagai bangsa penyembah benda-benda langit yangdiceritakan
dalam Kitab Perjanjian Lama. Mereka menganggap matahari, bulan dan berbagaiobjek
benda di langit sebagai dewa-dewi mereka dan percaya bahwa mereka dapat
memprediksi masa depan dari pergerakan benda-benda langit tersebut. Bangsa Babilonia
Kuno inilah yang juga dipercaya telah berhasil menemukan angka 666 yang
kemudian dipercaya sebagai angka setan oleh para penganut Kristen.
Bangsa Babel mulai
menyebar ketika Bangsa Persia dan Media mengalahkan mereka pada tahun 539 SM
dan menghentikan segala praktek kegiatan lama Bangsa Babel untuk kemudian
diganti dengan praktek mereka sendiri. Bangsa Babel yang hijrah ke daratan
Eropa Selatan (Roma dan Yunani) mulai melanjutkan praktik mereka tentang ilmu
perbintangan dan menurunkannya ke anak-anak cucu mereka.Pada sekitar akhir abad
2 SM setelah peristiwa Alexandria, ilmu astrologi bangsa Babel ini bercampur
dengan tradisi dari Mesir sehingga menyebabkan terciptanya Astrologi Horoskop
yang kemudian menyebar dengan cepat ke Eropa,
Timur Tengah dan India
hingga kemudian kita kenal sampai sekarang ini.
Seiring dengan munculnya berbagai agama seperti Kristen, Muslim, Yahudi dan lain-lain, ilmu astrologi turunan bangsa Babilonia kuno ini ditakuti akan mencampur ke agama-agama tersebut karena ilmu ini tidak didasarkan pada teori ilmu pengetahuan. Selain itu ditakutkan ilmu ini akan membawa pengaruh musrik yang menyebabkan orang tidak lagi percaya pada Tuhan dan berpaling dari ajaran berbagai agama tersebut. Oleh karena itu Astrologi sempat ditentang dan prakteknya dilakukan dengan sembunyi-sembunyi hingga akhirnya dapat diterima khalayak ramai pada jaman modern.
Seiring dengan munculnya berbagai agama seperti Kristen, Muslim, Yahudi dan lain-lain, ilmu astrologi turunan bangsa Babilonia kuno ini ditakuti akan mencampur ke agama-agama tersebut karena ilmu ini tidak didasarkan pada teori ilmu pengetahuan. Selain itu ditakutkan ilmu ini akan membawa pengaruh musrik yang menyebabkan orang tidak lagi percaya pada Tuhan dan berpaling dari ajaran berbagai agama tersebut. Oleh karena itu Astrologi sempat ditentang dan prakteknya dilakukan dengan sembunyi-sembunyi hingga akhirnya dapat diterima khalayak ramai pada jaman modern.
Ilmu astrologilah yang
pertama kali mengemukakan pergerakan sistematis Matahari, Bulan, Planet dan
Bintang, dan dari sinilah berbagai ilmu seperti Astronomi, Matematika,
Kesehatan dan ilmu psikologi berasal.Astrologi memang berbeda dengan astronomi
namun astronomi berakar dari sebuah ilmu luar biasa temuan bangsa Babilonia
kuno ini yang kemudian di kuatkan oleh Galileo. Jika Astrologi hanya
berdasarkan perkiraan dan membaca pergerakan benda langit untuk melihat masa
depan, Astronomi merupakan ilmu tentang pengamatan kejadian yang terjadi di luar
bumi dan atmosfernya. Teori Astrologi yang menempatkan bumi sebagai pusat dari
alam semesta kemudian disanggah oleh Coppernicus yang memberikan bukti bahwa
bumilah yang sesungguhnya mengelilingi matahari dan mataharilah yang menjadi
pusat alam semesta.
Inilah tonggak
berdirinya ilmu astronomi yang kemudian disambut oleh masyarakat sedunia. Ilmu
astrologi memberikan sumbangsih yang besar kepada perkembangan ilmu dunia dan
menginspirasi beberapa ilmuwan seperti Pythagoras, Plato, Aristotle, Galen,
Paracelsus, Girolamo Cardan, Nicholas Copernicus, Galileo Galilei, Tycho Brahe,
Johannes Kepler, Carl Jung dan lain sebagainya.Dari sinilah pula
ilmuwan-ilmuwan dunia berhasil menemukan rahasia alam semesta dari skema bumi
yang mengorbit matahari, teori heliosentris, dinamika langit dan hukum
gravitasi, hingga berbagai temuan fisika dan ilmu pengetahuan yang kita
pelajari hingga sekarang. Astrologi dan pembacaan horoskop tidaklah selalu
merugikan dan dituding sebagai barang haram, namun di balik itu semua ilmu astrologi
menyimpan rahasia-rahasia dunia yang menanti untuk dikuak oleh para manusia.
penulis akan mengutip lagi definisi astrologi dan
astronomi: 1. Astrologi: ilmu yang menerjemahkan tentang kenyataan dan
keberadaan manusiawi, berdasarkan posisi dan gerak-gerik relatif berbagai benda
langit, terutama Matahari, Bulan, planet seperti dilihat pada waktu dan tempat
lahir atau lain peristiwa dipelajari. Atau secara singkatnya astrologi adalah
ilmu yang mengasumsikan bahwa takdir manusia dapat dikaitkan dengan letak
benda-benda astronomis di langit. 2. Astronomi: ilmu yang melibatkan pengamatan
dan penjelasan kejadian yang terjadi di luar Bumi dan atmosfernya. Ilmu ini
mempelajari asal-usul, evolusi, sifat fisik dan kimiawi benda-benda yang bisa
dilihat di langit (dan di luar Bumi), juga proses yang melibatkan mereka.
Setelah kita pahami perbedaan astronomi dan astrologi mari kita telaah definisi zodiak. Secara etimologi zodiak (zodiac) berasal dari kata latin zodiacus yang berarti (lingkaran) hewan. Hal inilah yang melatarbelakangi pemakaian nama-nama binatang untuk menamai zodiak. Definisi zodiak secara ilmiah adalah: Zodiak menyatakan suatu siklus tahunan dari 12 wilayah sepanjang lingkaran ekliptik (yaitu suatu pola lintasan perubahan posisi matahari di angkasa) yang terbentuk karena lingkaran ekliptik ini dibagi oleh gugus-gugus bintang menjadi 12 area dengan ukuran busur yang sama.
Setelah kita pahami perbedaan astronomi dan astrologi mari kita telaah definisi zodiak. Secara etimologi zodiak (zodiac) berasal dari kata latin zodiacus yang berarti (lingkaran) hewan. Hal inilah yang melatarbelakangi pemakaian nama-nama binatang untuk menamai zodiak. Definisi zodiak secara ilmiah adalah: Zodiak menyatakan suatu siklus tahunan dari 12 wilayah sepanjang lingkaran ekliptik (yaitu suatu pola lintasan perubahan posisi matahari di angkasa) yang terbentuk karena lingkaran ekliptik ini dibagi oleh gugus-gugus bintang menjadi 12 area dengan ukuran busur yang sama.
Dari definisi di atas
zodiak hanyalah 12 area di sepanjang lingkaran ekliptika yang berkaitan dengan
posisi matahari di angkasa pada waktu-waktu tertentu.Tetapi kenapa pada
akhirnya zodiak selalu dikaitkan dengan ramalan nasib yang pada akhirnya
mengaburkan definisi zodiak sesungguhnya?Itulah nasib buruk zodiak?Fungsi utama
zodiak adalah semacam peta kedudukan atau posisi matahari di angkasa, tetapi
sayangnya karena berbagai alasan ternyata zodiak dimanfaatkan (disalahgunakan?)
secara paksa MUNGKIN keluar dari ranah ilmiah untuk meramal nasib seseorang
(seperti buku sebagai kipas).Tetapi alangkah mengenaskan nasib zodiak karena
dia tidak seperti buku tulis yang masih dikenali fungsi utamanya. Fungsi utama
zodiak ternyata telah terkaburkan dan terpinggirkan oleh fungsi lainnya (walau
mungkin fungsi lain tsb benar2 muncul karena ada pemaksaan).Mengacu pada
pembahasan yang diatas maka saya menyimpulkan definisi zodiak maka sesungguhnya
zodiak berada dalam ranah astronomi, zodiak adalah suatu hal yang ilmiah karena
membahas posisi matahari sepanjang tahun.Mengenai kesan sekarang bahwa zodiak
berkaitan dengan astrologi menurut saya merupakan suatu “kecelakaan” sejarah.
Karena sesungguhnya hubungan antara tanggal lahir dan zodiak adalah suatu hal
yang ilmiah, sama halnya dengan hubungan antara bulan tertentu dengan musim,
misalnya kenapa kalau bulan Desember adalah musim dingin dan bulan Juni musim
panas (di belahan bumi utara).
Berikut ini adalah nama
zodiac menurut astrologi perbintangan kuno
1. aquarius (guci air)
= 21 Januari sampai dengan 19 Pebruari
2. Pisces (ikan) = 20 Februari
sampai dengan 20 Maret
3. Aries (domba) = 21
Maret sampai dengan 20 April
4. Taurus (banteng) =
21 April sampai dengan 22 Mei
5. Gemini (kembar) = 23
Mei sampai dengan 21 Juni
6. Cancer (kepiting) =
22 Juni sampai dengan 22 Juli
7. Leo (singa) = 23
Juli sampai dengan 22 Agustus
8. Virgo (bidadari) =
23 Agustus sampai dengan 23 September
9. Libra
(timbangan/neraca) = 24 September sampai dengan 22 Oktober
10. Scorpio
(kalajengking) = 23 Oktober sampai dengan 21 November
11. Sagitarius (busur
panah) = 22 November sampai dengan 22 Desember
12. Caprocorn (kambing)
= 23 Desember sampai dengan 20 Januari
Akhir sebuah bintang
Ketika
kandungan hidrogen di
teras bintang habis, teras bintang mengecil dan membebaskan banyak panas dan
memanaskan lapisan luar bintang. Lapisan luar bintang yang masih banyak hidrogen mengembang dan bertukar warna merah dan disebut bintang raksaksa
merah yang dapat mencapai 100
kali ukuran Matahari sebelum membentuk bintang kerdil putih. Sekiranya bintang
tersebut berukuran lebih besar dari matahari, bintang tersebut akan membentuk superraksaksa
merah. Superraksaksa
merah ini kemudiannya
membentuk Nova atau Supernova dan kemudiannya membentuk bintang neutron atau Lubang hitam.
Supernova
Supernova 1987A yang terjadi di Awan
Magellan Besar. Tanda panah di bagian kanan menunjukkan bintang sebelum meledak
Supernova adalah ledakan
dari suatu bintang di galaksi yang
memancarkan energi lebih banyak dari nova. Peristiwa
supernova ini menandai berakhirnya riwayat suatu bintang. Bintang yang
mengalami supernova akan tampak sangat cemerlang dan bahkan kecemerlangannya
bisa mencapai ratusan juta kali cahaya bintang tersebut semula, beberapa minggu
atau bulan sebelum suatu bintang mengalami supernova bintang tersebut akan
melepaskan energi setara dengan energi matahari yang dilepaskan matahari seumur
hidupnya, ledakan ini meruntuhkan sebagian besar material bintang pada
kecepatan 30.000 km/s (10% kecepatan cahaya)dan melepaskan gelombang kejut yang
mampu memusnahkan medium
antarbintang.
Ada beberapa jenis Supernova. Tipe I
dan II bisa dipicu dengan satu dari dua cara, baik menghentikan atau
mengaktifkan produksi energi melalui fusi nuklir. Setelah inti
bintang yang sudah tua berhenti menghasilkan energi, maka bintang tersebut akan
mengalami keruntuhan gravitasi secara tiba-tiba menjadi lubang hitam atau bintang neutron, dan
melepaskan energi potensial gravitasi yang memanaskan dan menghancurkan lapisan
terluar bintang.
Rata-rata
supernova terjadi setiap 50 tahun sekali di galaksi seukuran galaksi Bima
Sakti. Supernova memiliki peran dalam memperkaya medium antarbintang dengan
elemen-elemen massa yang lebih besar. Selanjutnya gelombang kejut dari ledakan
supernova mampu membentuk formasi bintang baru
Jenis-Jenis
Supernova
Supernova Keples
- Supernova Tipe Ia
- Supernova Tipe Ib/c
- Supernova Tipe II
Pada supernova
ini, ditemukan adanya garis spektrum Hidrogen saat pengamatan.
- Hipernova
Supernova tipe
ini melepaskan energi yang amat besar saat meledak. Energi ini jauh lebih besar
dibandingkan energi saat supernova tipe yang lain terjadi.
Berdasarkan pada sumber energi supernova, maka didapatkan
jenis supernova sebagai berikut.
- Supernova Termonuklir (Thermonuclear Supernovae)
- Berasal dari bintang yang memiliki massa yang kecil
- Berasal dari bintang yang telah berevolusi lanjut
- Bintang yang meledak merupakan anggota dari sistem bintang ganda.
- Ledakan menghancurkan bintang tanpa sisa
- Energi ledakan berasal dari pembakaran Karbon (C) dan Oksigen (O)
- Supernova Runtuh-inti (Core-collapse Supernovae)
- Berasal dari bintang yang memiliki massa besar
- Berasal dari bintang yang memiliki selubung bintang yang besar dan masih membakar Hidrogen di dalamnya.
- Bintang yang meledak merupakan bintang tunggal (seperti Supernova Tipe II), dan bintang ganda (seperti supernova Tipe Ib/c)
- Ledakan bintang menghasilkan objek mampat berupa bintang neutron ataupun lubang hitam (black hole).
- Energi ledakan berasal dari tekanan
Tahapan
terjadinya Supernova
Suatu bintang yang telah habis masa
hidupnya, biasanya akan melakukan supernova. Urutan kejadian terjadinya
supernova adalah sebagai berikut.
- Pembengkakan
Bintang membengkak karena mengirimkan
inti Helium di dalamnya ke permukaan. Sehingga bintang akan menjadi sebuah
bintang raksasa yang amat besar, dan berwarna merah. Di bagian dalamnya, inti
bintang akan semakin meyusut. Dikarenakan penyusutan ini, maka bintang semakin
panas dan padat.
- Inti Besi
Saat semua bagian inti bintang telah
hilang, dan yang tertinggal di dalam hanyalah unsur besi, maka kurang
dari satu detik kemudian suatu bintang memasuki tahap akhir dari kehancurannya.
Ini dikarenakan struktur nuklir besi tidak memungkinkan atom-atom dalam
bintang untuk melakukan reaksi fusi untuk menjadi elemen yang lebih berat.
- Peledakan
Pada tahap ini, suhu pada inti bintang
semakin bertambah hingga mencapai 100 miliar derajat celcius. Kemudian
energi dari inti ini ditransfer menyelimuti bintang yang kemudian meledak dan
menyebarkan gelombang kejut. Saat gelombang ini menerpa material pada lapisan
luar bintang, maka material tersebut menjadi panas. Pada suhu tertentu,
material ini berfusi dan menjadi elemen-elemen baru dan isotop-isotop radioaktif.
- Pelontaran
Gelombang kejut akan melontarkan
material-material bintang ke ruang angkasa
Dampak dari
Supernova
Supernova memiliki dampak bagi kehidupan di luar bintang
tersebut, di antaranya:
- Menghasilkan Logam
Pada inti bintang, terjadi reaksi fusi nuklir. Pada
reaksi ini dilahirkan unsur-unsur yang lebih berat dari Hidrogen dan Helium.
Saat supernova terjadi, unsur-unsur ini dilontarkan keluar bintang dan
memperkaya awan antar bintang di sekitarnya dengan unsur-unsur berat.
- Menciptakan Kehidupan di Alam Semesta
Supernova melontarkan unsur-unsur tertentu ke ruang
angkasa. Unsur-unsur ini kemudian berpindah ke bagian-bagian lain yang jauh
dari bintang yang meledak tersebut. Diasumsikan bahwa unsur atau materi tersebut
kemudian bergabung membentuk suatu bintang baru atau bahkan planet di alam
semesta
Peristiwa
Supernova yang teramati
Supernova 1994D
Ada satu bintang yang melakukan
supernova di ruang angkasa tiap satu detik kehidupan di bumi. Hanya saja, untuk
menemukan bintang yang akan melakukan supernova tersebut amatlah sulit. Banyak
faktor yang memengaruhi dalam pengamatan supernova. Walaupun begitu, ada
beberapa peristiwa supernova yang telah teramati oleh manusia, di antaranya:
- Supernova 1994D
Dahulu kala, sebuah bintang meledak di tempat yang amat
jauh dari bumi. Ledakan itu
tampak seperti sebuah titik terang. Ini terjadi di bagian luar dari galaksi NGC 4526, dan
dinamakan Supernova 1994D. Sinar yang dipancarkannya selama beberapa minggu
setelah ledakan tersebut menunjukkan bahwa supernova tersebut merupakan
Supernova Tipe Ia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar